SAYA pindah dari Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (FPIPS) IKIP Jakarta ke Jurusan Sejarah Fakultas
Sastra Universitas Indonesia (FSUI; sekarang menjadi Fakultas Ilmu
Budaya/FIBUI) karena ada matakuliah Sejarah Militer Dunia dan Sejarah ABRI yang
diajar oleh Kolonel (Inf.) Drs. Saleh As’ad Djamhari dan diasisteni Mas Tubagus
Lutfi,SS dengan buku diktat Eric Nordlinger-nya (Militer dalam Politik: Kudeta dan Pemerintahan, 1990). Saya
langsung malas begitu ikut kuliah Sejarah Militer Dunia karena ternyata
topiknya adalah peranan militer dalam politik, sedangkan saya lebih menyukai
sejarah perang. Setelah itu, saya tidak lanjut mengambil matakuliah Sejarah
ABRI, karena pasti mengkaji peranan ABRI dalam politik.
Begitu saya mulai menyusun skripsi, Pak Saleh ditunjuk menjadi
pembimbing saya. Begitu tahu tema skripsi saya adalah aksi-aksi gerilya dan
anti-gerilya dalam Agresi Militer Belanda II (1948-1949) di Jawa Tengah Bagian
Barat, mata Pak Saleh berbinar-binar; rupanya beliau berharap ada yang menulis
sejarah perang murni, bukan militer dalam politik.
Tiap kali saya datang untuk bimbingan skripsi di Pusat
Sejarah dan Tradisi ABRI, sekali di rumah beliau (yang dekat rumah cewek Sastra
Jepang yang saya incar di Kompleks MABAD Rempoa, Ciputat) dan sekali di Markas
Besar ABRI, dengan semangat Pak Saleh mendiskusikan perang dan jenis-jenis
persenjataan serta adu pendapat tentang para ahli strategi perang dunia. Saya
yang waktu itu mengidolai Jendral Bernard L. Montgomery versus beliau yang
menjagokan Jendral Erwin Rommel, dua panglima perang yang saling berhadapan di
medan Afrika semasa Perang Dunia II.
Saya masih ingat kata-kata beliau di ruang kerjanya di
gedung Pusjarah ABRI, di mana beliau menjabat Kepala Dinas Penelitian dan
Penulisan (Kadislitsan): “Jarang lho mahasiswa UI mau menulis sejarah perang dari
aspek strategi dan taktik militer. Seingat saya, baru kamu.”
Dalam sidang skripsi saya yang digelar pada 7 Juli 1993, Pak Saleh memuji skripsi saya: “Ini skripsi yang langka. Belum pernah ada mahasiswa
S1 yang berani membahas bipolar strategy;
strategi TNI dan tentara Belanda sekaligus.”
Pak Saleh tutup usia pada 26 Mei 2017 pukul 19.00 WIB. Bagaimanapun,
beliau tetap hidup dalam ingatan saya sampai saya pun akan menyusulnya.
Kalibata, 27 Mei 2017
No comments:
Post a Comment