BARU-baru ini, satu saudara Subud meminta
bantuan saya untuk membuat suatu tulisan, bila perlu panjang-lebar, yang akan
digunakannya untuk memberi alasan kuat bagi dirinya untuk mengundurkan diri
dari proses ujian kenaikan tingkatnya di perguruan silat Persaudaraan Setia
Hati Terate (PSHT). Ada sejumlah hal dalam proses tersebut yang menghalanginya,
lantaran secara praktik bertentangan dengan Latihan Kejiwaan Subud. Di Subud,
hal ini disebut mixing, yaitu
mencampuradukkan Latihan Kejiwaan dengan lain-lain yang tidak sejalan dengan
prinsip Latihan yang pijakannya adalah menyerah kepada kehendak Tuhan dengan
sabar, tawakal, dan ikhlas. Meskipun di permukaan, lain-lain praktik memiliki
prinsip yang sejalan dengan Latihan Kejiwaan, tetapi belum tentu arahnya sama.
Berikut, tulisan yang saya buatkan untuk
saudara Subud tersebut.
“Saya masuk Subud tahun 1995 karena praktik
spiritualnya yang unik. Dinamakan Latihan Kejiwaan, praktik ini diterima
melalui suatu pengalaman gaib yang dilalui Raden Mas Muhammad Subuh
Sumohadiwidjojo pada tahun 1925. Latihan Kejiwaan, atau Latihan saja, merupakan
teknik berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang meniadakan akal pikir
dan nafsu kehendak pribadi. Pelaku Latihan hanya menerima dengan perasaan
sabar, tawakal dan ikhlas apa pun yang datang kepadanya, apakah itu gerak,
suara, atau keduanya, atau diam saja. Bekerjanya akal pikir atau kehendak
pribadi akan segera menghentikan Latihan. Tidak pula ada konsentrasi atau fokus
pada apa pun sebagaimana yang dilakukan dalam meditasi atau semadi, dan juga
menafikan pemusatan batiniah seperti dalam kebatinan.
Latihan tidak memerlukan sarana atau
perantaraan berupa mantra, doa, niat, tidak menggunakan upaya yang dibantu alat
atau simbol-simbol (bahkan tidak boleh menggunakan lambang Subud sebagai media
untuk membangkitkan Latihan Kejiwaan). Pendekatan latihan pernapasan atau olah
gerak yang di luar kealamian makhluk hidup juga tidak diperlukan. Melakukan
yang sebaliknya malah hanya akan menghambat pertumbuhan kejiwaan/spiritualitas
kita, dan kita akan harus melalui proses purifikasi (pembersihan) untuk bisa kembali
melangkah di ‘jalan yang dikehendaki Tuhan Yang Maha Kuasa’, yaitu kodrat
kemanusiaan kita.
Singkat kata, Latihan Kejiwaan itu sangat
mudah, hanya menggunakan apa yang sudah ada pada diri manusia sejak diciptakan.
Melalui Latihan, manusia dihubungkan kembali dengan apa yang dikodratkan pada
dirinya, tetapi telah ‘hilang’ ketika manusia meninggalkan usia kanak-kanaknya
dan merangkul kehidupan yang sangat kuat berpijak pada akal pikiran atau daya
benda (material forces).
Apakah dengan begitu lantas anggota Subud
sebaiknya tidak melakoni kehidupan duniawi?
Nah, di sinilah asyik dan serunya Latihan
bagi saya; Latihan tidak mencabut anggota Subud dari kehidupan sehari-harinya
yang penuh dinamika. Hanya saja, anggota perlu senantiasa mawas diri, agar
dirinya tidak (lagi) meninggalkan kealamiannya dan melekat pada hal-hal yang
sesungguhnya semu, atau sejatinya tidak benar-benar dibutuhkan dalam melakoni
kehidupan di dunia. Sebagai anggota Subud, misalnya, saya tetap bekerja, dengan
memberdayakan akal pikir saya seperlu pekerjaan saya, tetap berobat ke dokter
bila sakit, tetap beribadah sesuai syariat agama saya, dan untuk menjaga
kesehatan saya mengonsumsi makanan yang baik serta rajin berolahraga. Salah
satu olahraga yang saya lakukan adalah silat, yang saya pelajari dan latih di Persaudaraan
Setia Hati Terate. Silat terbukti membantu saya dalam memperbaiki dan
meningkatkan kualitas kesehatan fisik dan mental saya. Saya tidak memerlukan
silat untuk lain-lain selain untuk kesehatan semata.
Di PSHT, saya berusaha menyinkronkan Latihan
Kejiwaan dengan aktivitas seni bela diri. Latihan membimbing gerak, napas dan
pikiran saya agar sejalan dengan prinsip seni bela diri silat Setia Hati Terate
sekaligus tetap terpelihara kealamian gerak, napas, dan pikiran saya. Latihan
Kejiwaan berperan sentral dalam membangkitkan komitmen saya untuk rajin
berlatih silat, yang dengan itu terpelihara kesehatan saya secara lahir dan
batin, jiwa dan raga.
Ada beberapa aspek dalam silat SHT yang,
karena Latihan yang telah meliputi diri saya, tidak ingin saya lakukan,
seperti, misalnya, teknik olah napas, yang secara kejiwaan (Subud) maupun medis
sebaiknya dihindari. Dunia medis menyarankan teknik bernapas sealami mungkin,
tidak diatur sedemikian rupa sehingga menimbulkan efek yang mengganggu
kesehatan.
Aspek meditasi atau semadi juga tidak bisa
berjumbuh dengan Latihan Kejiwaan saya, karena pendekatan masing-masing tidak
sejalan. Mengenai hal ini, perkenankan saya mencuplik ceramah Pak Subuh di
Planegg, Jerman, pada 28 April 1967: ‘Jadi, Latihan Kejiwaan ini bukanlah suatu
latihan seperti yang telah dilakukan oleh para orang atau para golongan yang
dengan menggunakan semadi, meditasi dan lain-lain praktek. Karena
tindakan yang demikian yang dengan sistem semadi dan praktek lain-lain seperti
hipnotis, spiritis dan lain-lainnya, itu mematikan rasa diri saudara, sehingga nanti
yang hidup bukan pribadi saudara tapi hati dan nafsu saudara! Dan karena yang
demikian itu maka dilaranglah oleh agama, dilarang pula oleh Tuhan Yang Maha
Esa. Jangan manusia menggunakan demikian, karena sesuatu yang merupakan jalan
yang benar yang dapat menuju ke Tuhan, tidak ada jalan lain, tidak ada aturan
maupun jalan kecuali apabila diberkahi Tuhan. Jadi, Tuhanlah yang akan memberi
jalan kepada saudara sekalian. Sedangkan itu telah saudara terima dan telah
saudara mulai dikenalkan antara lahir dan batin, ialah antara saudara dengan
jiwanya.’
Namun secara keseluruhan, PSHT merupakan
wadah yang sungguh tepat untuk pengembangan nilai-nilai pendidikan karakter
yang bersumber pada budaya Indonesia, tempat dimana Tuhan menghendaki saya
dilahirkan dan bertumbuh. PSHT juga mencetak insan yang berperikemanusiaan,
jujur, berbudi pekerti luhur, tidak takabur dan peka terhadap penderitaan orang
lain.
Sebagai pendiri Perkumpulan Persaudaraan
Kejiwaan Susila Budhi Dharma (PPK Subud), RM Muhammad Subuh dalam pencarian hakikat
kerohanian beliau juga pernah singgah di Setia Hati pada tahun 1921, berguru
langsung pada Ki Ngabei Ageng Soerodiwirdjo. Latihan silatnya mempersiapkan
fisik dan mental Pak Subuh yang mulai 1925, setelah menerima wahyu Latihan
Kejiwaan, harus menghadapi proses purifikasi yang tidak ringan, serta
mewariskan penerimaannya kepada orang lain yang terus-menerus berdatangan.
Pada dasarnya, melalui Latihan Kejiwaan,
kehidupan saya dituntut menjalankan akhlak vertikal, yaitu terhadap Tuhan,
dengan baik, sekaligus tidak mengabaikan akhlak horisontal, terhadap sesama
manusia, yang digerakkan oleh nilai-nilai yang saya internalisasi melalui silat
Setia Hati Terate. Keduanya berjalan beriringan dengan harmonis. Bagaimanapun,
beberapa aspek dalam SHT tidak dapat saya lakukan karena alasan yang saya
sebutkan di atas terkait dengan Latihan Kejiwaan Subud.
Oleh karena itu, dengan tetap menghormati dan
menghargai syarat-syarat dan aturan-aturan yang berlaku di lingkungan PSHT,
saya mohon dimaklumkan serta dimaafkan jika saya tidak ingin meneruskan proses
berkenaan dengan ujian kenaikan ke Tingkat Dua.”©2022
Pondok Cabe,
Tangerang Selatan, 11 September 2022