“OOH, kalau ginian sih sudah ada,” ucap seorang
bapak, yang saya ketahui dari panitia Bedah Buku Bakti Bagi Bumi kemarin (18 Januari 2018) di SMP Bantarjati Yasmen, Klapanunggal, Kabupaten
Bogor, adalah pejabat dari dinas yang mengurusi UKM dan koperasi di Kabupaten
Bogor, Jawa Barat, mengomentari karya seorang pelaku wirausaha binaan CSRIndocement berupa pompa air bertenaga matahari untuk hidroponik.
Kalau saya
tidak dicegah oleh Latihan Kejiwaan yang “menghidupi” saya, sudah saya tonjok tuh orang. Apa pun alasannya, jangan
meremehkan karya orang meski hasil meniru. Kalau tidak bisa bicara yang baik,
sebaiknya tutup mulut atau doakan semoga si pekarya dapat berkarya lebih baik.
Si pejabat itu
terus-terusan berkomentar negatif, sampai seseorang nyeletuk: “Memang bukan inovasi baru, Pak, tapi baru pertama kali
digunakan untuk hidroponik.”
Si bapak tadi
pun terdiam.
Diejek
tetangga, dicemooh keluarga, atau dicurigai aparat desa, sudah menjadi makanan
sehari-hari para pejuang lingkungan dan pahlawan lokal pemberdaya masyarakat.
Padahal karya cipta mereka ketika berkembang dapat menyejahterakan penduduk
desanya. Tapi itulah jalan yang harus mereka lalui. Yang bertahan dan dengan
tegar “move on” adalah mereka yang
berjiwa wirausaha.
Untuk menulis
buku Bakti Bagi Bumi: Kampung-Kampung
Pelindung dan Pengelola Lingkungan, saya blusukan ke sembilan kampung di Citeureup—Kabupaten Bogor, Jawa
Barat, Kota Cilegon—Provinsi Banten, Cilengkrang—Kabupaten Bandung, Jawa Barat,
dan Kabupaten Cirebon—Jawa Barat. Saya mewawancarai para pahlawan lokal (local heroes); pejuang lingkungan dan
pemberdaya masyarakat di kampung-kampung (yang tadinya) miskin dan ada pula
yang terpencil. Kisah yang mereka ceritakan ke saya membuat saya mengalami
transformasi batin yang hebat, yang sayangnya melalui kata-kata tidak dapat
saya tuangkan sepenuhnya ke dalam buku. Kisah mereka harus dirasakan untuk
dapat dipahami. Dibaca dengan rasa, bukan dengan akal pikir dan kata-kata yang
cenderung mendegradasi kebenaran.
Bagi mereka,
para pahlawan lokal seperti pria yang menciptakan pompa air bertenaga matahari
untuk menunjang sistem hidroponik dalam salah satu dari foto-foto ini (berbaju
batik), kepedulian kita sudah merupakan penghargaan tertinggi. Tidak ada yang
peduli seberapa banyak yang kita tahu, sampai mereka tahu seberapa banyak kita
peduli.©2018
Kalibata
Selatan II, Jakarta Selatan, 19 Januari 2018
No comments:
Post a Comment