KEBUDAYAAN tidak hanya mencakup seni atau kesenian. Dalam bahasa Indonesia, kata “budaya” berasal dari bahasa Sanskerta “buddhayah”, yang merupakan bentuk jamak dari kata “budhi” yang berarti “budi” atau “akal”. Ada pula dikatakan bahwa asal kata “budaya” adalah “budhi” (akal) dan “daya” (kekuatan); jadi “budaya” adalah perwujudan dari kekuatan akal manusia dalam segala bidang, tidak terbatas pada kesenian saja.
Budaya merupakan suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosial-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.
Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Di ranah Subud, kebudayaan mendapatkan nilai atau isi yang berbeda daripada kebudayaan pada umumnya, karena anggota Subud melahirkan kebudayaan sebagai “gerak hidup yang tertuntun oleh Latihan Kejiwaan”.
“Jadi, terang bahwa kabudayan dan kabudayaan itu hakikatnya adalah sesuatu daya, daya kekuatan hidup yang lahir, yang menampakkan, tapi asal dari jiwanya... Kita supaya dapat menunjukkan kabudayan asli yang kabudayan dari jiwa, sehingga pertunjukan itu bukan hanya menarik hati para penonton, tetapi menjadikan sehingga penonton itu insaf tentang hidupnya. Ini. Insaf tentang hidupnya. Jadi, walaupun melihat saja, walaupun mendengar saja, tapi dapat merubah kesalahan-kesalahan atau tindakan-tindakan yang salah yang dilakukan menjadi baik. Inilah kebudayaan.” (Bapak, 71 TJD 8)
Atas dasar semua inilah, SICA Indonesia meluncurkan komunitas-komunitas yang kegiatan-kegiatan para anggotanya mencakup bukan saja laku kesenian, tetapi juga yang “umumnya tidak dipandang sebagai laku budaya”, seperti memasak, kajian sejarah dan politik, penyayang hewan, traveling, dan pelestarian lingkungan hidup. Melalui komunitas-komunitas ini, para anggota Subud Indonesia dapat menemukan dan/atau menyalurkan bakat masing-masing melalui laku budaya sebagai gerak hidup yang tertuntun Latihan Kejiwaan.
Pada satu titik dalam proses penemuan tersebut, anggota dapat saja meng-enterprise-kan kebakatannya untuk kemaslahatan masyarakat luas. Inilah yang menjadi alasan utama mengapa di Subud Indonesia, lembaga SICA bergandengan tangan dengan SES.
Pengurus SICA dan SES Indonesia baru-baru ini melakukan kunjungan ke Bandung, ibukota Provinsi Jawa Barat, dan kota tetangganya, Cimahi, sekaligus menghadiri Musyawarah Wilayah yang diselenggarakan Komisariat Wilayah IV Subud Jawa Barat. Berangkat dari Wisma Subud Cilandak pada siang hari, 24 Mei 2024, enam anggota pengurus SES-SICA Indonesia serta satu pembantu pelatih menempuh perjalanan bermobil selama sekitar tiga setengah jam.
Pertama, kami mendatangi Cabang Bandung Selatan, yang hanya
dihadiri oleh empat anggota dan satu pembantu pelatih (dari sekitar 30 anggota
cabang tersebut), karena anggota-anggota lainnya sedang bersiap-siap untuk
menghadiri Muswil Komwil IV Jawa Barat keesokan harinya. Bagaimanapun, kelima
anggota cabang tersebut menunjukkan minat yang sangat besar dan kuat atas apa
yang kami tawarkan—terutama karena mereka baru paham mengenai “kebudayaan Subud”
yang bukan sekadar kesenian belaka. Satu anggota Cabang Bandung Selatan
menyatakan kesediaannya untuk menjadi perwakilan SES-SICA di cabangnya, yang akan
meneruskan penyebarluasan program komunitas SICA.
Meninggalkan Cabang Bandung Selatan pada tengah malam, kami
selanjutnya mengunjungi Kelompok Cilengkrang di Bandung Timur. Kelompok ini
memang terbiasa melakukan Latihan tengah malam, sehingga kedatangan kami
disambut secara luar biasa. Dalam gathering
yang digelar pasca Latihan bersama dan makan (tengah) malam, kedua ketua
SES-SICA mempresentasikan program-program pemberdayaan dan keberdayaan anggota
dalam kebudayaan maupun enterprise.
Kelompok Cilengkrang juga menyambut baik tawaran SES-SICA Indonesia.
Setelah gathering
semalam suntuk di Cilengkrang, dan menyisakan waktu tidur yang relatif singkat,
yang ajaibnya tidak membuat kami lelah dan mengantuk, kami meluncur ke sebuah
hotel resort di sebelah utara
Bandung, dimana Muswil Komwil IV Jawa Barat diselenggarakan selama dua hari
(25-26 Mei). Kedua ketua SES-SICA Indonesia masing-masing mendapatkan slot
waktu di hari kedua untuk mempresentasikan program “kebudayaan yang di-enterprise-kan” berbasis komunitas,
masing-masing selama sepuluh menit.
Meninggalkan lokasi Muswil Komwil IV Jawa Barat pasca
penutupan acara, kami, para pengurus SES-SICA Indonesia pergi menuju Cabang
Cimahi. Cimahi adalah sebuah kota yang terkurung daratan yang berlokasi sebelah
barat kota Bandung yang lebih luas, dan termasuk kawasan Bandung Raya. Kami
disambut oleh ketua cabang, tiga anggota (yang datangnya bergantian), dan satu
pembantu pelatih. Sedikitnya anggota cabang yang hadir dikarenakan sebagian
besar anggota cabang baru saja menghadiri Muswil seperti halnya kami.
Selama ini, di Cabang Cimahi tidak ada perwakilan SICA, karena
mereka memiliki anggapan yang keliru, bahwa kebudayaan merupakan suatu kegiatan
berbiaya besar lantaran mereka menganggap kebudayaan hanya kesenian belaka,
yang menuntut mereka harus membentuk kelompok tari, musik atau paduan suara.
Setelah mendapatkan penjelasan mendetail dari kedua ketua SES-SICA Indonesia,
Cabang Cimahi baru bangkit kesadaran sekaligus semangatnya untuk melaksanakan
program “Kebudayaan yang Di-enterprise-kan”
berbasis komunitas. “Ini hal baru buat kami, dan benar-benar menarik!” komentar
pembantu pelatih cabang tersebut.
Cimahi menjadi tujuan akhir kami, dan setelah Latihan bersama serta makan malam, pada pukul 21.00 kami berpamitan untuk pulang ke Jakarta, dan berjanji akan kembali lagi setelah grup tersebut melaksanakan program dari SES-SICA Indonesia.
Direncanakan dalam waktu dekat ini, menyambut peringatan ulang
tahun ke-123 Bapak, para anggota pengurus SES-SICA Indonesia akan berkeliling
Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Jawa Timur, untuk menyebarluaskan
gagasan “Kebudayaan yang Di-enterprise-kan” ke 14 cabang yang ada di Komisariat
Wilayah V dan VI.©2024
Pondok Cabe, Tangerang Selatan, 30 Mei 2024