SIANG hari, pada 16 November 2019, saya menjalankan peran sebagai wakil keluarga dalam acara lamaran keponakan saya (perempuan). Saya ngomong dengan sangat lancar, berasa terbimbing, sehingga apa pun yang terucap dari mulut saya tanpa dipikirkan dan direncanakan. Saya mewakilkan semua kekhawatiran atau kekikukan saya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Beberapa hari hingga beberapa jam
sebelumnya, saya di-briefing oleh
keponakan itu dan sepupu-sepupu saya (adik-adik dari ibunya keponakan saya) untuk
mengantisipasi pertanyaan dari calon besan mengenai ayah dari keponakan saya.
Keponakan itu sudah ditinggal ayahnya sejak ia masih dalam kandungan. Ditinggal
pergi, bukan ditinggal mati. Hal itu, menurut sepupu-sepupu saya suatu aib yang
sebaiknya ditutupi.
Tapi saya jawab dengan tenang, “Kalian
jangan khawatir, serahkan pada Tuhan aja.
Kalau saya nggak mau memikirkan
apalagi takut pada sesuatu yang belum terjadi. Santai aja ya. Saya yakin hal itu nggak
jadi masalah bagi calon besan. Saya percaya apa yang saya yakini.”
Begitu rombongan calon besan (sepuluh
orang) tiba di rumah sepupu saya, saya sambut di depan pagar rumah sepupu saya
dan saya iringi hingga ruang tamu, di mana kami duduk lesehan. Mulailah saya
memberi sambutan.
Gila benar! Saya sendiri tidak nyangka
bisa ngomong dengan kata-kata bijak,
yang lancar, dan sering memancing tawa dari para tetamu, karena niat saya ingin
membuat tamu merasa nyaman dan diterima. Dan yang ditakutkan tidak pernah terjadi.
Saya yakin itu bimbingan Latihan Kejiwaan. Saya tidak memegang catatan, bahkan
nama lengkap calon besan dan calon suami keponakan saya saya sebutkan tanpa
sebelumnya saya hapalkan.
Giliran wakil keluarga pihak calon
besan (yang jauh lebih tua dari saya) memberi sambutan, dia mengeluarkan
secarik kertas berisi catatan tentang apa saja yang mesti dia sampaikan. Bukan
lancar ngomong-nya, malah
terbata-bata, dijedai berpikir.
Puji Tuhan, terima kasih Bapak.
Latihan Kejiwaan memang mantul!©2019
Pamulang Timur,
Tangerang Selatan, 16 November 2019
No comments:
Post a Comment