Sunday, May 4, 2025

Latihan di Subud Ranting Pamulang

 

Pendopo Wisma Barata Pamulang.

SAYA mulai rutin melakukan Latihan Kejiwaan di Subud Ranting Pamulang pada 14 Desember 2022. Sejak tanggal itu dan seterusnya, tiap Rabu malam dan Sabtu malam saya mengendarai sepeda motor saya dari rumah saya di Pondok Cabe ke Wisma Bharata Pamulang, di Jl. Wisma Barata No. 39, Pamulang Barat, Tangerang Selatan, sejauh 6,9 kilometer.                     

Suasana hening Wisma Barata yang membuat saya senang menyambanginya untuk Latihan rutin saya tiap minggu, sehingga untuk mendapatkan atmosfer itu saya kerap tiba satu jam lebih awal dari waktu Latihan. Kopi hitam nikmatnya sudah tersedia di meja di teras Rumah Bapak. Kabarnya kopi itu sudah melegenda sejak lebih dari 15 tahun lalu, dan uniknya, tidak ada yang tahu, bahkan para asisten rumah tangga Ibu Rahayu, apa nama merek dari kopi tersebut.

Latihan di Pamulang dilakukan berbarengan waktunya untuk pria dan wanita, di dua tempat yang berbeda. Hari Rabu pukul 20.00 s.d. 21.00 WIB pria di Rumah Bapak, sedangkan wanita di Pendopo; dan hari Sabtu pukul 20.00 s.d. 21.00 WIB pria di Pendopo dan wanita di Rumah Bapak.

Lokasi Hall Subud Pamulang dapat ditemukan di Google Maps. Berikut tautannya: https://maps.app.goo.gl/tnW1wwLV1zzJPcnU9?g_st=aw

Tersedia tempat untuk parkir mobil dan sepeda motor di areal Wisma Barata. Karena merupakan kawasan residensial, maka para anggota Subud yang melakukan Latihan di Wisma Barata Pamulang tidak diperkenankan untuk nongkrong atau berada lama-lama di sana. Kecuali pada hari Sabtu Wage malam hari, dimana pengurus Ranting Pamulang menggelar Wagean dengan pemutaran rekaman ceramah Bapak atau Ibu Rahayu, Latihan bersama dan ramah-tamah yang diwarnai dengan makan malam secara prasmanan. Itupun dibatasi hanya hingga jam 23.00.

P.S.: Postingan ini untuk menjawab demikian banyaknya pertanyaan dari anggota Subud di berbagai daerah dan negara mengenai jadwal Latihan di Subud Ranting Pamulang.


Latihan at the Pamulang Subud Group

I started doing the Latihan Kejiwaan routinely at the Pamulang Subud Group on December 14, 2022. From that date onwards, every Wednesday and Saturday night I ride my motorbike from my house in Pondok Cabe to Wisma Barata Pamulang, at Jl. Wisma Barata No. 39, West Pamulang, South Tangerang, a distance of 6.9 kilometers (4.2 miles).                     

The quiet atmosphere of Wisma Barata makes me feel delighted to visit it for my weekly routine Latihans, so to get that atmosphere I often arrive an hour earlier than the Latihan time. The tasty aromatic black coffee is already available on the table on the terrace of Bapak’s house. It is said that the coffee has been legendary for more than 15 years, and uniquely, no one knows, not even Ibu Rahayu’s household assistants, what the brandname of the coffee is.

Latihans in Pamulang is done simultaneously for men and women, in two different places. On Wednesdays at 8 to 9 p.m. Western Indonesia Time with men at Bapak’s House, while women at the Pendopo; and on Saturdays at 20.00 to 21.00 WIB with men at the Pendopo and women at Bapak’s House.

The location of the Pamulang Subud Hall can be found on Google Maps. Here is the link: https://maps.app.goo.gl/tnW1wwLV1zzJPcnU9?g_st=aw

There is a space for car and motorcycle parking in the Wisma Barata area. Because it is a residential area, Subud members who do Latihan at Wisma Barata Pamulang are not allowed to hang out or stay there for long after Latihan hours. Except on Wage Saturday evenings, where the Pamulang Group committee holds Wagean with the playing of a recording of talks by Bapak or Ibu Rahayu, group Latihans and a friendly gathering enlivened by a buffet dinner. Even then it is limited to 11 p.m.

P.S.: This post is to answer the inquiries from Subud members in various regions in Indonesia and countries regarding the Latihan schedule at Pamulang Subud Group.©2025


Pondok Cabe, Tangerang Selatan, 4 Mei 2025

Stasiun Tua Saksi Bisu LDR

 

Tampak depan Stasiun Wonokromo pada 21 Juni 2020. Foto dibuat oleh Rizal Febri Ardiansyah.

AKHIR bulan Januari 1994, dimulailah karir hubungan jarak jauh atau long-distance relationship (LDR) saya dengan Arek Suroboyo yang kini telah menikah dengan saya selama hampir 28 tahun. Meski menyetujui, tak pelak kedua orang tua saya sempat menggerutu.

Kok jauh sekali? Nggak kasihan kamu sama Mama kalau nanti lamaran?” keluh ibu saya. “Apakah nggak ada cewek lagi di Jakarta sampai harus jauh-jauh ke Surabaya?” kata ayah saya. Itulah reaksi kedua orang tua saya ketika saya umumkan ke beliau-beliau perihal jadiannya saya dengan Nana, arek Tanjung Perak, Surabaya.

Tidak pernah terbayangkan oleh saya bahwa saya bakal melakukan LDR. Ketika menyatakan cinta ke dia, tidak pula saya pertimbangkan jarak jauhnya. Mungkin karena cinta itu buta, jarak lebih dari 780 km dari rumah orang tua saya di Jl. Pondok Jaya VII, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, ke rumah calon mertua saya di Jl. Ikan Mungsing VI, Krembangan, Surabaya Utara, terasa dekat sekali.

Karena fobia terbang, dan juga karena saya pehobi kereta api, maka kereta apilah yang mendekatkan jarak rindu kami. Selama pacaran tiga tahun dan delapan bulan, KA Jayabaya Selatan menjadi tunggangan saya. Ada yang tanya mengapa saya tidak memilih kereta api yang lewat Lintas Utara Jawa, yang terminusnya di Stasiun Surabaya Pasarturi yang notabene dekat dengan rumah pacar saya? Dan ketika naik KA Jayabaya Selatan pun saya turun di Stasiun Wonokromo, bukan di Stasiun Surabaya Kota (Semut) yang juga relatif dekat dengan rumahnya.

Alasannya, karena Stasiun Wonokromo dekat dengan Terminal Joyoboyo, dari mana berangkat bemo-bemo alias angkot menuju rumah famili saya di Pabean, Sedati, di Kabupaten Sidoarjo, dan juga ke Real Estate Wisma Waru Indah (Rewwin), juga di Sidoarjo, di mana rumah famili saya lainnya berlokasi. Di kedua rumah itu secara bergantian saya menginap selama saya mengapeli pacar saya.

Kereta api yang saya tumpangi dari Jakarta biasanya tiba di Stasiun Wonokromo (kode: WO) saat dini hari, sekitar jam dua pagi. Biasanya, saya keluyuran dulu di sepanjang peron WO atau duduk beristirahat di ruang tunggunya. Kadang saya keluar dari areal stasiun untuk mencari sarapan. Ada warung kopi yang menyediakan nasi dan aneka lauk dan ibu-ibu penjual pecel di muka bangunan utama Stasuin Wonokromo. Di situ saya akan mengisi perut, menyeruput kopi, sambil menunggu matahari terbit. Lalu saya akan menyeberangi jalan menuju sisi jalan dimana angkot berbodi hijau tujuan Sidoarjo telah berjejer.

Lalu lintas kereta api di Stasiun Wonokromo cukup ramai, dari pagi hingga dini hari, sehingga bagi saya nongkrong sendirian di peronnya ketika hari masih gelap tidak mengkhawatirkan. Stasiun Wonokromo menjadi saksi bisu seorang bucin yang rela LDR demi cinta.

Mulai beroperasi pada 16 Mei 1878 sebagai bagian dari jalur kereta api pertama yang menghubungkan Surabaya dan Pasuruan, Stasiun Wonokromo dibangun oleh Staatsspoorwegen (SS), perusahaan kereta api milik pemerintah kolonial.

Meskipun kini merupakan salah satu dari empat stasiun besar di wilayah Kota Surabaya, Stasiun Wonokromo tidak mencantumkan identitas “Surabaya” pada namanya, sebagaimana Stasiun Surabaya Gubeng (SGU), Stasiun Surabaya Kota (SB), dan Stasiun Surabaya Pasarturi (SBI). Ini kemungkinan karena semasa Hindia Belanda Wonokromo tidak masuk wilayah Kota Surabaya, melainkan di Distrik Jabakota. Istilah Jabakota digunakan untuk menyebut wilayah terluar yang menjadi bagian pengawasan, yang dahulu terletak di sekitar Wonokromo.

Ketika baru diresmikan, bangunan Stasiun Wonokromo masih sangat sederhana, karena fungsinya hanya untuk menunjang penyaluran hasil perkebunan dari daerah sekitar Surabaya, seperti Pasuruan, sebelum dikapalkan melalui pelabuhan Tanjung Perak ke Eropa. Tahun 1894, Stasiun Wonokromo menjadi stasiun persilangan yang besar, yang terhubung dengan jalur kereta api Surabaya-Solo yang selanjutnya menyambung ke Batavia.

Ketika kilang minyak Wonokromo dibangun pada tahun 1889 pasca ditemukannya minyak di daerah konsesi Jabakota oleh De Dordtsche Petroleum Maatschappij (1887) dan menghasilkan minyak pelumas juga, Stasiun Wonokromo kian ramai karena digunakan sebagai stasiun untuk mendistribusikan hasil minyak dan pelumas ke sejumlah daerah.

Seiring perjalanan waktu, Stasiun Wonokromo tidak lagi hanya digunakan untuk mendistribusikan hasil perkebunan maupun minyak, namun juga menjadi tempat naik-turunnya penumpang kereta api. Untuk itu, pada tahun 1901, bangunan stasiun yang sederhana dirombak dan diperluas, lalu pada tahun 1918 dilakukan renovasi Stasiun Wonokromo dengan langgam arsitektur yang bisa kita saksikan sekarang ini.

Dewasa ini, Stasiun Wonokromo merupakan pintu menuju ke pusat kota Surabaya dari arah selatan. Kereta api-kereta api kelas Ekonomi dan komuter mendominasi kesibukan stasiun ini. Selain itu, WO telah ditetapkan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya sebagai bangunan cagar budaya (BCB) sesuai dengan Surat Keputusan Walikota Surabaya No. 188.45/504/436.1.2/2013, dan pihak PT Kereta Api Indonesia (Persero) telah melengkapi plakat yang dipasang oleh Pemkot Surabaya dengan membuat prasasti yang diletakkan di bawah plakat, yang mempertegas bahwa bangunan Stasiun Wonokromo ini merupakan bangunan bersejarah milik PT KAI yang dilindungi oleh Undang-Undang Cagar Budaya.©2025

 

Pondok Cabe, Tangerang Selatan, 4 Mei 2025

Wednesday, April 30, 2025

Berkah Sampah

MELENGKAPI program “Siapa Aku?”, pada 5 Mei 2024 lalu Subud International Cultural Association (SICA) Indonesia meluncurkan 14 komunitas yang dimaksudkan sebagai wadah bagi anggota Subud Indonesia untuk menyelami atau menggali bakat mereka atau menemukan jatidiri mereka, yang pada gilirannya bisa di-enterprise-kan. Komunitas-komunitas itu menawarkan berbagai bidang yang dapat diikuti anggota sesuai kesukaannya masing-masing, dan grup-grup WhatsApp dibuat untuk masing-masing komunitas dimana anggota dapat berbagi pengetahuan atau pengalaman dalam mempraktikkan bidang khas mereka dengan bimbingan Latihan. Masing-masing komunitas juga mengadakan workshop daring atau luring untuk memperkuat kapasitas atau kompetensi anggota dalam bidang-bidang yang mereka pilih.                    

Tujuan lainnya dari pengadaan komunitas-komunitas ini adalah untuk menjembatani Subud dengan masyarakat pada umumnya, memberi kebermanfaatan yang lebih signifikan dari hadirnya Subud. Seperti dinyatakan oleh Ibu Ismana Haryono kepada saya pada tahun 2012 lalu, “Jangan jadi jago kandang. Pergilah keluar, bergiat dengan masyarakat.” “Jago kandang” adalah kiasan dalam Bahasa Indonesia yang mengacu pada “seseorang yang hanya berani atau hanya hebat di lingkungannya sendiri”.

Salah satu dari komunitas-komunitas itu adalah Semesta Bhumi Raya, sebuah komunitas yang menghimpun para anggota Subud Indonesia yang memiliki kepedulian pada pelestarian lingkungan. Komunitas ini diketuai oleh seorang anggota wanita grup Subud Jakarta Selatan yang sedang menyusun disertasi doktornya dalam Kajian Ilmu Lingkungan di Universitas Leiden, Belanda. Di bawah kepemimpinan Sekar Mira, begitu namanya, komunitas Semesta Bhumi Raya (SBR) telah menggelar sejumlah kegiatan yang inovatif untuk mengedukasi masyarakat, baik di lingkungan Subud maupun di luar Subud, dalam pengelolaan lingkungan.

Program-program kegiatan SBR sejalan dengan tren yang sedang berkembang di Indonesia saat ini, yaitu maraknya kepedulian terhadap keberlanjutan lingkungan yang melibatkan kalangan anak muda. Pemerintah Indonesia sendiri sudah mencanangkan gerakan Mitigasi dan Adaptasi terhadap Perubahan Iklim sejak lebih dari 15 tahun lalu, yang pemerintah harapkan dapat diimplementasi semua warga masyarakat dengan sokongan dari swasta atau lembaga swadaya masyarakat. Pelaksanaannya mengambil berbagai bentuk, antara lain pengelolaan sampah rumah tangga melalui bank sampah.

Bank sampah merupakan solusi Indonesia untuk mengatasi masalah sampah sekaligus menerapkan konsep ekonomi sirkular (sebuah alternatif untuk ekonomi linier tradisional (buat, gunakan, buang) di mana pelaku ekonomi menjaga agar sumber daya dapat dipakai selama mungkin, menggali nilai maksimum dari penggunaan, kemudian memulihkan dan meregenerasi produk dan bahan pada setiap akhir umur layanan). Bank sampah bermanfaat bagi keberlanjutan masyarakat dan alam. Bank sampah merupakan konsep pengumpulan dan pemilahan sampah padat yang melibatkan sistem seperti perbankan, namun yang ditabung bukanlah uang melainkan sampah. Para penabung yang juga disebut nasabah mendapatkan buku/kartu tabungan dan dapat meminjam uang yang nantinya akan dikembalikan dengan sampah padat senilai uang yang dipinjam. Sampah yang dititipkan nasabah akan ditimbang dan dinilai dengan sejumlah uang, kemudian sampah tersebut akan dijual ke pabrik atau agen daur ulang atau bisa juga diserahkan ke agen upcycling setempat untuk diolah.

Beberapa manfaat bank sampah yang patut dipertimbangkan antara lain (1) pengelolaan sampah yang efisien; (2) pendapatan tambahan bagi masyarakat; (3) mengurangi pencemaran lingkungan; (4) mendorong praktik ramah lingkungan di masyarakat; (5) kesehatan masyarakat yang lebih baik; dan (6) mendorong inovasi dan kreasi.

Bank sampah yang dirintis SBR, salah satu komunitas binaan SICA Indonesia, diluncurkan pada 27 April 2025, yang ditandai dengan pengguntingan pita oleh Ibu Ismana Haryono. Menyandang nama “Berkah Sampah”, bank sampah SBR ini masih bersifat semi bank sampah, yaitu baru menjadi perantara penyaluran sampah kering yang disumbangkan para penghuni Wisma Subud Cilandak dan kampung-kampung di sekitarnya. Petugas bank sampah SBR akan memilah sampah tersebut sesuai sifatnya, lalu membawanya ke bank sampah murni atau agen daur ulang terdekat. Uang yang diperoleh dari penjualan sampah akan digunakan untuk mendukung kegiatan-kegiatan SBR, termasuk membayar upah mereka yang menjalankan Berkah Sampah sehari-hari.

 


Menurut informasi yang saya peroleh dari salah satu sponsor Berkah Sampah, bank sampah SBR ini akan segera memperoleh mesin pencacah sampah, yang dapat digunakan untuk membuat biomassa. 


Sekretariat Berkah Sampah masih berupa tenda yang didirikan di lahan kosong di dalam kompleks Wisma Subud Cilandak, yang merupakan milik keluarga Des Tombe. Roderick des Tombe hadir pula saat peresmian Berkah Sampah dan membawa pula satu goodie bag berisi sampah rumah tangga berupa botol-botol plastik. Yayasan Subud, sebagai pengelola Wisma Subud Cilandak, menyumbang meja untuk keperluan sekretariat tersebut. Untuk mengedukasi tim SBR dalam pengoperasian bank sampah, tiga anggota Subud Jakarta Selatan yang telah berpengalaman dalam bank sampah menyumbangkan waktu dan tenaga mereka.

 



Ke depannya, diharapkan Berkah Sampah dapat lebih mengoptimalkan kinerjanya dalam menciptakan berkah dari sampah yang disumbangkan masyarakat, serta programnya direplikasi oleh grup-grup Subud lainnya di seluruh Indonesia.©2025


Pondok Cabe, Tangerang Selatan, 30 April 2025

Sunday, April 27, 2025

Dari Teman Facebook ke Saudara Subud

SEBUAH foto muncul di Kenangan Facebook saya, bertanggal 27 April 2014. Menampilkan momen pertemuan saya dengan teman Facebook yang kemudian menjadi saudara Subud di Stasiun Bandung, sekitar satu jam sebelum pemberangkatan KA Parahyangan yang akan membawa saya dan istri balik ke Jakarta.

Perkenalan saya dengan Andy (bukan nama sebenarnya) unik. Tadinya, dia memusuhi saya karena cewek yang dia taksir malah dekat dengan saya. Kami sama-sama kenal si cewek via FB, tapi saya pernah kopdar dengan si cewek.

Andy terus menerus menjelek-jelekkan saya ke si cewek, tapi si cewek bergeming. Sampai akhirnya si cewek masuk Subud, Andy bukan saja menjelek-jelekkan saya tetapi juga Subud. Saya tak pernah menanggapi aksi Andy. Mungkin karena itu, suatu ketika Andy mengirim Permintaan Pertemanan ke akun FB saya, dan saya Terima.

Sikap dia mulai berubah positif, sering memberi komentar yang menyejukkan kepada postingan-postingan saya. Suatu hari, dia menanyakan alamat rumah saya karena dia ingin mengirim paket ke saya. Paket berisi album foto. Jadi, Andy, sebelum pindah ke rumahnya saat ini di Cimahi, bertempat tinggal bersama ibunya di kompleks rumah dinas pegawai PT Kereta Api Indonesia (Persero) di kawasan dekat Stasiun Bandung. Kompleks itu digusur ketika KAI dipimpin Ignasius Jonan, dan para penghuninya, yang bukan pegawai KAI melainkan orang tua mereka yang sudah meninggal, harus mencari tempat tinggal lain.

Saat bersiap-siap pindah rumah, Andy membersihkan gudang dengan memilah barang-barang yang akan dia bawa atau harus dia buang. Di antara barang-barang itu terdapat dua album foto milik ayahnya yang dahulu pegawai Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA). Foto-foto kuno perkeretaapian Indonesia hasil jepretan kamera ayahnya Andy maupun fotografer-fotografer lain serta kliping dari majalah perkeretaapian lama Indonesia ada dalam dua album foto itu. Andy berkata ke saya melalui FB Messenger, “Mau saya buang tapi sayang. Ini kenangan almarhum ayah saya. Tapi saya simpan juga tidak ada gunanya. Lantas saya berpikir, siapa kira-kira yang cocok untuk saya kasih album itu. Saya teringat Mas Anto kan hobi kereta api, saya lihat postingan kereta apinya di Facebook keren-keren. Makanya saya mau kirim album itu ke Mas Anto saja.”

Jadilah, Andy memaketkan dua album foto perkeretaapian itu ke saya. Dua pegawai Unit Pelestari Sejarah dari KAI sempat datang menemui saya untuk menawar album-album itu dengan nilai nominal yang tinggi, tapi saya tidak mau menyerahkannya ke KAI, karena saya merasa mendapat amanat dari Andy untuk menyimpan kenangan ayahnya itu. Satu pegawai KAI melihat postingan saya mengenai album-album itu di Beranda FB saya dan berminat ingin membelinya dari saya.

Yang lebih menakjubkan adalah ketika Andy menyatakan ingin masuk Subud. Saya tanya mengapa dia ingin masuk Subud. “Belum pernah saya menjumpai orang yang begitu berdedikasinya kagum pada hobinya seperti Mas Anto,” katanya. Saya sulit mempercayainya, tapi ya sudahlah.

Andy memanfaatkan peluang saat harus menemani kakaknya di Jakarta, dengan ngandidat di Wisma Subud Cilandak. Saat itu, saya belum pernah bertatap muka dengan Andy. Bahkan selama dia ngandidat tiga bulan hingga dibuka, belum sekali pun kami bertemu. Kami baru bertemu secara fisik beberapa bulan setelah dia dibuka, dan kejadiannya unik: Saat saya sedang Latihan di Hall Besar Cilandak pada Minggu siang, tiba-tiba badan saya dipeluk erat oleh seseorang selama beberapa saat.

Usai Latihan, dan saat mengambil tas saya di rak dekat pintu akses Hall, seseorang, kurus dan berkaca mata serta bertopi merah, dengan senyum lebar menghampiri saya dan serta-merta memeluk saya dengan erat. Saya sudah familiar dengan sosoknya, karena sering saya lihat di akun Facebooknya. Saya merasakan getaran kebahagiaan memancar dari diri orang itu. Dia kemudian memperkenalkan dirinya, “Saya Andy, Mas Anto. Aduuh, akhirnya saya ketemu juga dengan Mas. Maafkan saya, tadi saking senangnya saya peluk Mas pas lagi Latihan. Saya dimarahi tuh sama Pak Ridwan Umar ((Pembantu Pelatih Daerah Jakarta Selatan saat itu), ‘Heh! Orang Latihan jangan dipeluk-peluk!’.”©2025


Pondok Cabe, Tangerang Selatan, 27 April 2025

Wednesday, April 23, 2025

Mendekati Orang Lain

TAHUN 2001, sebagai creative director sebuah biro iklan di Surabaya, saya memimpin tim kreatif membuat iklan televisi (TV) untuk minyak goreng berlabel “Ikan Mas”. Klien kami adalah pasangan suami-istri pemilik perusahaan produsen minyak goreng di kawasan Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER). Delapan kali konsep kreatif yang kami ajukan ditolak. Yang kesembilan, strategi kreatifnya saya ganti: Menampilkan seorang ibu yang membuat masakan istimewa kesukaan anak-anaknya dengan minyak goreng spesial yang aroma dan rasanya familiar di keluarganya.

Pemikiran ini bertitik tolak dari keberadaan istri pemilik perusahaan, seorang wanita anggun mantan pramugari maskapai penerbangan Jerman dan ibu dari dua anak yang telah beranjak dewasa. Sosok beliau yang keibuan menginspirasi kami.

Iklan TV berdurasi 30 detik itu hanya berisi adegan ibu di dapur, ibu menghidangkan makanan di meja dan anak-anaknya yang sudah dewasa satu per satu pulang ke rumah masa kecil mereka, berkumpul dan makan bersama sang Ibu, dilatari ilustrasi musik Bunda (Melly Goeslaw/Potret). Istri pemilik perusahaan minyak goreng itu sangat terkesan dengan konsep yang saya ajukan, dan langsung menyetujuinya. Saya mempresentasikan papan cerita (storyboard) dan memperdengarkan lagu Bunda dari tape yang kami bawa serta ke kantor klien.

Moral of the story: Dekati orang lain dengan menjunjung cara hidup mereka, alih-alih menggurui mereka dengan apa yang Anda anggap benar.©2025


Pondok Cabe, Tangerang Selatan, 24 April 2025

Monday, April 21, 2025

Tingkatan Hati (Surat Prio Hartono Kepada Michael Rogge)

 




SAYA menemukan surat dua halaman yang ditulis tangan oleh Prio Hartono ini di buku memoar Michael Rogge, Leven Met Subud (Hidup Dengan Subud). Meskipun merupakan surat pribadi, isinya mengandung nasihat Bapak kepada anggota (dalam hal ini, Rogge) mengenai kejiwaan. Ijsbrand C. Rogge (atau Michael Rogge) adalah orang Barat pertama yang dibuka di luar Indonesia, oleh Husein Rofé. Hingga akhir hayatnya pada tahun 2023, pada usia 95 tahun, Rogge tinggal sendirian di apartemennya di luar kota Amsterdam, Belanda. Berkat hobinya dengan kamera foto dan film, ia telah menghasilkan dokumenter-dokumenter mengenai kehidupan Bapak dan tentang keadaan Indonesia pada umumnya.

 

Dengan bantuan kaca pembesar dan Optical Character Recognition (OCR) daring, saya dapat menyalin tulisan tangan yang sulit dibaca ini.

 

Isi suratnya:

 

Djakarta, 1 – 9 – ‘55

 

Kepada

Jth. Sdr. J.C. Rogge

di Nederland

Sdr. Rogge,

Baru sekaranglah kiranja saja berkesempatan menulis surat kepada sdr. Hal ini disebabkan karena udjian2 sekolah jg harus saja hadapi. Sjukurlah bahwa itu semua telah dapat saja atasi, dan pd tgl 8 Agustus jang lalu saja telah berhasil menamatkan peladjaran saja dgn mendapat gelar Meester in de Rechten. Malam ini kami sedang memperingati hari ke-40 wafatnya Mas Harjadi. Surat ini saja tulis setelah pulang berselamatan di Djl. Djawa.

Bagaimanakah keadaan Sdr. di Nederland? Mudah2an dalam keadaan sehat wal’afiat.

Pada tgl 19 Juni 1955 saja telah dianugerahi lagi seorang Putera, dan oleh Pak Soeboeh diberi nama Handojo.

Bagaimanakah halnja dengan latihan kedjiwaan Sdr.?

Setelah selesai beladjar, saja merasa lebih madju dalam latihan saja.

Pada malam saja hampir menjelesaikan peladjaran saja, Pak Soeboeh ada memberi keterangan [kurang lebih] sebagai berikut:

“Nak Hartono ini sedang mengalami krisis/udjian. Pada waktu ini nak sedang dalam phase “hati pinter”; peladjaran jg mestinja diselesaikan dalam 5 bulan, dapat difahaminja dalam waktu 2 minggu. Tetapi bagus hal jg demikian diterima dgn tenang sadja. Ada djuga orang jg lalu merasa sombong, mengaku pinter sendiri kalau menerima kepandaian jg demikian. Kalau orang mendjadi mabok karena kepandaiannja, sehingga melupakan “Jang memberi kepandaian” kepadanja, jaitu “Tuhan”, maka djatuhlah ia dalam udjiannja. Nak telah mengalami krisis demikian lebih dari 1 tahun. Krisis hati melalui 7 phasen, jaitu 1: Phase 'hati bodoh', 2: Phase 'hati bimbang', 3: Phase 'hati gembira', 4: Phase 'hati penelangsa' (sedih), 5: Phase 'hati pinter' (pandai), 6: Phase 'hati waspada' (tahu membedakan mana jg baik dan mana jg tidak, 7: Phase 'hati wening' = bersih, tidak ada siapa2 jg dipikirkan, melainkan Tuhan.”

Demikianlah keterangan Bapak jg mungkin perlu djuga sdr. ketahui. Kenjataan bahwa Bapak telah suka mengatakan demikian pada saja, menjebabkan saja mengambil kesimpulan bahwa udjian itu telah hampir selesai saja alami. Kesimpulan itu diperkuat lagi oleh kenjataan bahwa pada waktu saja mempeladjari mata peladjaran terachir, fikiran saja tidak setadjam lagi seperti pada waktu2 sebelum itu. Dan menurut theorie, setelah phase “hati pinter”, saja memasuki phase “hati waspada”; mudah2an sungguh demikian keadaannja.

Setelah selesai beladjar ini, oleh Pak Soeboeh saja diperintahkan untuk mengaso, karena meskipun badan saja telah sehat, tetapi belum mempunjai tjukup kekuatan untuk bekerdja setjara aktief. Saja telah mengadjukan permohonan pada Mahkamah Agung Republik Indonesia supaja dpt diangkat sebagai advocaat di Djakarta. Oleh Pak Soeboeh, nantinja saja akan ditempatkan sebagai penghubung (coordinator) dari usaha2 Subud jg nantinja akan digabungkan dalam suatu concern, dgn nama “Dharma Concern”. (Apakah sdr. djuga telah menerima surat edaran Pengurus Pusat mengenai usaha2 Subud?) dan pekerdjaan sebagai advocaat akan saja lakukan dgn sambil lalu, dus termasuk dalam urgensi ke-2. Sambil menunggu pengangkatan saja sebagai advocaat dan perintah2 Bapak lebih landjut, kini saja hanja mengerdjakan pekerdjaan Sekertariaat Pengurus Pusat, dan jg penting: terus-menerus latihan.

Surat ini meskipun bersifat privé, saja tulis diatas kertas resmi Pengurus Pusat, karena ada hubungannja dgn pembitjaraan kita di Djakarta dahulu. Bagaimanakah pendapat sdr. mengenai briefhoofd ini? Apakah sdr. masih berniat akan mentjetak briefhoofd Subud jg lebih baik di Nederland? Terutama matjam dan perbandingan (verbonding) huruf2nja saja rasa masih perlu diperbaiki.

Sekianlah dahulu, dan sampaikan salam saja untuk keluarga Rogge di Nederland.

Wassalam

[tanda tangan Prio Hartono]


Sunday, April 20, 2025

Negeri Kaya Nilai-Nilai Spiritual

 



BELAKANGAN, beredar banyak video Pak Harto (Presiden RI 1967-1998) memberi wejangan yang arif dan bijaksana. Saya tidak heran dengan hal itu.

Semasa kuliah di Jurusan Sejarah Fakultas Sastra/FS (sejak 2002 berganti nama menjadi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya/FIB) Universitas Indonesia, saya pernah mengambil matakuliah pilihan Filsafat Jawa, di Jurusan Sastra Jawa, yang diajar oleh seorang tua berpangkat militer dari TNI Angkatan Laut (Laksamana Pertama Purnawirawan). Beliau kabarnya penasihat spiritualnya Pak Harto.

Segala yang diajarkan dalam matakuliah tersebut tidak dapat saya cerna saat itu, terutama karena saya memang mengambilnya lantaran untuk “memadatkan” jumlah kredit semester saya saja. Namun, ketika kini saya melakukan retrospeksi dengan latar Subud saya, semuanya menjadi jelas. Budaya Nusantara memang sangat kaya akan nilai-nilai religi yang menghubungkan manusia dengan tatanan kehidupan dan pandangan dunia, serta nilai-nilai spiritual.

Kebijaksanaan spiritual Pak Harto sangat mumpuni. Itu karena fondasi mistikisme asli Nusantara beliau juga sangat kokoh, ditanamkan sejak kecil. Berbicara yang cerdas dan arif yang tergambar pada diri Pak Harto itulah hasil dari olah spiritual beliau.

Tetapi, bukan hanya Pak Harto yang seperti itu. Memperhatikan pikiran dan perkataan kakek dan ayah saya, yang bertempat tinggal di kaki Gunung Slamet di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, yang semasa hidup mereka merupakan kawasan yang kondusif untuk olah spiritual, saya yakin memastikan bahwa semua orang Indonesia tradisional memiliki kearifan spiritual yang semumpuni Pak Harto.

Saya bersyukur sekali ditakdirkan sebagai orang Indonesia.©2025

 

Pondok Cabe, Tangerang Selatan, 20 April 2025