“Tuhan tidak jalan di tempat. Dia bersama kita
ke mana pun kita menuju, sekaligus Dia sudah di sana lebih dahulu.” (Anto
Dwiastoro, 2 Januari 2014)
“Hubungan kamu dengan Tuhan itu bersifat interaksi, bukan transaksi. Makanya, jangan beranggapan kamu bisa menyogokNya lewat
ketekunanmu menyembahNya. Sembahlah Dia dengan sabar, ikhlas dan tawakal; bebas
dari transaksi sebagaimana yang terdapat dalam hubungan antara penjual dan
pembeli.” (Anto Dwiastoro, 4 Januari 2014)
“Jangan berdoa minta uang kepada Tuhan, karena
Ia takkan mengabulkannya, lantaran bagiNya segala sesuatu di alam semesta ini
gratis tersedia untukmu. Mintalah barang atau sesuatu yang sedianya dengan uang
itu kamu akan membelinya, niscaya Tuhan akan memberimu lewat proses dan cara
yang tidak kamu sangka-sangka.” (Anto Dwiastoro, 5 Januari 2014)
“Dipercaya merupakan pujian yang lebih besar
daripada dicintai.” (George MacDonald)
“Dengan menjaga nama baik orang lain, namamu
akan kian harum.” (Anto Dwiastoro, 10 Januari 2014)
“Jangan memperbesar perbedaan yang kecil dan mengecilkan
persamaan yang besar.” (Khotbah sholat Jum’at di Masjid Ukhuwah Islamiyah, 17
Januari 2014)
“Jangan terlalu dipikir-pikir, biarkan mukjizat
berkembang secara alami.” (Anto Dwiastoro, 19 Januari 2014)
“Pemberian maaf memutuskan lingkaran sebab
akibat, karena orang yang ‘memaafkan’ kamu—karena cinta—mengambil alih beban
konsekuensi dari apa yang telah kamu lakukan. Pemberian maaf, dengan demikian
selalu diikuti oleh sebuah pengorbanan.” (Dag Hammarskjold)
“Orang-orang yang mampu menjadi dirinya sendiri
adalah mereka yang telah terbebaskan dari nafsu-nafsu dan akal pikiran yang
menguasai.” (Anto Dwiastoro, 28 Januari 2014)
“Sungguh nikmat, menyenangkan dan menyehatkan
jasmani dan rohani kita bila kita ma(mp)u memberikan kelebihan kepada orang lain justru di saat kita sedang mengalami kekurangan.” (Anto Dwiastoro, 1
Februari 2014)
“Bukti bahwa Tuhan bukan manusia, dan manusia
tidak bisa menjadi Tuhan: Tuhan tidak pernah bisa dikalahkan oleh ciptaanNya, tetapi
tidak sedikit pengalaman nyata di mana manusia dikalahkan oleh ciptaannya
sendiri.” (Anto Dwiastoro, 2 Februari 2014)
“Orang miskin berdoa minta uang ke Tuhan supaya dia bisa membeli
barang-barang. Orang kaya berdoa minta waktu
ke Tuhan supaya dia bisa menikmati
barang-barang yang dibelinya.” (Anto Dwiastoro, 2 Februari 2014)
“Seseorang yang ilmu agamanya sudah tinggi
cenderung toleran terhadap dan menghormati penganut agama-agama lainnya.
Seseorang yang ilmu politiknya tinggi cenderung menghargai lawan-lawan
politiknya. Seseorang yang ilmu keuangannya sudah mumpuni cenderung jujur dalam
mengelola keuangan. Jadi, ilmu yang tinggi
(sejatinya) membuat kita lebih rendah
hati. (Anto Dwiastoro, 3 Februari 2014)
“Lupakan kebaikanmu pada orang lain, tapi jangan
sekali-kali lupakan kebaikan Tuhan yang memberimu kesempatan untuk berbuat baik
pada orang lain.” (Anto Dwiastoro, 4 Februari 2014)
“Siang dan malam memang takkan pernah datang
bersama, tetapi keberiringan mereka menjadikan harimu utuh. Seperti itulah,
suka dan duka mengiringimu, menjadikan hidupmu utuh hingga kamu dapat
merasakanNya.” (Anto Dwiastoro, 5 Februari 2014)
“Orang yang kekurangan uang biasanya mendapat
ujian hidup berupa masalah yang bisa diselesaikan dengan uang. Orang yang
kelebihan uang malah sebaliknya—mendapat ujian hidup berupa masalah-masalah
yang tidak bisa diatasi dengan uang.” (Anto Dwiastoro, 5 Februari 2014)
“Selama ini, banyak orang mengira bahwa ekspresi
‘mendoakan orang tua yang sudah wafat’ adalah dengan menengadahkan kedua tangan
di ranah persembahyangan ritual, memohon kepada Tuhan agar dosa-dosa mereka
diampuni. Padahal sejatinya, doa itu direpresentasi lewat tindakan-tindakan
anak-anaknya yang harus senantiasa menjaga nama baik kedua orang tuanya. Jangan
sampai, tetangga ngomong: ‘Eh, tuh si Anu anaknya Pak dan Bu Polan kok kelakuannya minta ampun dah, nggak
kayak ibu-bapaknya!’.” (Anto Dwiastoro, 6 Februari 2014)
“Kebanyakan orang mampu menegakkan kepercayaan
diri mereka hanya bila ditopang oleh apa yang mereka miliki—terutama harta
benda, jabatan, ilmu, gelar, keahlian, profesi. Jarang sekali dijumpai orang
yang percaya diri sepenuhnya karena menjadi dirinya sendiri tanpa keterkaitan
sama sekali dengan apa pun yang dimilikinya.” (Anto Dwiastoro, 16 Februari
2014)
“Yang bilang ketelanjangan tubuh itu tidak
bermoral pasti keluar dari rahim ibunya dalam keadaan berpakaian lengkap.”
(Anto Dwiastoro, 25 Februari 2014)
“Engkau mencari surga, maka surga yang akan kau
dapatkan. Engkau mencari neraka, maka neraka yang akan kau dapatkan. Engkau
mencari Tuhan, maka kau akan mendapatkan surga maupun neraka, karena keduanya
adalah ciptaanNya. Tugasmu adalah menyerahkan kembali keduanya kepadaNya, maka
kau akan mendapatkan cintaNya.” (Anto Dwiastoro, 2 Maret 2014)
“Kerendahan hati merupakan hasil dari
pengetahuan dan kearifan, sedangkan kesombongan merupakan hasil dari
kebodohan.” (Imam Khomeini, 40 Hadis:
Telaah atas Hadis-Hadis Mistis dan Akhlak (Bandung: Mizan, 2004), hlm. 113)
“Ada dua jenis manusia dalam hidup ini. Dia yang
victim
(korban), yang merasa semua penderitaan hidupnya disebabkan oleh hal-hal lain
di luar dirinya, sehingga ia terus mengeluh dan minta dikasihani. Dan dia yang victor
(pemenang), yang merasa dirinya tak harus menjadi orang lain dan alih-alih
meratapi nasibnya, ia cuek saja
melenggang mengejar apa yang dicita-citakannya.” (Anto Dwiastoro, 10 Maret
2014)
“Dengan uang, kamu bisa membeli obat, tetapi
tidak bisa membeli kesehatan. Dengan uang, kamu bisa belanja ini-itu asal ada
waktu, tetapi kamu tidak bisa membeli waktu. Dengan uang, kamu bisa mengadakan
pesta pernikahan yang hebat, tetapi uang tidak bisa mempertahankan pernikahan
yang hebat. Dengan uang kamu bisa beli payung, tetapi tidak bisa menyogok hujan
agar tidak turun."(Anto Dwiastoro, 12 Maret 2014)
“Runtuhnya siapa saja pun karena wanita juga,
apabila wanodya (gadis remaja—Red.)...
wanita itu disalahgunakan, artinya bukan dijadikan sebagai sesuatu jalan yang
benar, tetapi dijadikan sebagai mainan, sebagai hanya untuk membuang nafsu,
hanya untuk kesenangan. Oleh karena itu, saudara sekalian, maka kalau saudara
menaati perintah Tuhan—ya, mungkin saudara akan dapat menerima, tetapi saatnya
masih lama, sehingga Bapak perlu katakan sekarang ini—agar saudara dalam
Latihannya dapat lancar dan agar saudara dapat menerima hal-hal yang saudara
butuhkan, perlu sekali saudara rukun dengan istri. Janganlah dianggap istri itu
sebagai sesuatu benda hanya untuk menuruti nafsu, hanya untuk memenuhi keinginan
saudara sekalian. Tetapi jadikanlah istri itu sebagai benar-benar kawan hidup,
karena tidak dengan istri, saudara tidak akan dapat mengetahui... selain, kalau
saudara memang sudah diistimewakan oleh Tuhan Yang Maha Esa.” (Muhammad Subuh
Sumohadiwidjojo, Vancouver, Kanada, 3 Mei 1968)
“Akar-akar kata dari kata antusiasme berarti ‘Tuhan bersemayam di dalam diri’.” (Stephen R.
Covey, The 8th Habit: Melampaui Efektivitas,
Menggapai Keagungan (Jakarta: Gramedia, 2005), hlm. 376)
“Kekuatan itu mengisi diri hanya ketika kita mengosongkan
diri.” (Anto Dwiastoro, 6 Juni 2014)
“Orang yang berserah diri itu tidak pernah kalah. Ia hanya merendah
dan lawan pun (manusia maupun benda) takluk oleh dayanya sendiri.” (Anto
Dwiastoro, 12 Juni 2014, pukul 10.30 WIB)
“Ya Tuhan, maafkanlah aku atas semua kesia-siaan
yang pernah kuperbuat. Tuntunlah aku senantiasa dalam perkataan dan perbuatan,
pikiran dan perasaan. Terima kasih, Tuhan, atas segala hal dalam hidupku.” (Doa
Anto Dwiastoro, 13 Juni 2014)
“Kamu tidak butuh Aku untuk mencintaimu agar
kamu bahagia. Kamu lebih butuh kamu untuk
mencintai dirimu sendiri agar kamu bahagia.” (Anto Dwiastoro, 12 Juli 2014)
“Pengetahuan itu diperoleh bukan melalui
banyaknya pengajaran, melainkan melalui cahaya yang Tuhan pancarkan pada hati
hamba yang dikehendakiNya.” (Bihar Al-Anwar I, hlm. 225)
“Banyak orang mencari cara mencapai keikhlasan,
tetapi kebanyakan malah membuang kesempatan itu ketika dihadapkan pada situasi
di mana keikhlasan adalah mutlak.” (Anto Dwiastoro, 31 Juli 2014 di Surabaya)
“Pencarian afirmasi (persetujuan) pada
kebanyakan kasus lebih merupakan upaya pemuasan ego belaka.” (Anto Dwiastoro, 8
Agustus 2014 di Surabaya)
“Bila nasihatmu tidak mempan mengubah perilaku
buruk seseorang, jangan jengkel. Terkadang sebuah perilaku merupakan proses
yang harus dilalui seseorang untuk belajar dan kemudian berubah. Manusia pada
dasarnya mau berubah, hanya bila itu berasal dari dirinya sendiri, bukan karena
nasihat dari orang lain.” (Anto Dwiastoro, 11 Agustus 2014, 05.52 WIB)
“Kemarahan itu seringnya membakar hal-hal yang
seharusnya dipadamkan. Dan, biasanya, apinya terus menjalar ke mana-mana.”
(Anto Dwiastoro, 14 Agustus 2014)
“Tidak
mau menggali lebih dalam dan berhenti di aras persangkaan—itulah yang menyebabkan
tidak adanya kerukunan antar manusia dari berbagai agama, budaya, ras, suku
bangsa dan ideologi.” (Anto Dwiastoro, 6 September 2014)
“[S]audara sekalian itu mempunyai lemari, yang
selama hidupnya masih dikunci, masih tertutup. Sebetulnya di dalam lemari
banyak pakaian, banyak macam-macam yang dibutuhkan saudara itu. Tetapi, karena
tidak dan belum dapat melihat ini, sehingga saudara cari ke toko. Jadi, sudah
punya, tetapi masih cari, karena belum tahu apa yang telah dimiliki. Sudah
tentu yang ada di dalam itu barang-barang yang lebih bagus daripada yang ada di
toko, dan sungguh-sungguh berguna. Di toko itu barang tiruan, karena saudara hanya
melihat tetangganya beli.” (Muhammad Subuh Sumohadiwidjojo, New York, 22 Juni
1963 {63 NYC 1})
“...For remembering and feeling our closeness to
the power of God Almighty—there is very much time available for that. For
example, the time that we normally spend sitting thinking about something, or
daydreaming, or the time we spend feeling about something, the time we spend
sitting alone or with our wife, or the time we spend walking somewhere or going
to the shops—all this time is spare time. That is, time that is wasted. We
should try to fill that time with the consciousness of the power of God, with a
feeling of being relaxed, like when you receive the Latihan Kejiwaan normally.
In other words, Bapak says not all the time that you have is filled or used in
this way. Yet it means that as much as possible you fill your life with this
atmosphere of the closeness to the power of God Almighty, like we experience in
the Latihan...” (Muhammad Subuh, Osaka, Japan, January 8, 1978—78 OSA 2)
“Mengapa orang-orang selalu tampak buruk di
matamu? Karena kamu berharap mereka harus sesuai dengan nilai/norma yang kamu
anut, sedangkan mereka masing-masing hidup berdasarkan nilai/norma yang mereka
anut, yang berbeda darimu. Tidak ada orang yang sama. Kalau kamu mau mereka tampak
baik di matamu, perlakukanlah mereka sebagaimana sejatinya masing-masing dari
mereka. Ingat, beragam lebih baik
daripada seragam.” (Anto Dwiastoro,
22 September 2014)
“Tanah Sucimu adalah di mana saja kamu
menjejakkan kakimu dalam keadaan dirimu berserah diri dengan sabar, ikhlas dan
tawakal.” (Anto Dwiastoro, 26 September 2014)
“Meminta maaf padahal kamu tidak berbuat salah
jangan kamu anggap kekalahan. Justru sebaliknya, itu adalah kemenangan yang menyehatkan
kamu lahir dan batin.” (Anto Dwiastoro, 28 September 2014)
“Masa lalu adalah teropong kita di masa kini
untuk melihat masa depan.” (Anto Dwiastoro)
“Ya, kamu memang berpikir bahwa kamu tidak punya
kekuatan untuk bertahan. Tetapi itulah pikiran—ia
selalu mengatakan apa yang bukan sejatinya dirimu. Sesungguhnya Tuhan memberimu
kekuatan, asal kamu berserah diri kepadaNya. Ayo, jangan menyerah, tetapi
berserah!” (Anto Dwiastoro, 4 Oktober 2014)
“The world doesn’t necessarily condemn the man
who loves a battle. It encourages and rewards some of them. Even a gallant
loser may get a share of the glory when the history books are written. I’m not
sure it’s altogether right to encourage and reward fighting and killing, but
that’s the way things are. Have I answered you?” (Orry Main to cousin Charles in
John Jakes North & South, p. 308)
“Sometimes when you are at home, having a bath,
just follow what you are singing. Follow it, so that you can feel how there are
some very good songs in you. That one is a Greek melody. This is now beginning
to arise, and it will continue in the future. Do not be shy; let it come out.
Bapak cannot hear you. Yes, thank you. Eventually your body will be healthy.”
(Muhammad Subuh, Cilandak, Jakarta, January 7, 1979)
“Be patient with Him for an hour and you will
see His grace and favor for years." (Shaikh ‘Abd al-Qadir al-Jilani r.a., Al-Fath ar-Rabbani, First Discourse).
“When sickness comes your way, receive it the
hand of patience, and stay calm until the remedy arrives. Then, when the remedy
does come, receive it with the hand of gratitude. If you behave like this, you
will cope with this present life.” (Shaikh ‘Abd al-Qadir al-Jilani, Al-Fath ar Rabbani (The Sublime
Revelation), First Discourse)
“Ketika ada orang yang marah hebat kepadamu,
berserah dirilah dengan perasaan sabar, ikhlas dan tawakal. Maka kamu akan
menjadi tembok tebal yang memantulkan lontaran amarahnya kembali kepadanya,
memukul dirinya, dan bukan tidak mungkin merusak seluruh tubuh, pikiran dan
jiwanya.” (Anto Dwiastoro, 22 Oktober 2014)
“I have never met someone who is living a bold
and successful life—and by successful I mean prosperous, kind, and in touch
with the meaningfulness of what they're doing--who has apologized for being
perfectionistic mercurial, unrelenting, or whatever their slightly
controversial hallmark characteristics are.
You will always be too much of something for
someone: too big, too loud, too soft, too edgy. If you round out your edges,
you lose your edge.
Apologize for mistakes. Apologize for
unintentionally hurting someone—profusely. But don't apologize for being who
you are.” (Danielle Laporte—Canadian author, motivational speaker,
entrepreneur, and blogger)
“Beware of losing all hope! In the wake of every
distress there is delight. Allah is every day about some awesome business. To
one set of people after another He presents different situations. In this
alteration you must be together with Him, never abandon your patience, and
always be content with His predestination. That is because you cannot know what
to expect, and you may suddenly notice that Allah is bringing a brand-new
situation into view.” (Shaikh ‘Abd al-Qadir al-Jilani r.a., an excerpt from the
discourse on “Contentment with the Decree of Destiny” in Pearls of the Heart)
“Laughing is also guided by God, so that in sad
and difficult situations you can laugh. This is very important for your life.
As a rule, when things are very bad and difficult, people do not have the heart
to laugh. But because of your worship of God, because of the Latihan Kejiwaan,
you are able to laugh in difficult times. That is the remedy; that is the
medicine for it.” (Bapak’s Talk to Men and Women, Honolulu, Hawaii, USA, April
12, 1972)
“Wahai kamu yang miskin atau sakit, jangan minta
kekayaan atau kesehatan yang baik, karena itu bisa menjadi penyebab
kehancuranmu. Berpuaslah dengan nasibmu saat ini, dan jangan minta lebih. Apa
pun yang diberikan Tuhan Yang Maha Benar kepadamu, hanya akan menjadi masalah
dan penderitaan bagimu, kecuali hamba
yang tertuntun dari dalam untuk meminta. Ketika ia tertuntun untuk meminta,
ia akan diberkahi dengan apa yang dimintanya, dan kekotoran akan dihapus
darinya.” (Syekh ‘Abd al-Qadir al-Jilani r.a., Al-Fath ar-Rabbani, Diskursus Ketiga)
“God has authority and can supervise everything.
Bapak illustrates this by comparing it to someone working on a car. Because God
is the warehouse where the spare parts and the screws come from, they are very
plentiful. So whatever is wrong is replaced. If it's wrong--replace it. For God
indeed is Almighty and is the Maker.” (Bapak Muhammad Subuh, Munich, December
13, 1950)
“Bagi saya, selalu sulit untuk merayakan
kesuksesan, karena selalu berpikir: Apa selanjutnya?” (Howard Schultz, Chairman
dan CEO Starbucks dalam Pour Your Heart
Into It: Bagaimana Starbucks Membangun sebuah Perusahaan Secangkir demi
Secangkir (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2002: 234)
“Merek-merek yang otentik tidak muncul dari
ruangan pemasaran atau biro-biro iklan. Merek otentik muncul dari segala
sesuatu yang dilakukan perusahaan, dari desain toko dan pemilihan tempat sampai
pelatihan, produksi, pengemasan dan pembelian barang. Di perusahaan dengan
merek yang kuat, setiap manajer senior harus mengevaluasi setiap keputusan
dengan menanyakan: ‘Apakah ini akan memperkuat atau memperlemah merek?’.”
(Howard Schultz dan Dori Jones Yang, Pour
Your Heart Into It: Bagaimana Starbucks Membangun Sebuah Perusahaan Secangkir
Demi Secangkir (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2002), hlm. 315)
“Sukses akan sangat manis apabila
dibagi-bagikan.” (Howard Schultz dan Dori Jones Yang, idem, hlm. 422)
“Sebenarnya, tidak ada yang dinamakan
‘keajaiban’ itu. Kita hanya tidak memahami hukum alam.” (Anto Dwiastoro, 9
Desember 2014)
“With attitude, you reach altitude.” (Anto
Dwiastoro, 15 Desember 2014)
“Saya mencari Tuhan dan tak bisa menemukanNya.
Saya mencari jiwa saya dan jiwa saya menghindari saya. Saya mencari saudara
saya untuk melayani kebutuhannya. Dan saya menemukan ketiganya—Tuhan saya, jiwa
saya, dan saudara.” (Anonim)
“Dengan ketenangan
tercapai kemenangan.” (Anto
Dwiastoro, 31 Desember 2014)
“Kelezatan makanan tergantung pada kombinasi
tiga hal: bahan, penyajian, dan cara makan.” (Anto Dwiastoro, 31 Desember 2014)