Menurut yang sudah saya alami sejak dibuka (pertama kali menerima Latihan Kejiwaan)...
1. SUBUD adalah segala hal, jiwa dan raga. Energi Latihan Kejiwaan meliputi jiwa, diri, dan hati. Latihan Kejiwaan memperbaiki, mengubah, atau meluruskan yang salah dalam diri saya, lahir maupun batin, yang tampak maupun tak tampak. Landasan atau pijakan SUBUD adalah Latihan Kejiwaan; tanpa SUBUD, Latihan Kejiwaan tetap ada, tetapi tanpa Latihan Kejiwaan, SUBUD tidak bakal eksis.
2. Latihan Kejiwaan merupakan suatu fenomena alamiah, yang melampaui teori sains, ilmu agama maupun jalan spiritual apa pun. Pondasinya cuma sabar, ikhlas, dan tawakal, bukan "berbuat baik" atau "berpantang ini-itu". Mengapa saya sebut "fenomena"? Karena Latihan Kejiwaan berbeda untuk setiap orang. Yang saya alami atau terima adalah kontak atau transmisi energi yang mentransformasi hidup saya. Energi ini menyingkirkan "kekotoran" atau "ketidakmurnian" (impurities) atau menambahkan unsur-unsur yang memberi saya kesadaran-kesadaran baru. Latihan Kejiwaan adalah tentang keinsafan. Latihan Kejiwaan mengungkapkan ke saya bidang-bidang profesi yang baru, sehingga seorang alumnus Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Indonesia seperti saya tertuntun untuk menekuni profesi yang saya tidak punya dasar ilmunya, yaitu komunikasi pemasaran, korporat, dan komunikasi untuk pembangunan berkelanjutan. Seorang saudara SUBUD yang sarjana ilmu komputer bisa menekuni usaha peternakan sapi yang sukses, karena Latihan Kejiwaan telah menuntunnya untuk mendapatkan pengetahuan tentang nutrisi pakan ternak yang mumpuni. Latihan Kejiwaan juga membantu saya meniadakan perilaku-perilaku yang destruktif. Tidak ada jaminan hal-hal begini bakal terjadi atau dialami setiap pelatih kejiwaan SUBUD. Tetapi perubahan merupakan bagian dari Latihan Kejiwaan, baik secara jiwa maupun raga.
3. Setelah bertahun-tahun tekun ber-Latihan Kejiwaan, intuisi (di sini saya merasa bahasa amat terbatas untuk memaknainya) saya menjadi tajam. Saya mendapat kepahaman atau pengertian atas sifat-sifat atau kondisi "sisi dalam" (inner) dari segala sesuatu. Hal itu disebut dengan cukup tepat oleh Varindra Vittachi dalam bukunya, A Reporter in Subud, sebagai "Hidup di dalam Hidup" (the Life within the Life) karena kondisi lahir/raga merupakan "hidup" dan kondisi kejiwaan merupakan "hidup di dalam hidup". Kondisi kejiwaan ini mulai menuntun hidup saya dengan mengungkapkan kenyataan jiwa (inner reality) saya, alih-alih selalu terpedaya oleh hal-hal di luar diri saya. Saya pun mulai melihat dunia melalui rasa diri saya.
4. Berbagai macam orang di SUBUD memiliki pengalaman yang berbeda-beda. Anda harus mengobrol dengan setiap orang di SUBUD untuk mengetahui apa saja yang pernah mereka alami. SUBUD mengungkapkan sifat kekuasaan Tuhan yang Maha Luas dan Maha Tak Berbatas, sehingga bergantung pada penjelasan satu orang saja tidak cukup.
5. Cinta kasih. Saya kira cinta kasih dimulai dengan pasangan kita dan keluarga kita. Cinta kasih itu dapat meluas ke teman-teman dan kenalan-kenalan kita. Latihan Kejiwaan biasanya dilakukan bersama para anggota suatu kelompok dan berulang kali saya merasakan kesan persaudaraan di antara anggota-anggota kelompok tersebut, dan diharapkan perasaan cinta kasih itu dapat merangkul seluruh dunia. Terus terang, saya bertemu dengan orang-orang yang paling istimewa di dunia ini justru di SUBUD; istimewa dalam kepedulian, perhatian, kebaikan, dan kreativitas mereka. Semua saudara SUBUD di mana pun mereka berada, baik yang dengannya saya pernah bertatap muka maupun yang tinggal di ujung dunia yang saya hanya ketahui namanya, telah memperkaya hidup saya, dan perjalanan hidup saya rasanya akan kurang bermakna tanpa kehadiran mereka.©2017
Kalibata, Jakarta Selatan, 30 April 2017