Sebagai anak berumur tujuh
tahun di Belanda dahulu, saya bersahabat dengan Rudi Verweij yang Yahudi,
Eric-Ian yang Protestan (agama mayoritas di Belanda) dan Peter de Bruin yang
berasal dari keluarga yang tidak mengenal Tuhan dan agama. Kami bergaul tanpa
hambatan, karena masing-masing acuh terhadap latar belakang agama dan
budayanya.
Suatu ketika, kami main
ke hutan Den Bosch di dekat rumah kami di Mariahoeve, Den Haag. Hutan itu
merupakan bagian dari taman yang mengitari Paleis
(Istana) Den Bosch, kediaman resmi Ratu (saat itu masih putri makhkota Kerajaan
Belanda) Beatrix. Sambil mengayuh pelan sepeda kami, Rudi berujar bahwa dia
penganut agama Yahudi karena diberi tahu ibunya begitu. “Yahudi itu katanya
bermusuhan dengan agamanya Anto, Mohammedaan.
Tapi aku pikir itu konyol. Masak Tuhan bermusuhan?!”
Eric-Ian berkomentar, “Dat is zo dom (Bodoh sekali)! Het is beter om te fietsen in het bos dan
vechten voor zo'n stomme dingen (Lebih baik bersepeda di hutan daripada
berantem untuk hal-hal bodoh semacam itu).”
Kami pun melanjutkan
bersepeda sampai Paleis Den Bosch
tampak di hadapan kami. Dan kami bergembira.
Kalibata,
Jakarta Selatan, 17 Mei 2017
No comments:
Post a Comment