SAYA ingat beberapa anggota Subud di
Barat yang suka merokok merek rokok kretek Indonesia Djarum Super (atau Jarum
menurut Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan). Nama merek ini mengundang
keisengan untuk menjadikannya singkatan dari “JArang di RUMah, SUka PERgi”.
Kepanjangan dari Djarum Super ini
nyatanya mewakili semangat sejumlah anggota di Indonesia, termasuk saya yang
gemar jalan-jalan ke cabang-cabang di seluruh negeri selama beberapa hari,
bahkan beberapa minggu atau bulan.
Apa yang terjadi selama perjalanan-perjalanan
ini?
Seperti yang sering saya alami, kami
menginap di wisma-wisma Subud, mengadakan gathering
nonformal selama berjam-jam (terkadang begadang semalaman), berbagi pengalaman
saat Latihan, menyantap makanan yang terus-menerus disajikan oleh anggota
setempat, yang ternyata sangat bersyukur dengan kunjungan saudara-saudaranya dari
daerah lain.
Momen-momen seperti ini menghidupkan
dan menggelorakan rasa perasaan kita, memperkuat hubungan jiwa-ke-jiwa kita,
yang tentu saja memperkuat kerukunan.
Tak jarang peserta perjalanan kejiwaan
ini awalnya merasa ragu saat diajak pergi jauh. Keraguan tersebut biasanya
didasari oleh pemikiran bahwa mereka harus bekerja, tidak dapat mengambil cuti
dari kantor, atau tidak akan diperbolehkan oleh keluarganya. Ada seorang pembantu
pelatih pria di Cabang Jakarta Selatan yang selalu berseru dengan nada percaya
diri “Berangkat!” setiap kali saya mengusulkan untuk mengunjungi cabang-cabang
yang jauh di luar kota Jakarta. Dan jika dialah yang bertanya, dan saya perlu
waktu untuk berpikir, dia akan berkata, “Jangan dipikirkan! Lakukan saja!”
Dan jika saya menuruti ajakannya, pada
akhirnya saya akan menyaksikan bagaimana Yang Maha Kuasa mengatur agar segala
sesuatunya berjalan lancar dan mudah!
Salah satu undangan dari pembantu
pelatih tersebut, pada bulan September 2017, membuat istri saya sangat marah
sehingga dia menolak memberi saya uang untuk membiayai perjalanan enam hari
saya ke dua cabang di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Uang yang ada di dompet saya
saat itu hanya Rp100.000. Namun saya pasrah saja pada kehendakNya dan tetap
melakukan perjalanan itu.
Kemarahan istri saya disebabkan oleh
kenyataan bahwa saya mempunyai tenggat waktu pekerjaan yang ketat. Karena istri
saya juga anggota Subud, sebagai alasan saya hanya berkata, “Saya merasa ini
adalah penerimaan yang harus saya jalani. Untuk sampai pada kebenaran, bukankah
kita harus membuktikannya dengan melakukannya?” Istri saya tidak berkata
apa-apa dan membiarkan saya pergi.
Keajaiban mulai terjadi ketika mobil
yang kami tumpangi memasuki Purwokerto, sebuah kota kecil di kaki Gunung
Slamet, gunung tertinggi di provinsi Jawa Tengah. Seorang pembantu pelatih dari
Cabang Bogor mengirimi saya pesan WhatsApp menanyakan apakah ongkos saya cukup.
Dia kemudian mentransfer Rp2.000.000 ke rekening bank saya. Saya berencana
menggunakan uang itu untuk membayar penginapan di Yogyakarta keesokan harinya.
Namun ketika saya menelepon seorang
pembantu pelatih dari Cabang Kulonprogo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,
untuk menanyakan alamat penginapan murah, dia justru menegur saya dengan keras,
“Sampeyan bukan saudaraku jika sampeyan menolak permintaanku untuk sampeyan
menginap di tempatku! Tidak perlu membayar!”
Selama tiga hari di Yogyakarta saya
benar-benar terhibur. Makanan tidak pernah berhenti disajikan. Saya juga diajak
oleh para pembantu pelatih dan anggota setempat untuk mengunjungi cabang-cabang
di Temanggung (Jawa Tengah) dan di Kota Yogya, sambil menikmati indahnya
pemandangan sepanjang perjalanan, dan selama di dalam mobil kami berbagi
berbagai cerita tentang kehidupan kami dengan bimbingan dari Latihan.
Yang membuat saya terheran-heran,
entah bagaimana, selama perjalanan saya bisa menyelesaikan pekerjaan saya
(hanya dengan memanfaatkan smartphone
saya) yang tenggat waktunya adalah sehari setelah saya pulang ke rumah, dan
klien saya merasa puas dengan hasilnya.
Saya sulit percaya bahwa kehidupan
Subud saya begitu menyenangkan, meskipun saya menghadapi berbagai masalah dan
tantangan setiap hari. Fakta ini justru memperkuat daya tahan saya. Hal itulah
yang membuat saya makin mencintai Subud dan tak henti-hentinya berterima kasih
kepada Bapak yang telah mewariskan Latihan Kejiwaan kepada umat manusia.©2023
Pondok Cabe,
Tangerang Selatan, 11 Desember 2023