KEMARIN siang, 18 Januari 2018, selesai
sesi bedah buku Bakti Bagi Bumi:
Kampung-Kampung Pelindung dan Pengelola Lingkungan yang saya tulis, di SMP
Bantarjati Yasmen (Sekolah Adiwiyata Nasional) yang terletak di Desa
Bantarjati, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, para
narasumber mendapat cinderamata stoples kaleng-kaca buatan pengrajin kaleng di
Desa Pasirmukti, Kecamatan Citeureup, yang dibina CSR Indocement. Istri saya
sudah lama menginginkan stoples berbentuk kaleng krupuk mini tersebut.
Penduduk Desa Pasirmukti sudah
turun temurun memproduksi aneka produk dari kaleng, antara lain oven dan
cetakan kue yang diperdagangkan di Cawang Kompor (Jl. Dewi Sartika, Jakarta). Kekaryaan penduduk Desa Pasirmukti tersebut membuat desa itu dijuluki "Kampung Kaleng".
Kalau nampan dan sandal kayu Jepang dalam
foto ini merupakan hasil daur ulang kayu palet dari pengrajin Desa Bantarjati, dengan
memanfaatkan palet bekas yang didapat dari pabrik Indocement Citeureup.
Pengrajinnya adalah seorang mantan preman pengangguran yang suka memalak
truk-truk semen yang lewat jalan desanya, dan uangnya dia pakai buat membeli minuman
keras. Hari-harinya, sebelum bertemu dengan perusahaan yang mau memodali
usahanya, dilaluinya dengan mabuk-mabukan kalau malam dan memalak truk-truk
semen di saat siang hari.
Setelah dibina CSR Indocement barulah dia
insaf, malah mengajak preman-preman lainnya untuk mengikuti jejaknya—berwirausaha.
Ini membuktikan, nasihat atau ajaran saja tidak cukup untuk membawa seseorang
kembali ke jalan yang benar, tapi berilah ia kegiatan yang produktif, yang
mampu menyejahterakannya lewat usahanya sendiri. ©2018
Kalibata
Selatan II, Jakarta Selatan, 19 Januari 2018