ADA sebuah ungkapan yang populer di
kalangan anggota Subud Indonesia bahwa “kata-kata hanya membatasi rasa”.
Kata-kata seringkali mendegradasi rasa sebuah pengalaman kejiwaan, sehingga
kebanyakan anggota enggan bercerita kepada saudara Subudnya atau kepada
pembantu pelatih karena khawatir getar pengalaman yang menggugah rasa akan
sirna.
Bagaimanapun, saya akan tetap mencoba
untuk bercerita melalui kata-kata—karena hanya itu sarana yang saya punya untuk
menyampaikan pengalaman saya bersama empat saudara Subud Jakarta Selatan dan
satu saudara Subud Bogor menempuh perjalanan sejauh 2.359,5 kilometer,
mengunjungi 15 cabang yang tercakup dalam dua Komisariat Wilayah PPK Subud
Indonesia.
Perjalanan “sepanjang 15 cabang” ini
dilakukan oleh enam anggota, salah satunya adalah saya, yang terdiri dari lima
pria dan satu wanita, mulai dari 9 Juni hingga 16 Juni 2024. Kami hanya anggota
biasa, tidak ada yang berstatus pembantu pelatih, yang sedang mengemban tugas
sebagai pengurus dari Subud Enterprise
Services (SES) dan Subud
International Cultural Association (SICA) Indonesia. Lamanya keberadaan
masing-masing dari kami di Subud bervariasi, mulai dari 23 tahun hingga delapan
bulan.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhxCHe58HswAAjWN5U3j_TZmwr6pbZxLUYYudWAFPUgaCSA4h_bZkcb8F0fsHo5nYOU5sx_3hA2LNANG81978tMmy3yD9jyB2GPcwovIFJdoOXAOEY6Wy3i99qxTh7v6ZTrDPz0puImOOCHaILcM6m19N1YUqm8lwvKEsDdt2WRPoJGgt60DXiUF59urE4/w640-h288/20240609_045535.jpg)
Satu-satunya anggota perempuan di
antara kami adalah yang paling muda usianya, belum genap 19 tahun, dan baru
dibuka pada Oktober 2023. Meskipun ia putri dari pasangan Subud, perjalanan
kejiwaan sepanjang 15 cabang ini merupakan pengalaman pertamanya, dan tentunya
cukup mengkhawatirkan bagi saya, mengingat tidak ada pembantu pelatih
pendamping dalam rombongan kami. Saya khawatir terhadap
perkembangan-perkembangan dramatis dalam dirinya, yang normalnya dialami
anggota yang telah melakukan Latihan selama minimal lima tahun.
Apalagi selama perjalanan ini, kami
selalu diundang untuk Latihan bersama di tiap cabang yang kami kunjungi. Dengan
rata-rata dua cabang yang kami kunjungi setiap hari, tidak dapat dihindari
kenyataan bahwa kami melakukan Latihan lebih dari sepuluh kali dalam seminggu.
Terlalu melewati batas!
Tujuan dari kunjungan sepanjang 15
cabang ini adalah untuk mendiseminasi program kerja dari SES dan SICA Indonesia
masa bakti 2023-2025. Program kerja yang berasaskan “Kebudayaan Hidup yang
Dienterprisekan” ini rupanya memberi wawasan baru kepada para anggota, pengurus
dan pembantu pelatih di tiap cabang. Betapa tidak, bagi kebanyakan anggota,
pengurus maupun pembantu pelatih, “kebudayaan” semata diartikan sebagai
“kegiatan seni untuk kesenangan” belaka, dan “enterprise” semata dipraktikkan
sebagai kegiatan usaha berbasis keuntungan materi, yang melaluinya anggota
“mencari uang”, alih-alih “dicari uang” sebagaimana yang kerap dinasihatkan
Bapak.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj_DMj4Z2B98576Rm3HIk1GjbvZ-J_BB4HoqUS7BnuSqtpnB46MQrW_siU32dSDPsuIyTefr0I6EVg8w1_7M8UZ_0E2ldMbp8lxhV6FOx2OKjpJXx7U19wrgkl-32DaVvn6o5XKeipHfpktG67Kjq67NBXD6btneLbHKOtz-JzbknEi60vdZN8mz8NXK9E/w360-h640/IMG-20240611-WA0065.jpg)
Karena menganggapnya “baru” dan
menjadi pembuka mata, para anggota, pengurus dan pembantu pelatih dari sebagian
besar cabang yang kami kunjungi menyambut kunjungan pengurus SES dan SICA
Indonesia ini dengan gembira dan antusias. Mereka bahkan menyatakan akan
mengawal program ini hingga tersebar luas ke cabang-cabang lainnya yang belum
kami kunjungi.
Ada sembilan cabang di Komisariat
Wilayah 5 (Jawa Tengah dan Yogyakarta: Batang, Jepara, Semarang, Surakarta, Sleman, Kota Yogya, Kulonprogo, Temanggung dan Purwokerto), dan enam cabang di Komisariat Wilayah 6
(Jawa Timur: Madiun, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, Probolinggo dan Malang) yang dikunjungi The Six Pack (sebutan pribadi saya untuk enam
pengurus SES dan SICA Indonesia yang menempuh perjalanan sepanjang 15 cabang
itu). Di Wilayah 5 sendiri sebenarnya ada 14 cabang (dan sembilan ranting serta
satu kelompok), tapi kami menyeleksi sembilan cabang di antaranya berdasarkan
informasi bahwa cabang-cabang itu sebelumnya telah melakukan kegiatan-kegiatan
budaya dan (berpotensi) mengimplementasi enterprise
cabang (bukan enterprise anggota
cabang) yang ke depannya diharapkan dapat mandiri dalam menyokong kegiatan
cabang, tidak lagi bergantung pada donasi atau dana dari pengurus nasional
Subud Indonesia atau pihak-pihak lainnya.
Perjalanan kami berkembang menjadi
perjalanan yang sarat pengalaman dengan Latihan. Tubuh fisik kami yang
normalnya akan cepat lelah malah sebaliknya bertahan kuat dan mantap—vibrasi
Latihan terasa terus-menerus! Sepanjang perjalanan, dalam mobil yang menyisakan
sedikit ruangan untuk bergerak leluasa, karena memang berkapasitas enam
penumpang, satu-satunya yang terasa sakit hanyalah perut kami. Itupun lantaran
kami terlalu banyak tertawa. Tidak ada momen mengobrol yang berlalu tanpa canda
dan tawa, dan itu membuat segala tantangan yang kami hadapi di perjalanan
terasa ringan.
Perjalanan sepanjang 15 cabang ini
telah mengubah masing-masing dari enam anggota yang melakukannya, sesuai dengan
keadaan diri kami ketika kami mengawali perjalanan ini. Terlepas dari “krisis
sesaat” akibat terlalu banyak Latihan dalam seminggu, kami mensyukuri kami
telah melakukannya dan memetik mutiara-mutiara pembelajaran yang bernilai
darinya.©2024
Pondok
Cabe, Tangerang Selatan, 18 Juni 202