“Dan boleh jadi kamu benci kepada sesuatu padahal ia baik bagi kamu, dan boleh jadi kamu suka kepada sesuatu padahal ia buruk bagi kamu. Dan (ingatlah), Allah jugalah Yang Mengetahui (semuanya itu), sedang kamu tidak mengetahuinya.”
—Al Baqarah: 216
Tampaknya telah menjadi kebiasaan umum untuk melihat segala sesuatu dari satu sisi saja, yaitu sebagaimana adanya. Kegagalan semata dipandang sebagai kegagalan, yang berseberangan dengan kesuksesan. Kita tak pernah sedia untuk melihat sisi lain dari kegagalan.
Hidup ini ibarat koin mata uang, yang memiliki dua sisi. Apa pun sisi yang muncul ke permukaan tak berarti bahwa koin mata uang itu kehilangan nilainya. Ia justru bernilai karena memiliki dua sisi; satu sisi saja akan membuat sebuah mata uang dikira palsu.
Demikian pula dengan hidup kita. Ia tak lengkap tanpa salah satu sisinya. Bagaimana kita bisa menyebut diri kita sukses apabila tak ada padanan pembandingnya yang dinamai ‘gagal’? Dengan adanya siang dan malam maka ada hari, lantun Rumi dalam salah satu syairnya. Yang satu melengkapi yang lainnya untuk mewujudkan keutuhan. Yang satu menopang yang lainnya laksana pondasi bangunan yang tanpanya bangunan bakal roboh.
Ditilik dari sisi lain, masalah bukanlah masalah. Ia adalah guru yang baik dan teman belajar cerdas yang cergas dalam menghidangkan mutiara hikmah. Setiap masalah, seberapa pun kadarnya, membawa bersamanya momen pembelajaran bagi kita untuk menggapai kualitas lebih baik dari yang ada sekarang. Relasi saya, seorang pengusaha properti yang sukses, yang menunjuk saya untuk menulis buku tentang pengalamannya berwirausaha, merasa bahwa kegagalanlah yang membuatnya kini dapat merangkul kesuksesan. Hubungan kemitraan yang gagal, misalnya, memberinya peluang untuk belajar tentang pentingnya silaturahmi dan menjaga kepercayaan, hal mana di kemudian hari membantunya membukakan pintu ke mitra-mitra yang siap berinvestasi di bisnis pengembangan propertinya. Pengalaman ini membuatnya senantiasa melihat sisi lain dari segala sesuatu sebelum telanjur menghakimi.
Masalah tidak usah dimusuhi, melainkan seharusnya dijadikan sahabat sejati kita dalam mengarungi kehidupan ini. Kegagalan, misalnya, dalam berbagai aspek kehidupan, terkadang diperlukan untuk mencapai kesuksesan. Dalam banyak cerita kehidupan dari orang-orang sukses, kegagalan menjadi semacam faktor pembeda dengan sukses, yang diturunkan guna menguatkan dorongan untuk sukses dalam diri seseorang.
Bayangkan, jika perjalanan hidup kita ini tidak pernah berhadapan dengan aral dan rintangan. Berjalan lurus saja, tanpa sekalipun berinteraksi dengan hal-hal yang menyulitkan. Tentu tidak indah dan sangat menjenuhkan, bukan? Kita hanya akan menemukan satu irama hidup yang monoton, dan lama-kelamaan akan membosankan. Saya baru dapat merasakan betapa nikmatnya memiliki kondisi badan yang sehat, setelah delapan hari terkapar di rumah sakit dengan infeksi lambung yang sangat menyiksa? Kenikmatan yang sangat berlebih, baru saya rasakan kembali, ketika badan terasa bugar, kemudian berpengaruh kepada kesegaran pikiran saya, dan serta-merta seluruh organ tubuh saya pun menjadi sangat berfungsi.
Di sini terbukti bahwa masalah sesungguhnya membantu kita menemukan makna kenikmatan atau kesuksesan. Masalah diciptakan sebagai sisi lain dari kebahagiaan atau kesuksesan. Selalu ada sisi lain dari segala sesuatu. Kesediaan untuk melihatnya merupakan peluang untuk membuat hidup kita lebih mulia.(AD)
Pondok Jaya, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, 26 September 2010, pukul 7.26 WIB.