“Kesombongan, keangkuhan, atau keras hati merupakan perilaku
pembentengan diri dari orang yang sejatinya berkepribadian lemah dan rendah diri.
Perlakukan orang semacam ini, sebaliknya, dengan kelembutan berbalut sabar.”
(Anto Dwiastoro, 1 Januari 2016 di Jl. Ikan Mungsing VI, Perak Barat, Surabaya
Utara)
“Jangan merasa pintar bila yang mengisi pikiranmu adalah
retorika dari guru-guru yang kepandaiannya hanya mengolah kata-kata tanpa
kedalaman makna.” (Anto Dwiastoro, 1 Januari 2016 pukul 19.04 WIB @ Jl. Ikan
Mungsing VI, Perak Barat, Surabaya Utara)
“Kalau kamu merasa terganggu dengan beberapa hal di luar
dirimu, sesungguhnya ada kekalutan di dalam dirimu. Alih-alih berusaha
mengatasi yang di luar dirimu, tenangkan saja yang di dalam dirimu.” (Anto
Dwiastoro, 2 Januari 2016 @ Jl. Ikan Mungsing VI, Perak Barat, Surabaya Utara)
“Bersama semua upayamu demi kepentingan orang banyak datang
ujian untuk menguji dirimu sendiri apakah upayamu digelayuti kepentingan
pribadi atau tidak. Tandanya sederhana: Bila upayamu tidak dihargai dan kamu
marah karenanya, maka sesungguhnya kamu memiliki kepentingan pribadi.” (Anto
Dwiastoro, 5 Januari 2016 @ Jl. Ikan Mungsing VI, Perak Barat, Surabaya Utara)
“Kebiasaan dengan sosok yang tampak—dan bingung dengan yang
tak tampak—dan tidak percaya pada diri sendirilah yang membuat banyak orang
mengarahkan perhatian mereka pada serta memuliakan guru yang sama-sama orang.
Ketahuilah, orang yang benar-benar arif akan menolak predikat guru yang
disandangkan masyarakat padanya dan menepis pemuliaan.” (Anto Dwiastoro, 7
Januari 2016)
“Terima kasih, Tuhan, untuk selalu terlibat dalam proses
kreatifku. Justru di saat aku hening dalam kepasrahan, dan bukan saat aku
berpikir keras sambil menyeruput kopi di kafe atau menghirup angin lembut di
pegunungan.” (Anto Dwiastoro, 8 Januari 2016)
“Perhatikan apa yang
dikatakan, bukan siapa yang
mengatakan
Jangan sampai perkenanmu untuk melakukan sesuatu didasari pada siapa mengatakan apa, tapi pada apa dikatakan siapa.” (Anto Dwiastoro, 10 Januari 2015)
Jangan sampai perkenanmu untuk melakukan sesuatu didasari pada siapa mengatakan apa, tapi pada apa dikatakan siapa.” (Anto Dwiastoro, 10 Januari 2015)
“Ah, percuma kamu membuka halaman-halaman dari buku-buku
para guru spiritual itu sebelum kamu membuka keinsafan spiritualmu sendiri.”
(Anto Dwiastoro, 13 Januari 2016)
“My religion is called railigion.
Its teaching goes like this: ‘If life gets tough, I train (Latihan Kejiwaan).
If life gets tougher, I train the more. If I can’t handle life, I watch a
train.” (Anto Dwiastoro, 16 Januari 2016)
“Keistimewaan dari berserah diri adalah bahwa kamu menjadi
sangat percaya diri. Itu lantaran energi Ilahi di dalam dirimu mengambil alih
dan menaklukkan segala sesuatu yang menahan dirimu dari menjadi dirimu
sendiri.” (Anto Dwiastoro, 18 Januari 2016)
“Beda antara sikap religius
dan sikap spiritual: Religius itu bila seorang musisi rock
menanggalkan segala atribut rockernya setelah hampir mati akibat narkoba,
mengenakan busana tradisi agamanya, taat beribadah, dan bergeser ke genre musik
rohani. Spiritual itu bila seorang
musisi rock mendapat pengalaman ketuhanan langsung dalam karir musiknya yang
penuh perjuangan berat, lalu menciptakan lagu-lagu rock yang berasal dari dalam
dirinya, yang dapat menghipnotis para pendengarnya untuk berseru: ‘Ooh, my
God!’” (Anto Dwiastoro di lobi lantai 7 gedung Kantor Pusat PLN Distribusi
Jakarta Raya, Gambir, Jakarta Pusat, 13 Januari 2016)
“Beda antara religiusitas
dan spiritualitas: Religiusitas adalah ketika seseorang
melakukan perjalanan ke berbagai tempat suci di seluruh dunia tapi sejatinya
dia tidak pernah pergi ke mana-mana. Spiritualitas
adalah ketika seseorang tetap di tempatnya berada tapi sejatinya jiwanya telah
pergi ke mana-mana.”(Anto Dwiastoro, 19 Januari 2016)
“Sifat pisau terletak di tangan siapa yang memegangnya. Di
tangan orang baik, pisau menjadi baik dan bermanfaat. Di tangan orang jahat,
pisau sama jahatnya dengan pemegangnya.” (Anto Dwiastoro, 21 Januari 2016)
“Benar, gagal adalah kesuksesan yang tertunda. Tapi camkan
ini: sukses pun adalah kehancuran yang tertunda bila kamu lupa diri atau
takabur.” (Anto Dwiastoro, 23 Januari 2016 @ Restoran Pulau Dua, Senayan,
Jakarta Pusat)
“Tingkat spiritual tertinggi adalah tertawa. Terlebih-lebih
menertawakan diri sendiri.” (Anto Dwiastoro, 24 Januari 2016 @ Wisma SUBUD
Cilandak, Jakarta Selatan)
“Orang kalau sudah berserah diri, dirinya bisa menerima
segala keadaan dengan ikhlas dan penuh sukacita, tanpa terkondisi oleh keadaan.
Ia mampu menjadi seperti ikan yang hidup di dalam air laut yang asin tapi
dagingnya tidak ikut-ikut menjadi asin.” (Anto Dwiastoro, 28 Januari 2016)
“Don’t limit yourself, because the Self has no limit.”
(Jangan membatasi dirimu sendiri, karena Diri tidak berbatas.) (Anto Dwiastoro,
28 Januari 2016)
“Berdaya itu
adalah ketika kamu punya hobi yang kamu terus jalani meski sedang tidak
memiliki uang, dilihat maupun tidak dilihat orang lain, acuh meski hobi kamu
dicemooh orang lain sebagai nyeleneh, dan merasa tidak istimewa/biasa-biasa
aja. Teperdaya itu adalah ketika
kamu tiba-tiba kaya-raya dan merasa harus memiliki hobi bermotor
Harley-Davidson, mengoleksi mobil mewah, atau balap/reli/offroad mobil, dan
merasa lebih berdaya/lebih istimewa daripada orang lain yang tidak punya hobi
sejenis.” (Anto Dwiastoro, 31 Januari 2016)
“Saat Rasa mulai berbicara, kata-kata pun kehilangan makna.”
(Anto Dwiastoro, 1 Februari 2016)
“Puasa = meditasi organ bagian dalam dari tubuh kita.” (Anto
Dwiastoro, 1 Februari 2016)
“Hati yang isinya kekotoran bukan saja memproduksi ucapan
dan prasangka yang buruk tapi juga mengundang tindakan-tindakan yang tidak baik
dari orang lain terhadap si pemilik hati.” (Anto Dwiastoro, 3 Februari 2016 @
Kamar 205 Hotel Griya Lestari, Jl. Penjawi 51A, Pati, Jawa Tengah)
“Kamu mengungkap eksistensiNya lewat puisi. Aku menyaksikanNya lewat non-fiksi.” (Anto Dwiastoro, 8 Februari 2016 @ Kamar 205 Hotel
Griya Lestari, Jl. Penjawi 51A, Pati, Jawa Tengah)
“Dirasakan dirinya. Jangan dipikirkan masalahnya.” (Anto
Dwiastoro, 12 Februari 2016)
“Beberapa hal dalam hidup harus kamu anggap sebagai ‘buatan
manusia’ agar ketika kamu menghadapi kesulitan dengan mereka kamu tidak akan
merasa terhambat untuk berusaha mengatasinya dengan daya manusiamu.” (Anto
Dwiastoro, 18 Februari 2016)
“Kamu tidak berhak meminta
dihormati lantaran status atau jabatanmu, tetapi kamu wajib memberi contoh agar dihormati.” (Anto
Dwiastoro, 28 Februari 2016)
“Sebesar-besarnya kita percaya pada Tuhan, seberapa besar kita
percaya pada diri sendiri?” (Kalimat penutup si pembawa acara Brain Games
episode The God Brain, National Geographic Channel, 28 Februari 2016, pukul
14.00-15.00)
“Bersyukurlah atas waktu yang berlalu. Bersyukurlah atas
waktu yang mendatangimu. Hiduplah untuk saat ini, bersama bahagiamu.” (Anto
Dwiastoro, 6 Maret 2016)
“To deny our imperfections is to reject our humanity and to
become disconnected from our soul.” (Lee G. Bolman dan Terrence E. Deal, Leading with Soul: An Uncommon Journey of
Spirit (San Francisco: Jossey-Bass Publishers, 1994), hlm. 61)
“Kesuksesan mendatangimu ketika kamu merasa bahagia,
alih-alih iri, atas kesuksesan orang lain.” (Anto Dwiastoro, 10 Maret 2016)
“Pesta atau perayaan merupakan lem spiritual yang merekatkan
semua orang jadi satu. Seperti agama; apa yang mengikat umatnya satu sama lain?
Perayaan keagamaan.” (Tokoh “Maria” dalam buku Leading With Self: An Uncommon Journey of Spirit, hlm. 96)
“Yang paling sulit dalam upaya menguasai suatu keterampilan
untuk profesi tertentu adalah memiliki integritas. Dengan memiliki integritas,
seorang pembelajar konsisten dan teguh dalam mengamalkan nilai-nilai yang
menunjang profesionalisme.” (Anto Dwiastoro, 10 Maret 2016, pukul 12.24)
“Pembalasan atas perbuatan buruk orang lain terhadap dirimu
tidak membuatmu lebih baik daripada dirinya. Bahkan lebih buruk.” (Anto
Dwiastoro, 11 Maret 2016)
“Masa depanmu bukan ditentukan oleh di mana kamu belajar atau bidang
apa yang kamu pelajari. Tetapi oleh bagaimana
kamu belajar.” (Anto Dwiastoro, 14 Maret 2016)
“Orang bisa saja berjalan jauh mencari kebenaran tetapi ia
harus menyadarinya dalam dirinya sendiri atau ia tak akan menemukannya.”
(Kearifan Zen)
“Kebenaran bahwa ‘tak ada kebenaran yang mutlak’
juga tidak mutlak.” (Anto Dwiastoro, 18 Maret 2016)
“The Past is forgiven, for Him the Now is what matters.”
(Anto Dwiastoro, Teras Timur Hall SUBUD Cilandak, Jakarta Selatan, 20 Maret
2016)
“When I teach, I learn. When I give a lot, I earn a
lot.” (Anto Dwiastoro, 23 March 2016)
“Being spiritual is not the same as being
religious. In religion, you follow a teaching. In spirituality, you are the
teaching.” (Anto Dwiastoro, 24 Maret 2016)
1. The main thing is to think big.
2. All problems contain their solutions.
3. We have to find things that are unexpected and
impossible.
4. We can make art into the skill as what we have
learned.
5. Wisdom is the ability to look at the future
retrospectively. (Bapak, New York, 1970)
“Jangan sekali-kali membiarkan dirimu diperdaya persepsi (asumsi pikiran). Hiduplah
dengan resepsi (penerimaan dari
dalam).” (Anto Dwiastoro, 27 Maret 2016)
“’Pemahaman yang dangkal terhadap ajaran agama’ itu
seperti apa? Tidak seperti ilmu pasti yang rumit dengan rumus-rumus dan
bidang-bidang spesialisasi yang detil, agama hanya mengajak untuk berbuat baik
pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Yang ritual-ritual dan
bacaan-bacaannya rumit, keberadaan manusia lain sebagai guru, cenderung
mengerdilkan Tuhan, serta karena itu umatnya zalim terhadap sesama makhluk, itu bukan agama namanya.” (Anto
Dwiastoro, 30 Maret 2016)
“Baik-buruk, sukses-gagal, sehat-sakit,
kaya-miskin, masalah-solusi—itu cuma persepsi, produk akal pikir. Jadilah Nol,
karena itu membebaskanmu dari persepsi yang memutus hubunganmu dengan
keilahian.” (Anto Dwiastoro, 4 April 2016)
“Alih-alih belajar menjadi netral/tidak berpihak,
belajarlah merasakan mana yang sejalan dengan kehendakNya dan mana yang sejalan
dengan kehendak pribadimu.” (Anto Dwiastoro, 5 April 2016)
“Ketahuilah, ketika kamu melontarkan kritik atas
tingkah laku seseorang dan dia terpancing amarahnya, biasanya itu karena
kritikmu mengenai sasarannya, yaitu egonya yang dibungkus kepentingan pribadi.
Orang yang sejatinya tidak memiliki kepentingan apa pun tidak akan mudah
marah.” (Anto Dwiastoro, 7 April 2016)
“Bagaimana kamu akan tahu dalam dan luasnya
samudera kalau kamu tidak menceburkan diri ke dalamnya? Renangi, selamilah,
bertanyanya nanti saja.” (Anto Dwiastoro, 8 April 2016)
“Sukses bukanlah kado yang diletakkan Tuhan di
ujung jalan panjang yang berliku, yang berhak kamu dapatkan setelah menempuh
jalan itu. Sukses adalah rasa syukur atas keadaanmu saat ini, apa pun itu.”
(Anto Dwiastoro, 9 April 2016)
“Isi perkawinanmu bukan dengan mencari apa
kesamaanmu dengan pasanganmu, tapi dengan menyamakan pandangan atas perbedaan
kalian.” (Anto Dwiastoro, 9 April 2016, pukul 12.46)
“Ketika kamu sedang asik berkarya, dan tiba-tiba
kamu mulai berpikir, berhentilah. Karya-karya hebat berasal dari spontanitas,
bukan perencanaan dan pertimbangan.” (Anto Dwiastoro, 10 April 2016)
“Tuhan tidak ada di mana-mana. Dia hanya ada di
mana saja dan kapan saja kamu merasakan gemuruh sukacita di balik dadamu, yang
begitu kuat hingga kamu berucap, ‘Puji Tuhan!’.” (Anto Dwiastoro, 11 April
2016)
“Pengertian itu dari dalam dirimu, tapi tuntunan Tuhan melingkupi dalam
maupun luarmu. Jawaban-jawaban atas pertanyaan-pertanyaan eksistensialmu bisa
berasal bahkan dari daun yang tertiup angin.” (Anto Dwiastoro, 12 April 2016)
“Jalan spiritual adalah jalan untuk menemukan
dirimu sendiri. Apa pun yang kamu jumpai di jalan itu adalah cerminan dari
siapa dirimu sebenarnya. Kalau kamu tidak sabar, marah atas perilaku orang
lain, membenci sikap orang lain, sesungguhnya kamu sedang tidak sabar dengan
dirimu sendiri, marah atas dirimu sendiri, dan membenci dirimu sendiri.” (Anto
Dwiastoro, 20 April 2016)
“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak
menulis ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.” (Pramoedya Ananta
Toer)
“Memang, saudara-saudara sekalian, hati, pikiran banyak
aturan. Dan demikian pun juga tidak dapat disalahkan, saudara. Tuhan apa itu
marah itu kepada manusia yang begitu? Tidak! Tidak marah. karena itu memang
diberikan kepada manusia. Dan dari adilnya Tuhan kepada manusia dan akan pula
memukul manusia itu sendiri. Jadi, manusia di dalam hakikatnya akan terpukul
oleh perbuatan yang salah. Jadi, kalau ada kesalahan, bukan itu kesalahan dari
orang lain, tidak. Kesalahan dari hatinya sendiri.” (Bapak Muhammad Subuh di
Paris, 11 Juli 1964)
“Rasa lezat makanan atau minuman bukan berasal dari makanan
atau minuman itu sendiri. Melainkan dari dirimu yang mensyukurinya.” (Anto
Dwiastoro, 30 April 2016)
“Kalau kamu ikhlas, hal-hal jelek yang dilemparkan seseorang
ke kamu dari belakang akan berbalik menyerang dia dari depan.” (Anto Dwiastoro,
6 Mei 2016)
“Losing someone
you love is never easy that finding
yourself in the process makes it a blessing.” (Anto Dwiastoro, 8 Mei 2016)
“Kamu bukan ‘kata orang’, tapi ‘kata hatimu’.” (Anto
Dwiastoro, 9 Mei 2016)
“Pandangan orang lain terhadap diri Anda sejatinya tidak
menggambarkan diri Anda, tapi menggambarkan diri mereka sendiri.” (DR. Ibrahim
Elfiky, Terapi Berpikir Positif
(Jakarta: Penerbit Zaman, 2015), hlm. 324)
“Pendidikan terbaik itu bukan di sekolah luar negeri atau
dalam negeri, tapi pendidikan dari keteladanan yang diberikan orang tua.” (Anto
Dwiastoro, 20 Mei 2016)
“Cinta itu menjaga, cinta itu memelihara, cinta itu merawat.
Cinta itu tidak merusak, tidak menguasai, tidak memiliki dan dimiliki. Tidak
ada cinta terlarang, yang ada hubungan terlarang. Cinta itu suci, cinta itu
lengan Tuhan yang memeluk kehidupan. Cinta itu meniadakan ‘aku’, dan mengadakan
‘dia’ yang bahagia.” (Anto Dwiastoro, 22 Mei 2016)
“Pengalaman yang paling pahit
pun merupakan pembelajaran yang manis.”
(Anto Dwiastoro, 27 Mei 2016)
“Daya rusak Perbuatan Buruk sangat dahsyat. Seribu Perbuatan
Baikmu akan langsung gugur di mata orang lain hanya dengan satu Perbuatan
Burukmu. Itulah kenyataan hidup.” (Anto Dwiastoro, 27 Mei 2016, pukul 10.45)
“It’s not how long you have been doing the Latihan. It’s how
much the Latihan have guided you to change your and other people's life.” (Anto
Dwiastoro, 28 Mei 2016)
“Orang yang memandang Cinta sebagai ekspresi ketertarikan
seksual belaka biasanya ber-IQ rendah.” (Anto Dwiastoro, 29 Mei 2016)
“Sukses adalah
memetika terdahsyat ciptaan manusia karena mampu membuat manusia sendiri merasa
tertekan bila tidak sukses.” (Anto
Dwiastoro, 2 Juni 2016)
“Jangan sampai ucapan ‘Tidak mungkin!’ dari orang lain
menghentikan upayamu untuk mewujudkan sesuatu. Serahkan kepada Tuhan dan terus
lakukan upayamu dengan bimbinganNya, karena bagi Dia tidak ada yang tidak
mungkin.” (Anto Dwiastoro, 18 Juni 2016)
“Merasa perlu menjadi
adalah persepsi. Menjadi adalah
kenyataan.” (Anto Dwiastoro, 19 Juni 2016)
“Kaya itu berbeda
dengan gaya. Untuk gaya, kamu butuh
benda untuk menopang citramu di mata orang lain, sedangkan untuk kaya kamu
hanya butuh rasa yang ada pada dirimu.” (Anto Dwiastoro, 26 Juni 2016)
“Kamu ingin tahu apakah kamu kaya atau miskin? Berbagilah: harta,
ilmu, atau rasa yang menumbuhkan sukacita di hati orang lain. Kalau kamu mampu
memberi walau hanya sebatas yang kamu punya, maka itu tandanya kamu sejatinya
kaya-raya.” (Anto Dwiastoro, 26 Juni 2016, pukul 12.05)
“Barangsiapa menghakimi orang lain atau perilaku tertentu
sebagai sesat, sesungguhnya dia sedang tersesat di alam pikirannya sendiri.”
(Anto Dwiastoro, 27 Juni 2016)
“Nafsu untuk mendapatkan uang banyak hanya akan membuatmu selalu merasa uangmu sedikit, sehingga kamu merasa berat
untuk menyedekahkannya. Untuk meringankan beban perasaan itu, ajak dirimu untuk
bersedekah.” (Anto Dwiastoro, 28 Juni 2016)
“Apa artinya punya tambang emas bila kamu terkurung di
dalamnya dan tidak ada lubang angin dan oksigen tipis? Sama saja kamu tidak
punya apa-apa yang bernilai bagi hidupmu.” (Anto Dwiastoro, 2 Juli 2016—terinspirasi
film The 33 di Fox Movies Premium)
“Hidup itu tidak perlu kamu jalani, karena hidup sudah
berjalan sendiri dari awal hingga akhir. Kamu hanya perlu mengikutinya ke mana
pun ia menuju, dengan berperasaan sabar, ikhlas, dan tawakal. Kamu akan tahu,
pada akhirnya, di mana semua ini berujung.” (Anto Dwiastoro, 4 Juli 2016)
“Kalau kamu rajin melakukan apa yang kamu suka, maka tidak
akan ada waktu yang terbuang percuma.” (Anto Dwiastoro, 8 Juli 2016)
“Kamu tidak dibentuk oleh sukses dunia, sukses harta atau
sukses karya, tapi oleh sejatinya dirimu. Tanpa semua sukses itu, kamu tidak
akan kehilangan dirimu.” (Anto Dwiastoro, 17 Juli 2016)
“Orang sering menemukan takdirnya di jalan yang dia hindari.”
(Jean de LaFontaine (dinarasikan Agen David Rossi (Joe Mantegna) dalam serial Criminal Minds)
“Pikiran yang terbimbing olehNya menghasilkan ide-ide yang
simpel dan bisa dijelaskan secara sederhana kepada orang yang punya daya
tangkap sekelas anak umur tujuh tahun.” (Anto Dwiastoro, 2 Agustus 2016)
“Telaah pindai otak mendapati bahwa cuma perlu waktu kurang
dari satu detik bagi sebuah kata
atau frasa untuk memicu reaksi
emosional di otak.” (Andrew Newberg, MD dan Mark Waldman, Born to Believe: Gen Iman dalam Otak (Bandung: Mizan, 2013), hlm.
290)
“Dengan ketenangan diri, semua jadi terkendali.” (Anto
Dwiastoro, 17 Agustus 2016 di Jl. Ikan Mungsing VI, Perak Barat Surabaya)
“Barangsiapa mengenal dirinya, sudah pasti dia mengenal dan
menghargai orang lain.” (Anto Dwiastoro, 17 Agustus 2016, pukul 06.17)
“Otak kita memercayai orang yang kebetulan ‘anggota’ kelompok
kita atau figur yang memiliki otoritas. Jadi, kita secara biologis disimpangkan
untuk memercayai majalah yang kita beli, saluran televisi yang kita tonton, dan
orang yang kita sukai.” (Andrew Newberg dan Mark Waldman, Born to Believe: Gen Iman dalam Otak. Bandung: Mizan, 2013, hlm.
392-393)
“Bila kamu tidak dapat mengubah seseorang atau sesuatu,
ubahlah dirimu sendiri. Niscaya segala sesuatu akan berubah.” (Anto Dwiastoro,
23 Agustus 2016)
“The key to immortality is never thinking about how old you
are, but think what else can be done.” (Anto Dwiastoro, 30 Agustus 2016)
“Sesungguhnya, tidak ada yang tidak menarik. Yang ada hanya
orang yang tidak tertarik.” (Anto Dwiastoro, 1 September 2016)
“It’s good if you know the product, but it’s better if you
know the market.” (Anto Dwiastoro, 1 September 2016)
“Kenyataan bahwa seseorang sependapat dengan Anda tidak
serta-merta membuat pendapat Anda benar; akan tetapi, sejauh hal ini berkaitan
dengan otak, pengesahan dari orang lain adalah penting untuk menentukan
kebenaran.” (Andrew Newberg, MD dan Mark Waldman, Born to Believe: Gen Iman dalam Otak. Bandung: Mizan, 2013, hlm.
423)
“For you, the railroad is your work. For me, it’s my passion.”
(Anto Dwiastoro, mengomentari foto di Instagram-nya teman yang bekerja di PT
Kereta Wisata, 4 September 2016)
“Pengetahuan hari ini bukanlah kebenaran akhir, karena esok
masih menyimpan rahasia.” (Anto Dwiastoro, 6 September 2016)
“Hubungan cinta itu berasa lebih nikmat bila mempertautkan rasa, bukan raga.” (Anto Dwiastoro, 11 September 2016)
“Kita tidak bisa melupakan apa yang tidak kita ketahui.” (Anto
Dwiastoro, 11 September 2016)
“Jangan pernah meminta Tuhan untuk menjadikan dirimu seperti
teman/saudaramu yang tampak hebat di matamu. Karena Tuhan akan memberinya ke
kamu satu paket dengan penderitaan yang sedang dialami teman/saudaramu yang
tidak tampak oleh matamu.” (Anto Dwiastoro, 13 September 2016)
“Tiada kata terlambat untuk masa lalu.” (Anto Dwiastoro, 17
September 2016 di Auditorium Gedung IV FIB-UI)
“SUBUD itu ke luar tampil sebagai organisasi, ke dalam sebagai organisme.”
(Anto Dwiastoro, 18 September 2016)
“Masalahnya ada di kamu—selalu di kamu, bukan di mereka.
Berpegang pada prinsip ini, maka damailah hidupmu, damailah dunia.” (Anto
Dwiastoro, 21 September 2016)
“The key to a happy life is to accept you are never actually
in control.” (Simon Masrani, CEO Jurassic World)
“Cinta adalah ketika kamu memahami apa yang dia butuhkan tanpa
dia harus mengucapkannya.” (Quote
yang dinarasikan oleh pembawa acara Melamar
di NET.tv, 25 September 2016)
“Tidak ada yang namanya sesuatu yang tidak diketahui. Hanya
tersembunyi sementara.” (James T. Kirk, Komandan USS Enterprise, dalam Star Trek Beyond, 2016)
“Satu-satunya bidang ilmu yang sebaiknya tidak kamu pelajari
dari sesama manusia adalah spiritualitas. Spiritualitas adalah ranah niskala;
seharusnya yang mengajarmu pun tak tampak." (Anto Dwiastoro, 6 Oktober
2016)
“Learning first, earning later—kaji dahulu, gaji
kemudian.” (Anto Dwiastoro, 8 Oktober 2016)
“Kita tidak akan pernah merasakan getar kemenangan bila tidak pernah merasakan getir perjuangan.” (Pak Wawan Gusnawan, pejuang lokal lingkungan
Kampung Jatibaru, Desa Jati Endah, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung,
Jawa Barat, 12 Oktober 2016 (diekspresikan saat gw mewawancarai beliau).
“Gunanya kamu memiliki guru adalah untuk membuatmu melihat
tidak ada gunanya kamu memiliki guru.” (Anthony de Mello, SJ)
“Bila iman yang menegakkan tulang punggungmu, alih-alih harta
atau kuasa, maka kamu akan selamat selamanya. “ (Anto Dwiastoro, 12 November
2016)
“Pada akhirnya, Rasa yang berbicara. Bahasa mengenal
titik-koma, sedangkan Rasa melampaui batas-batas pikiran manusia.” (Anto
Dwiastoro, 21 November 2016)
“Dunia tidak akan hancur oleh orang-orang jahat, melainkan
oleh mereka yang melihat kejahatan tetapi tidak melakukan apa-apa.” (Albert
Einstein)
“Kita seringkali terjebak oleh apa yang kita yakini sebagai
kebenaran. Merelakan kebenaran itu, sebaliknya, membawa kebahagiaan.” (Anto
Dwiastoro, 11 Desember 2016)
“Kamu tidak
akan pernah benar bila selalu takut salah.” (Anto Dwiastoro, 17 Desember
2016)
“Di mana ada kemauan, di situ ada tuntunanNya.” (Anto
Dwiastoro, 22 Desember 2016 di Wisma SUBUD Cilandak)