SEPANJANG karir saya selama hampir 25
tahun di industri komunikasi, saya pernah bekerja di 13 biro iklan. Dua di
antaranya di Surabaya.
Orang bilang, industri periklanan
Jakarta lebih maju 20 tahun daripada Surabaya. Tapi saya justru belajar jauh
lebih banyak di Surabaya, terutama ketika menjadi copywriter di PT Aditya Lini Pariwara, atau ADline Communications,
dari tahun 2000 sampai 2005. Saya belajar banyak hal dalam berbagai spektrum
komunikasi pemasaran dari tokoh periklanan Surabaya, Pak Judo Purnomo
Budi, yang adalah direktur utama ADline Communications.
Pak Judo ini model bos yang unik, yang
belum pernah saya jumpai di tempat-tempat saya bekerja lainnya. Beliau
menganggap karyawannya sebagai partner
alih-alih anak buah yang bisa beliau perintah. Saya ingat ketika saya menghadap
Pak Judo di ruang kerja beliau untuk meminjam uang buat uang muka pembelian
sepeda motor secara kredit. Masih terpatri di benak saya kata-kata beliau: “Kamu
sudah aku anggap adikku sendiri, jadi jangan sungkan kalau mau minta apa. Ini
aku kasih, terserah kamu mau balikin
atau nggak, dan nggak akan dipotong dari gajimu.”
Yang saya pelajari dari Pak Judo bukan
teori periklanan—hal itu beliau persilakan saya untuk membacanya di buku-buku
komunikasi pemasaran di rak buku di ruang kerja beliau. Beliau mengajarkan saya
tentang pendekatan pribadi dalam melayani klien. “Di bidang kita ini, To, ndak selalu soal teknis dan profesional.
Klien kita adalah para pebisnis yang sebenarnya sudah muak kalau bicara tentang
bisnis mereka. Kamu ajak ngobrol mereka tentang hobi mereka, misalnya.”
Saya saksikan sendiri kepiawaian Pak
Judo melayani klien ketika kami menangani satu merek minyak goreng dengan pasar
lokal Jawa Timur. Beliau menanyakan klien tentang mobil Jaguar yang terparkir
di areal pabrik minyak goreng tersebut di kawasan Rungkut, Surabaya. Hal itu
ditanyakan Pak Judo ketika tim kreatif ADline (saya dan art director) baru memasuki ruang rapat dan klien kami muncul tidak
lama kemudian. Dengan bangga klien bercerita tentang mobil Jaguarnya. Dari situ
berkembang obrolan santai Pak Judo dan tim kreatif ADline tentang kehidupan
klien sejak kecil. Tak terasa dua jam berlalu, sampai semua orang nyaris lupa
bahwa tujuan tim kreatif ADline datang ke pabrik minyak goreng itu adalah untuk
mempresentasikan papan cerita (storyboard)
iklan televisi dari merek minyak goreng produksi pabrik si pemilik Jaguar.
Presentasinya malah berlangsung kurang
dari 15 menit, dan klien yang hatinya senang karena diajak mengobrol tentang
kehidupannya langsung setuju dengan konsep kreatifnya. Sebelumnya, saya dan art director selalu datang berdua saja,
tanpa didampingi Pak Judo. Karena sudah delapan kali konsep kreatif kami di-reject, akhirnya Pak Judo merasa ada
kekurangan dalam cara saya dan art
director melayani klien. Hal itu mendorong Pak Judo mendampingi saya dan art director dalam presentasi
berikutnya. Presentasi kesembilan itu membuahkan hasil. Dan sejak itu, saya
terbiasa mengutamakan pendekatan pribadi, di atas teknis dan profesionalisme,
dalam melayani klien.
Hubungan saya dengan Pak Judo tidak
pernah terputus, bahkan ketika saya pindah kerja di biro iklan yang pemiliknya
adalah musuh bebuyutan beliau. Hubungan saya dengan Pak Judo sempat dingin,
tapi dengan mudah beliau memaafkan saya ketika saya dicurangi musuh bebuyutan
beliau. Saya bahkan dijadikan “managing
partner” di ADline yang kala itu sudah di ambang kehancuran.
Ketika pada Juni 2005 saya kembali ke
Jakarta, berkarir lagi di dunia periklanan Jakarta, saya masih terus berkontak
dengan Pak Judo, terutama pada hari ulang tahun beliau—yang selalu saya ingat
karena bertepatan dengan hari ulang tahun (HUT) Tentara Nasional Indonesia
(TNI). Pada HUT TNI ke-69, tahun 2014, beliau menjawab pesan WhatsApp saya yang
berisi ucapan selamat ulang tahun ke beliau: “Ultahku dirayakan besar-besaran,
nih, To, di Dermaga Ujung Surabaya. Aku dapat undangannya.”
Satu hal yang paling saya ingat
tentang Pak Judo adalah kegemaran beliau bersepeda. Bersepeda ke berbagai
tujuan yang kadang sangat jauh dari Surabaya, seperti ke Malang. Pernah suatu
kali ADline mendapat klien janapada (clubhouse)
sebuah komunitas golf di Jawa Timur, dan agar bisa melayani klien dengan
optimal maka Pak Judo harus bermain golf. Beliau malah menyuruh saya belajar
golf. “Kamu ae, To, belajar golf, temenin klien. Aku nggowes ae.”
Dengan sepeda pula, Pak Judo menemui
Sang Pencipta. Pagi ini, pukul 05.30 WIB, saya mendapat pesan WhatsApp dari
saudara SUBUD Cabang Surabaya yang juga pengusaha periklanan, bahwa sebelum
subuh tadi Pak Judo telah pergi untuk selamanya. Informasi yang saya peroleh
dari sumber lainnya, beliau ditabrak lari sepeda motor di depan Hotel Ibis
Prapen, Surabaya, pada hari Jumat, 3 Mei 2019, jam 07.15 WIB, saat sedang
bersepeda rutin.
Selamat jalan, Pak Judo, semoga
dilancarkan perjalanan ke kehidupan selanjutnya. Kenangan-kenangan kebaikan
almarhum tetap tinggal di hati saya.©2019
Jl. Pondok Cabe III
Gang Buntu, Tangerang Selatan, 5 Mei 2019