SALAH satu pukulan
terberat yang menghantam hidup saya selama ini adalah pengkhianatan dan
kecurangan yang dilakukan empat saudara SUBUD saya dalam berbisnis. Saya tidak
perlu merincinya dalam tulisan kali ini, karena tidak ada gunanya, hanya
menimbulkan tanda tanya orang awam terhadap manfaat dari Latihan Kejiwaan yang
dilakoni para anggota SUBUD, dan karena saya sudah memaafkan mereka serta
membuang semua ingatan tentang kejadian itu ke laut.
Saya memulai
sebuah perusahaan konsultan branding
pada akhir tahun 2010, didorong dan disemangati oleh seorang saudara sejiwa
yang berstatus pembantu pelatih di PPK SUBUD Cabang Jakarta Selatan, yang sudah
saya anggap kakak saya sendiri. Bersama dia, istri saya, dan tiga orang saudara
sejiwa lainnya, saya menginvestasikan uang saya sebagai modal awal usaha. Tidak
besar, hanya Rp 10 juta. Tetapi jumlah itu belum termasuk dana yang saya dan
istri gulirkan selama menjalankan usaha. Total, Rp 1,5 miliar saya investasikan
dalam bisnis ini.
Saya tidak tahu
menahu tentang cara menjalankan usaha, ketika saya mengawali firma konsultan branding tersebut. Saya hanya
bermodalkan keberanian dan tekad untuk berusaha. Saya mengikuti pesan Bapak
Muhammad Subuh Sumohadiwidjojo, pendiri Perkumpulan Persaudaraan Kejiwaan
Susila Budhi Dharma (SUBUD), yang seringkali menganjurkan anggota SUBUD agar ber-enterprise, supaya masing-masing
menemukan kebakatan pribadinya, mengejawantahkan Latihan Kejiwaan dalam
kehidupan sehari-hari, menyaksikan sendiri bekerjanya bimbingan Tuhan Yang Maha
Kuasa dalam pikiran dan perasaan, perkataan dan perbuatan kita saat berkarya
untuk kemaslahatan hidup.
Di samping uang Rp
10 juta sebagai modal awal usaha (digabung dengan dana dari masing-masing dari
keempat pesaham lainnya), saya telah mengantongi 16 tahun pengalaman sebagai copywriter, pengarah kreatif, dan
perencana strategis di sejumlah biro iklan dan firma kehumasan, di Jakarta dan
Surabaya. Pengalaman ini justru yang memainkan peran vital dalam melancarkan
jalannya perusahaan, selain jejaring klien yang telah saya bangun selama ini.
Bersama satu orang perancang grafis, saya dan istrilah yang pontang-panting
menjalankan usaha ini. Karena hanya kami yang memahami seluk-beluk industri
ini.
Mulai berjalan pada
akhir tahun 2010, usaha kami lakoni awalnya di garasi rumah orang tua saya.
Saya sangat excited, mengingat banyak
sekali bisnis-bisnis menjadi besar ketika dimulai dari garasi. Matari
Advertising, Apple Inc., dan Microsoft, adalah beberapa brand korporasi yang bermula di garasi. Pada tahun-tahun pertama,
meski merangkak, usaha dapat berjalan dengan baik. Setiap proyek yang kami
tangani memberi kami pelajaran baru tentang industri komunikasi pemasaran dan
korporat, yang membuat perusahaan kami akhirnya memiliki pondasi yang kokoh
untuk bertahan selamanya.
Nyatanya, tidak
demikian. Setelah berjalan satu setengah tahun, dan mulai tampak “duit gede”
mengalir ke dompet perusahaan, keempat pesaham lainnya, yang bekerja tidak
sekeras—bahkan tidak sama sekali—kami, mulai mengincar bagian masing-masing.
Tentu hal ini mengusik ketenangan kami yang notabene menjalankan perusahaan
sehari-hari, tanpa digaji—karena dibohongi oleh salah satu pesaham, seorang
praktisi perdagangan valuta asing, bahwa direksi yang berasal dari pesaham
tidak perlu digaji.
Puncaknya,
perusahaan tersebut terpaksa pecah kongsi. Bukan dengan baik-baik, melainkan
dengan tindakan-tindakan kekerasan fisik dan mental, yang sempat membuat saya
dan istri jatuh sakit. Yang paling menyakitkan adalah kenyataan bahwa keempat
pesaham yang mencurangi saya dan istri itu adalah saudara-saudara SUBUD kami
sendiri. Saya dan istri sulit move on
gegara kejadian ini.
Puji Tuhan,
seorang pembantu pelatih senior dari PPK SUBUD Cabang Surabaya datang ke
Jakarta di saat saya membutuhkan pendampingan seorang pembantu pelatih. Jiwa
saya serasa remuk oleh kejadian tersebut, saya sulit menerima kenyataan itu,
dan terus-menerus merasa dihantam oleh pertanyaan paling mendasar: Mengapa
Tuhan membiarkan hal ini terjadi dan mengapa orang-orang yang sudah menerima
Latihan Kejiwaan tega melakukan hal keji itu.
Dari pembantu
pelatih senior asal Cabang Surabaya itu—yang sudah saya anggap ayah
sendiri—saya mendapatkan audio, video, dan transkrip ceramah Bapak Subuh
sebesar 60 gigabyte, untuk saya
dengarkan atau baca dengan rasa diri yang tenang. “Rahasianya ada di situ
semua!” kata Pak Yanto, pembantu pelatih sepuh itu kepada saya, usai mengkopi
60 Gb ceramah Bapak ke external harddisk milik
saya dari laptop milik beliau.
“Rahasia apa,
Pak?” tanya saya.
“Rahasia hidup Mas
Anto, rahasia tentang bimbingan Tuhan, rahasia tentang bekerjanya hidup dan
kehidupan kita. Saya sudah menemukannya,” jawab Pak Yanto dengan suara yang
kalem.
“Apa rahasia yang
Pak Yanto temukan?” tanya saya lagi, penasaran. Ada satu sisi pada diri saya
yang merasa enggan bila harus membaca atau mendengarkan ceramah sebanyak itu.
“Yang saya temukan
adalah rahasia untuk hidup saya sendiri. Yang harus Mas Anto temukan adalah
rahasia untuk hidup Mas Anto sendiri. Tiap orang beda lho rahasianya,” pungkas Pak Yanto.
Dengan tekad kuat
untuk menemukan rahasia itu—yang saya pikir dapat menjadi solusi bagi masalah
yang sedang saya hadapi saat itu—saya mulai menonton video, mendengarkan audio
rekaman, atau membaca transkrip dari ceramah-ceramah Bapak Subuh. Pada satu
titik selama periode itu, saya menemukan rahasianya. Rahasia untuk saya
sendiri, yang hanya saya yang dapat memahaminya, karena sesuai dengan kebutuhan
jiwa saya.
Rahasianya
terletak pada sikap diri yang sabar, tawakal, dan ikhlas. Dengan bersabar, saya
akan menyerahkan atau mewakilkan (akar kata “tawakal”) masalah saya kepada
Tuhan, dan dengan begitu saya bisa ikhlas. Saat ketiga hal itu berpadu, saat
itulah saya memasuki kondisi “kosong tapi penuh”, berserah diri kepada
kehendakNya. Dan saat itu pula, semua yang ingin saya ketahui akan mengisi diri
saya. Tiba-tiba saja saya paham, tiba-tiba saja saya mengerti. BimbinganNya
kuat dan jernih hanya ketika saya bersabar, bertawakal, dan ikhlas.
Itulah yang kemudian
saya praktikkan dalam hidup saya selanjutnya. Perintah pertama yang saya terima
adalah untuk memaafkan diri sendiri atas apa yang terjadi. Yang terjadi adalah
perbuatan keji oleh empat saudara SUBUD saya. Saya harus membuang semua ingatan
saya terhadap kejadian itu ke laut, melupakannya, dan memaafkan diri sendiri.
Dengan memaafkan diri (ego) saya, saya akan mampu memaafkan saudara-saudara
SUBUD yang telah mengkhianati dan mencurangi saya.
Sulit kah? Ya,
pasti sulit, bila tidak mendapat bimbingan Tuhan untuk melakukan hal itu.
Sabar, tawakal, dan ikhlas ternyata bukan hak atau kemampuan pribadi kita; itu
adalah kemurahan Tuhan atas diri kita. Sabar, tawakal, dan ikhlas adalah
milikNya, hanya Dia yang bisa memberinya kepada kita, bukan orang lain, bukan
ustad, bukan pendeta, bahkan bukan nabi sekalipun.
Hanya dengan
memaafkan diri saya sendiri, saya mampu merengkuh sabar, tawakal, dan ikhlas
berkat kemurahan Tuhan bagi hambaNya yang berserah diri kepada kehendakNya.
Menjadi orang SUBUD adalah bukan tentang menilai apa yang orang lain lakukan
terhadap diri kita, tetapi tentang mengelola diri kita sendiri, karena semua
yang terjadi di sekitar kita adalah lantaran energi yang memancar dari diri
kita. Bila energinya positif, maka semua akan menjadi positif bagi kita.
Sebaliknya, bila energi negatif yang kita pancarkan, maka semua akan menjadi
negatif. Sebagaimana yang pernah diceramahkan Bapak Subuh, orang-orang
berkelakuan buruk dan/atau peristiwa-peristiwa buruk yang kita jumpai dalam
keseharian kita sejatinya adalah cerminan dari “isi” diri kita. Alih-alih
menyalahkan orang lain atas derita kita, lebih baik mulai dengan memaafkan diri
sendiri dan selalu berprasangka baik terhadap kehendak Tuhan Yang Maha Baik.©2018
Jl. Kalibata Selatan II, Jakarta Selatan, 5
November 2018
1 comment:
tulisannya bagus..menyentuh..menggetarkan rasa...saya juga anggota subud..dikarenakan urusan duniawi..saya sekian tahun meninggalkan latihan....rasa terasa hambar;/pikiran jd tidak tenang...beberapa hari ini saya cari konten tentang subud baik lewat youtube/blok /kaskus...kok jadi rasa bergetar kembali .adem..moga saya jadi tersadar dan kembali latihan ..moga tuhan membukakan jiwa saya,untuk kembali ke jalan NYA
Post a Comment