NAMA “Arifin” yang kini saya sandang merupakan nama jiwa saya yang diberikan oleh Ibu Siti Rahayu Wiryohudoyo. Email atas nama Ibu Rahayu yang memberi tahu saya mengenai nama tersebut saya terima pada 12 Maret 2018.
Atas saran seorang pembantu pelatih berkebangsaan Amerika yang tinggal di Florida, Amerika Serikat, saya melakukan testing sendirian, untuk menguji bagaimana pengaruh nama itu bagi hidup dan Latihan saya. Pertanyaannya adalah: Bagaimana Latihan saya selama ini? Bagaimana seharusnya Latihannya “Arifin”?
Saya menerima bahwa nama Arifin yang telah disandangkan pada diri saya telah mempengaruhi Latihan saya sedemikian rupa. Saya rasa, barangkali itulah guna dan keuntungan dari memakai nama Subud.
Testingnya tampaknya telah membuat jiwa saya selalu menghidupkan “Arifin” dalam diri saya, dan secara bertahap menyingkirkan diri lama saya.
Pembantu pelatih Subud Florida, yang menyarankan saya menguji pengaruh perubahan nama saya, pada 13 Maret 2022 lalu, dalam mengomentari postingan saya di grup Facebook “Subud Around the World” memberi tahu saya bahwa makna “Arifin” bukanlah sekadar “orang yang bijaksana”, melainkan “orang yang mengenal Tuhan”.
Sejak menyandang nama Arifin, saya telah bertekad untuk berpikir dan merasakan serta berkata dan berbuat hanya bila bimbingan yang saya terima menghendakinya. Seringnya hal ini menyebalkan bagi sebagian orang, sehingga tidak mengherankan jika tidak sedikit anggota Subud yang menolak melakukan apa yang diperintahkan oleh bimbingan yang mereka terima.
Bimbingan Tuhan, sejauh yang saya alami, tidaklah selalu sejalan dengan yang kita inginkan. Kita ingin yang baik, yang mudah, yang tidak menimbulkan kekhawatiran pada diri kita maupun orang lain. Kita sudah terlalu sering didoktrin mengenai nilai-nilai moral buatan manusia, sehingga kita merasa kita bisa mengarahkan Tuhan untuk memberi kita sejalan dengan apa yang ditentukan oleh nilai-nilai itu. Kita lupa bahwa kita ciptaanNya, bukan sebaliknya, sehingga bisa seenaknya mengatur-atur kehendakNya.
Pada 18 Maret 2022 lalu, saya bangun pada pukul 03.18 WIB untuk melakukan salat Tahajud. Usai salat Tahajud dua rakaat dan berzikir serta melakukan salat Witir satu rakaat, saya tiba-tiba menerima pemahaman bahwa sejatinya kita tidak perlu berusaha, apalagi sampai rasa diri kita tertekan, dalam mendapatkan apa yang kita inginkan. Kuncinya, hanya menyerah saja. Saat menyerah itulah Tuhan membimbing kita dalam segala gerak yang tidak terpengaruh nafsu hati dan akal pikir.
Saya lantas teringat pada pesan almarhum Pak Haji Deddie Pandji, pembantu pelatih senior Subud Bandung, ketika saya berkunjung ke rumah beliau di Cilengkrang, Bandung, pada 14 Februari 2021, dimana saya curhat kepada beliau bahwa saya ingin kaya-raya. Beliau mengatakan bahwa keinginan menjadi kaya tidak diharamkan di Subud. “Mas Arifin tinggal minta ke Tuhan. Tapi setelah itu, lupakan. Mas Arifin cukup menyerah saja. Jangan lantas merasa setiap dapat proyek itulah yang akan membuat Mas Arifin kaya. Sebab kalau begitu, ketika Tuhan mengabulkan permintaan Mas Arifin, Mas Arifin akan menjadi sombong dan merasa kekayaan itu adalah hasil usaha Mas Arifin sendiri,” jelas beliau.
Inilah bedanya dengan ajaran agama. Agama mengajarkan “berusaha dahulu, baru menyerahkan kepada Tuhan”. Subud menjumbuhkan “berusaha sambil menyerah”.
Penerimaan saya pada 18 Maret itu menjawab pertanyaan saya selama ini, mengapa apa pun yang saya upayakan untuk kemajuan perusahaan saya tidak pernah menghasilkan apa pun. Yang terjadi malah saya mendapatkan proyek-proyek dari pihak-pihak yang tidak pernah saya sasar dalam promosi layanan yang ditawarkan perusahaan saya. Di situlah, saya percaya kebenaran dari apa yang pernah disampaikan almarhum Pak Haji Deddie Pandji.
Lha, siang hari pada 18 Maret itu, saya ditelepon oleh pembantu pelatih Subud Surabaya, Mas Heru namanya. Ia menyampaikan hal yang sama, seolah menegaskan bahwa penerimaan saya benar. Kuncinya hanya menyerah. Let go, let God!
Mas
Heru juga mengatakan ke saya bahwa ia merasa saya telah mengalami transformasi
yang signifikan sejak saya melakukan Latihan sebagai seorang Arifin. Saya tidak
menyadarinya; selalu orang lain yang dapat melihat perubahan pada diri kita.©2022
Pondok Cabe, Tangerang Selatan, 21 Maret 2022