Thursday, September 18, 2025

Taman Bermain Perasaan

SEJAK saya dibuka, dan seiring dengan semakin dalamnya Latihan saya, saya kerap mengalami perasaan-perasaan tertentu yang datang silih berganti. Perasaan-perasaan ini hanya singgah sesaat—paling lama tidak lebih dari lima hari—tetapi dampaknya begitu signifikan: Kuat dan merasuk begitu dalam, sampai mampu memengaruhi pikiran, perkataan, dan perbuatan saya. Bahkan ketika perasaannya termasuk kategori “menyenangkan”, seperti jatuh cinta pada seseorang (baik nyata maupun tidak, baik masih hidup orangnya maupun sudah tiada), pengaruhnya bagi saya lebih banyak menyiksa daripada menginspirasi.

Kemarin, 18 September 2025, saat sedang sembahyang di siang hari, saya tiba-tiba merasakan dorongan kuat untuk bunuh diri. Saya menyaksikan bagaimana perasaan itu mengambil alih diri saya, melucuti rasa percaya diri saya, dan membuat saya merasa tidak sabar dengan segala sesuatu dalam hidup saya. Perasaan itu hilang keesokan harinya (19 September), dan itu terjadi setelah saya melakukan Latihan singkat.

Saya pernah membahas fenomena ini dengan sejumlah pembantu pelatih senior, termasuk pembantu pelatih yang membuka saya, dan saran mereka selalu sama: terima saja dan saksikan saja, tidak perlu bertindak atas dasar dorongan perasaan-perasaan itu. Seiring waktu, saya melihat fenomena ini sebagai “taman bermain perasaan”.

Saya menyaksikan (niteni) bagaimana nafsu bekerja di dalam diri saya sebagai bagian dari “pembongkaran menuju pembersihan”. Saya bisa melihat bagaimana Latihan saya mendorong nafsu-nafsu itu keluar dari perasaan saya. Saya perhatikan, jika saya menjadi cemas atau merasa terganggu, nafsu itu akan kembali masuk ke diri saya. Tetapi jika saya tetap tenang (sabar, tawakal, dan ikhlas), ia akan pergi dan tidak akan kembali.

Berdasarkan pengalaman ini, saya sering mengingatkan diri sendiri maupun anggota lainnya agar tidak terlalu cepat bertindak berdasarkan dorongan perasaan-perasaan tersebut. Sebagai contoh, baru-baru ini seorang anggota yang relatif baru dan masih muda (awal dua puluhan) serta lajang, buru-buru menganggap perasaan jatuh cintanya pada seorang anggota wanita seusianya sebagai pertemuan jodoh jiwanya. Saya anjurkan dia menunggu sambil niteni perasaannya, karena mungkin itu hanya sekadar lewat untuk bermain sebentar di taman bermainnya.©2025

 

Pondok Cabe, Tangerang Selatan, 19 September 2025

No comments: