Tuesday, December 30, 2014

Anto Dwiastoro's Quotes 2014


“Tuhan tidak jalan di tempat. Dia bersama kita ke mana pun kita menuju, sekaligus Dia sudah di sana lebih dahulu.” (Anto Dwiastoro, 2 Januari 2014)

“Hubungan kamu dengan Tuhan itu bersifat interaksi, bukan transaksi. Makanya, jangan beranggapan kamu bisa menyogokNya lewat ketekunanmu menyembahNya. Sembahlah Dia dengan sabar, ikhlas dan tawakal; bebas dari transaksi sebagaimana yang terdapat dalam hubungan antara penjual dan pembeli.” (Anto Dwiastoro, 4 Januari 2014)

“Jangan berdoa minta uang kepada Tuhan, karena Ia takkan mengabulkannya, lantaran bagiNya segala sesuatu di alam semesta ini gratis tersedia untukmu. Mintalah barang atau sesuatu yang sedianya dengan uang itu kamu akan membelinya, niscaya Tuhan akan memberimu lewat proses dan cara yang tidak kamu sangka-sangka.” (Anto Dwiastoro, 5 Januari 2014)

“Dipercaya merupakan pujian yang lebih besar daripada dicintai.” (George MacDonald)

“Dengan menjaga nama baik orang lain, namamu akan kian harum.” (Anto Dwiastoro, 10 Januari 2014)

“Jangan memperbesar perbedaan yang kecil dan mengecilkan persamaan yang besar.” (Khotbah sholat Jum’at di Masjid Ukhuwah Islamiyah, 17 Januari 2014)

“Jangan terlalu dipikir-pikir, biarkan mukjizat berkembang secara alami.” (Anto Dwiastoro, 19 Januari 2014)

“Pemberian maaf memutuskan lingkaran sebab akibat, karena orang yang ‘memaafkan’ kamu—karena cinta—mengambil alih beban konsekuensi dari apa yang telah kamu lakukan. Pemberian maaf, dengan demikian selalu diikuti oleh sebuah pengorbanan.” (Dag Hammarskjold)

“Orang-orang yang mampu menjadi dirinya sendiri adalah mereka yang telah terbebaskan dari nafsu-nafsu dan akal pikiran yang menguasai.” (Anto Dwiastoro, 28 Januari 2014)

“Sungguh nikmat, menyenangkan dan menyehatkan jasmani dan rohani kita bila kita ma(mp)u memberikan kelebihan kepada orang lain justru di saat kita sedang mengalami kekurangan.” (Anto Dwiastoro, 1 Februari 2014)

“Bukti bahwa Tuhan bukan manusia, dan manusia tidak bisa menjadi Tuhan: Tuhan tidak pernah bisa dikalahkan oleh ciptaanNya, tetapi tidak sedikit pengalaman nyata di mana manusia dikalahkan oleh ciptaannya sendiri.” (Anto Dwiastoro, 2 Februari 2014)

“Orang miskin berdoa minta uang ke Tuhan supaya dia bisa membeli barang-barang. Orang kaya berdoa minta waktu ke Tuhan supaya dia bisa menikmati barang-barang yang dibelinya.” (Anto Dwiastoro, 2 Februari 2014)

“Seseorang yang ilmu agamanya sudah tinggi cenderung toleran terhadap dan menghormati penganut agama-agama lainnya. Seseorang yang ilmu politiknya tinggi cenderung menghargai lawan-lawan politiknya. Seseorang yang ilmu keuangannya sudah mumpuni cenderung jujur dalam mengelola keuangan. Jadi, ilmu yang tinggi (sejatinya) membuat kita lebih rendah hati. (Anto Dwiastoro, 3 Februari 2014)

“Lupakan kebaikanmu pada orang lain, tapi jangan sekali-kali lupakan kebaikan Tuhan yang memberimu kesempatan untuk berbuat baik pada orang lain.” (Anto Dwiastoro, 4 Februari 2014)

“Siang dan malam memang takkan pernah datang bersama, tetapi keberiringan mereka menjadikan harimu utuh. Seperti itulah, suka dan duka mengiringimu, menjadikan hidupmu utuh hingga kamu dapat merasakanNya.” (Anto Dwiastoro, 5 Februari 2014)

“Orang yang kekurangan uang biasanya mendapat ujian hidup berupa masalah yang bisa diselesaikan dengan uang. Orang yang kelebihan uang malah sebaliknya—mendapat ujian hidup berupa masalah-masalah yang tidak bisa diatasi dengan uang.” (Anto Dwiastoro, 5 Februari 2014)

“Selama ini, banyak orang mengira bahwa ekspresi ‘mendoakan orang tua yang sudah wafat’ adalah dengan menengadahkan kedua tangan di ranah persembahyangan ritual, memohon kepada Tuhan agar dosa-dosa mereka diampuni. Padahal sejatinya, doa itu direpresentasi lewat tindakan-tindakan anak-anaknya yang harus senantiasa menjaga nama baik kedua orang tuanya. Jangan sampai, tetangga ngomong: ‘Eh, tuh si Anu anaknya Pak dan Bu Polan kok kelakuannya minta ampun dah, nggak kayak ibu-bapaknya!’.” (Anto Dwiastoro, 6 Februari 2014)

“Kebanyakan orang mampu menegakkan kepercayaan diri mereka hanya bila ditopang oleh apa yang mereka miliki—terutama harta benda, jabatan, ilmu, gelar, keahlian, profesi. Jarang sekali dijumpai orang yang percaya diri sepenuhnya karena menjadi dirinya sendiri tanpa keterkaitan sama sekali dengan apa pun yang dimilikinya.” (Anto Dwiastoro, 16 Februari 2014)

“Yang bilang ketelanjangan tubuh itu tidak bermoral pasti keluar dari rahim ibunya dalam keadaan berpakaian lengkap.” (Anto Dwiastoro, 25 Februari 2014)

“Engkau mencari surga, maka surga yang akan kau dapatkan. Engkau mencari neraka, maka neraka yang akan kau dapatkan. Engkau mencari Tuhan, maka kau akan mendapatkan surga maupun neraka, karena keduanya adalah ciptaanNya. Tugasmu adalah menyerahkan kembali keduanya kepadaNya, maka kau akan mendapatkan cintaNya.” (Anto Dwiastoro, 2 Maret 2014)

“Kerendahan hati merupakan hasil dari pengetahuan dan kearifan, sedangkan kesombongan merupakan hasil dari kebodohan.” (Imam Khomeini, 40 Hadis: Telaah atas Hadis-Hadis Mistis dan Akhlak (Bandung: Mizan, 2004), hlm. 113)

“Ada dua jenis manusia dalam hidup ini. Dia yang victim (korban), yang merasa semua penderitaan hidupnya disebabkan oleh hal-hal lain di luar dirinya, sehingga ia terus mengeluh dan minta dikasihani. Dan dia yang victor (pemenang), yang merasa dirinya tak harus menjadi orang lain dan alih-alih meratapi nasibnya, ia cuek saja melenggang mengejar apa yang dicita-citakannya.” (Anto Dwiastoro, 10 Maret 2014)

“Dengan uang, kamu bisa membeli obat, tetapi tidak bisa membeli kesehatan. Dengan uang, kamu bisa belanja ini-itu asal ada waktu, tetapi kamu tidak bisa membeli waktu. Dengan uang, kamu bisa mengadakan pesta pernikahan yang hebat, tetapi uang tidak bisa mempertahankan pernikahan yang hebat. Dengan uang kamu bisa beli payung, tetapi tidak bisa menyogok hujan agar tidak turun."(Anto Dwiastoro, 12 Maret 2014)

“Runtuhnya siapa saja pun karena wanita juga, apabila wanodya (gadis remaja—Red.)... wanita itu disalahgunakan, artinya bukan dijadikan sebagai sesuatu jalan yang benar, tetapi dijadikan sebagai mainan, sebagai hanya untuk membuang nafsu, hanya untuk kesenangan. Oleh karena itu, saudara sekalian, maka kalau saudara menaati perintah Tuhan—ya, mungkin saudara akan dapat menerima, tetapi saatnya masih lama, sehingga Bapak perlu katakan sekarang ini—agar saudara dalam Latihannya dapat lancar dan agar saudara dapat menerima hal-hal yang saudara butuhkan, perlu sekali saudara rukun dengan istri. Janganlah dianggap istri itu sebagai sesuatu benda hanya untuk menuruti nafsu, hanya untuk memenuhi keinginan saudara sekalian. Tetapi jadikanlah istri itu sebagai benar-benar kawan hidup, karena tidak dengan istri, saudara tidak akan dapat mengetahui... selain, kalau saudara memang sudah diistimewakan oleh Tuhan Yang Maha Esa.” (Muhammad Subuh Sumohadiwidjojo, Vancouver, Kanada, 3 Mei 1968)

“Akar-akar kata dari kata antusiasme berarti ‘Tuhan bersemayam di dalam diri’.” (Stephen R. Covey, The 8th Habit: Melampaui Efektivitas, Menggapai Keagungan (Jakarta: Gramedia, 2005), hlm. 376)

“Kekuatan itu mengisi diri hanya ketika kita mengosongkan diri.” (Anto Dwiastoro, 6 Juni 2014)

“Orang yang berserah diri itu tidak pernah kalah. Ia hanya merendah dan lawan pun (manusia maupun benda) takluk oleh dayanya sendiri.” (Anto Dwiastoro, 12 Juni 2014, pukul 10.30 WIB)

“Ya Tuhan, maafkanlah aku atas semua kesia-siaan yang pernah kuperbuat. Tuntunlah aku senantiasa dalam perkataan dan perbuatan, pikiran dan perasaan. Terima kasih, Tuhan, atas segala hal dalam hidupku.” (Doa Anto Dwiastoro, 13 Juni 2014)

“Kamu tidak butuh Aku untuk mencintaimu agar kamu bahagia. Kamu lebih butuh kamu untuk mencintai dirimu sendiri agar kamu bahagia.” (Anto Dwiastoro, 12 Juli 2014)

“Pengetahuan itu diperoleh bukan melalui banyaknya pengajaran, melainkan melalui cahaya yang Tuhan pancarkan pada hati hamba yang dikehendakiNya.” (Bihar Al-Anwar I, hlm. 225)

“Banyak orang mencari cara mencapai keikhlasan, tetapi kebanyakan malah membuang kesempatan itu ketika dihadapkan pada situasi di mana keikhlasan adalah mutlak.” (Anto Dwiastoro, 31 Juli 2014 di Surabaya)

“Pencarian afirmasi (persetujuan) pada kebanyakan kasus lebih merupakan upaya pemuasan ego belaka.” (Anto Dwiastoro, 8 Agustus 2014 di Surabaya)

“Bila nasihatmu tidak mempan mengubah perilaku buruk seseorang, jangan jengkel. Terkadang sebuah perilaku merupakan proses yang harus dilalui seseorang untuk belajar dan kemudian berubah. Manusia pada dasarnya mau berubah, hanya bila itu berasal dari dirinya sendiri, bukan karena nasihat dari orang lain.” (Anto Dwiastoro, 11 Agustus 2014, 05.52 WIB)

“Kemarahan itu seringnya membakar hal-hal yang seharusnya dipadamkan. Dan, biasanya, apinya terus menjalar ke mana-mana.” (Anto Dwiastoro, 14 Agustus 2014)

Tidak mau menggali lebih dalam dan berhenti di aras persangkaan—itulah yang menyebabkan tidak adanya kerukunan antar manusia dari berbagai agama, budaya, ras, suku bangsa dan ideologi.” (Anto Dwiastoro, 6 September 2014)

“[S]audara sekalian itu mempunyai lemari, yang selama hidupnya masih dikunci, masih tertutup. Sebetulnya di dalam lemari banyak pakaian, banyak macam-macam yang dibutuhkan saudara itu. Tetapi, karena tidak dan belum dapat melihat ini, sehingga saudara cari ke toko. Jadi, sudah punya, tetapi masih cari, karena belum tahu apa yang telah dimiliki. Sudah tentu yang ada di dalam itu barang-barang yang lebih bagus daripada yang ada di toko, dan sungguh-sungguh berguna. Di toko itu barang tiruan, karena saudara hanya melihat tetangganya beli.” (Muhammad Subuh Sumohadiwidjojo, New York, 22 Juni 1963 {63 NYC 1})

“...For remembering and feeling our closeness to the power of God Almighty—there is very much time available for that. For example, the time that we normally spend sitting thinking about something, or daydreaming, or the time we spend feeling about something, the time we spend sitting alone or with our wife, or the time we spend walking somewhere or going to the shops—all this time is spare time. That is, time that is wasted. We should try to fill that time with the consciousness of the power of God, with a feeling of being relaxed, like when you receive the Latihan Kejiwaan normally. In other words, Bapak says not all the time that you have is filled or used in this way. Yet it means that as much as possible you fill your life with this atmosphere of the closeness to the power of God Almighty, like we experience in the Latihan...” (Muhammad Subuh, Osaka, Japan, January 8, 1978—78 OSA 2)

“Mengapa orang-orang selalu tampak buruk di matamu? Karena kamu berharap mereka harus sesuai dengan nilai/norma yang kamu anut, sedangkan mereka masing-masing hidup berdasarkan nilai/norma yang mereka anut, yang berbeda darimu. Tidak ada orang yang sama. Kalau kamu mau mereka tampak baik di matamu, perlakukanlah mereka sebagaimana sejatinya masing-masing dari mereka. Ingat, beragam lebih baik daripada seragam.” (Anto Dwiastoro, 22 September 2014)

“Tanah Sucimu adalah di mana saja kamu menjejakkan kakimu dalam keadaan dirimu berserah diri dengan sabar, ikhlas dan tawakal.” (Anto Dwiastoro, 26 September 2014)

“Meminta maaf padahal kamu tidak berbuat salah jangan kamu anggap kekalahan. Justru sebaliknya, itu adalah kemenangan yang menyehatkan kamu lahir dan batin.” (Anto Dwiastoro, 28 September 2014)

“Masa lalu adalah teropong kita di masa kini untuk melihat masa depan.” (Anto Dwiastoro)

“Ya, kamu memang berpikir bahwa kamu tidak punya kekuatan untuk bertahan. Tetapi itulah pikiran—ia selalu mengatakan apa yang bukan sejatinya dirimu. Sesungguhnya Tuhan memberimu kekuatan, asal kamu berserah diri kepadaNya. Ayo, jangan menyerah, tetapi berserah!” (Anto Dwiastoro, 4 Oktober 2014)

“The world doesn’t necessarily condemn the man who loves a battle. It encourages and rewards some of them. Even a gallant loser may get a share of the glory when the history books are written. I’m not sure it’s altogether right to encourage and reward fighting and killing, but that’s the way things are. Have I answered you?” (Orry Main to cousin Charles in John Jakes North & South, p. 308)

“Sometimes when you are at home, having a bath, just follow what you are singing. Follow it, so that you can feel how there are some very good songs in you. That one is a Greek melody. This is now beginning to arise, and it will continue in the future. Do not be shy; let it come out. Bapak cannot hear you. Yes, thank you. Eventually your body will be healthy.” (Muhammad Subuh, Cilandak, Jakarta, January 7, 1979)

“Be patient with Him for an hour and you will see His grace and favor for years." (Shaikh ‘Abd al-Qadir al-Jilani r.a., Al-Fath ar-Rabbani, First Discourse).

“When sickness comes your way, receive it the hand of patience, and stay calm until the remedy arrives. Then, when the remedy does come, receive it with the hand of gratitude. If you behave like this, you will cope with this present life.” (Shaikh ‘Abd al-Qadir al-Jilani, Al-Fath ar Rabbani (The Sublime Revelation), First Discourse)

“Ketika ada orang yang marah hebat kepadamu, berserah dirilah dengan perasaan sabar, ikhlas dan tawakal. Maka kamu akan menjadi tembok tebal yang memantulkan lontaran amarahnya kembali kepadanya, memukul dirinya, dan bukan tidak mungkin merusak seluruh tubuh, pikiran dan jiwanya.” (Anto Dwiastoro, 22 Oktober 2014)

“I have never met someone who is living a bold and successful life—and by successful I mean prosperous, kind, and in touch with the meaningfulness of what they're doing--who has apologized for being perfectionistic mercurial, unrelenting, or whatever their slightly controversial hallmark characteristics are.

You will always be too much of something for someone: too big, too loud, too soft, too edgy. If you round out your edges, you lose your edge.

Apologize for mistakes. Apologize for unintentionally hurting someone—profusely. But don't apologize for being who you are.” (Danielle Laporte—Canadian author, motivational speaker, entrepreneur, and blogger)

“Beware of losing all hope! In the wake of every distress there is delight. Allah is every day about some awesome business. To one set of people after another He presents different situations. In this alteration you must be together with Him, never abandon your patience, and always be content with His predestination. That is because you cannot know what to expect, and you may suddenly notice that Allah is bringing a brand-new situation into view.” (Shaikh ‘Abd al-Qadir al-Jilani r.a., an excerpt from the discourse on “Contentment with the Decree of Destiny” in Pearls of the Heart)

“Laughing is also guided by God, so that in sad and difficult situations you can laugh. This is very important for your life. As a rule, when things are very bad and difficult, people do not have the heart to laugh. But because of your worship of God, because of the Latihan Kejiwaan, you are able to laugh in difficult times. That is the remedy; that is the medicine for it.” (Bapak’s Talk to Men and Women, Honolulu, Hawaii, USA, April 12, 1972)

“Wahai kamu yang miskin atau sakit, jangan minta kekayaan atau kesehatan yang baik, karena itu bisa menjadi penyebab kehancuranmu. Berpuaslah dengan nasibmu saat ini, dan jangan minta lebih. Apa pun yang diberikan Tuhan Yang Maha Benar kepadamu, hanya akan menjadi masalah dan penderitaan bagimu, kecuali hamba yang tertuntun dari dalam untuk meminta. Ketika ia tertuntun untuk meminta, ia akan diberkahi dengan apa yang dimintanya, dan kekotoran akan dihapus darinya.” (Syekh ‘Abd al-Qadir al-Jilani r.a., Al-Fath ar-Rabbani, Diskursus Ketiga)

“God has authority and can supervise everything. Bapak illustrates this by comparing it to someone working on a car. Because God is the warehouse where the spare parts and the screws come from, they are very plentiful. So whatever is wrong is replaced. If it's wrong--replace it. For God indeed is Almighty and is the Maker.” (Bapak Muhammad Subuh, Munich, December 13, 1950)

“Bagi saya, selalu sulit untuk merayakan kesuksesan, karena selalu berpikir: Apa selanjutnya?” (Howard Schultz, Chairman dan CEO Starbucks dalam Pour Your Heart Into It: Bagaimana Starbucks Membangun sebuah Perusahaan Secangkir demi Secangkir (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2002: 234)

“Merek-merek yang otentik tidak muncul dari ruangan pemasaran atau biro-biro iklan. Merek otentik muncul dari segala sesuatu yang dilakukan perusahaan, dari desain toko dan pemilihan tempat sampai pelatihan, produksi, pengemasan dan pembelian barang. Di perusahaan dengan merek yang kuat, setiap manajer senior harus mengevaluasi setiap keputusan dengan menanyakan: ‘Apakah ini akan memperkuat atau memperlemah merek?’.” (Howard Schultz dan Dori Jones Yang, Pour Your Heart Into It: Bagaimana Starbucks Membangun Sebuah Perusahaan Secangkir Demi Secangkir (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2002), hlm. 315)

“Sukses akan sangat manis apabila dibagi-bagikan.” (Howard Schultz dan Dori Jones Yang, idem, hlm. 422)

“Sebenarnya, tidak ada yang dinamakan ‘keajaiban’ itu. Kita hanya tidak memahami hukum alam.” (Anto Dwiastoro, 9 Desember 2014)

“With attitude, you reach altitude.” (Anto Dwiastoro, 15 Desember 2014)

“Saya mencari Tuhan dan tak bisa menemukanNya. Saya mencari jiwa saya dan jiwa saya menghindari saya. Saya mencari saudara saya untuk melayani kebutuhannya. Dan saya menemukan ketiganya—Tuhan saya, jiwa saya, dan saudara.” (Anonim)

“Dengan ketenangan tercapai kemenangan.” (Anto Dwiastoro, 31 Desember 2014)

“Kelezatan makanan tergantung pada kombinasi tiga hal: bahan, penyajian, dan cara makan.” (Anto Dwiastoro, 31 Desember 2014)



Wednesday, December 3, 2014

Karakteristik dari Orang-orang yang Sangat Kreatif

”Pemikiran kreatif melibatkan imajinasi akan hal-hal yang familiar dengan cara yang baru, menggali di bawah permukaan untuk menemukan pola-pola yang sebelumnya tidak terdeteksi, dan menemukan hubungan-hubungan di antara fenomena-fenomena yang tidak berhubungan satu sama lain.”
--Roger von Oech


SIMAKLAH karakteristik-karakteristik berikut ini dan pikirkan mengenai diri Anda atau orang lain yang Anda persepsikan sebagai kreatif. Saat Anda menelusuri masing-masing deskripsi, coba apakah Anda dapat mengkalkulasi suatu rating bagi masing-masing deskripsi ke dalam kategori-kategori: sering; kadang-kadang; jarang. Latihan ini dapat membantu Anda untuk memutuskan apakah diri Anda atau orang lain termasuk ke dalam satu kelompok yang dianggap sangat kreatif. Sebenarnya, semakin banyak Anda me-rating "sering", semakin besar kemungkinan orang itu dapat digolongkan sebagai SANGAT KREATIF.

Orang-orang yang sangat kreatif cenderung:

1. Mempunyai rasa penasaran yang tinggi terhadap berbagai hal; dia terus menerus mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang apa pun dan segala sesuatunya; memiliki minat yang luas terhadap banyak bidang yang tidak ada hubungannya satu sama lain. Dia suka mengoleksi benda-benda yang didasarkan atas hal-hal dan minat yang tidak biasa.

2. Membangkitkan banyak ide atau solusi untuk berbagai masalah dan pertanyaan-pertanyaan; sering memberi respon yang tidak biasa, unik, cerdas.

3. Sering ceplas-ceplos dalam mengungkapkan opini; kadang radikal dan bersemangat tidak sependapat dengan banyak orang; luar biasa gigih–saat sibuk dengan ide atau proyek.

4. Bersedia mengambil risiko; mereka adalah orang-orang yang digambarkan sebagai ’pengambil risiko tinggi, atau berjiwa petualang, atau spekulatif’.

5. Mengekspresikan humor-humor yang cerdas; sering terpergok berfantasi, melamun atau berangan-angan. Sering blak-blakan mengutarakan penasarannya dan kita bisa dengar dia berkata, ”Saya penasaran, apa yang akan terjadi bila...”; atau ”Bagaimana kalau kita mengubah...” Bisa memanipulasi ide-ide hanya dengan mengubah, mengelaborasi, mengadaptasi, memperbaiki, atau memodifikasi ide aslinya atau ide-ide orang lain. Mereka suka mengurusi perbaikan kerangka kerja dari lembaga-lembaga, obyek-obyek, dan sistem-sistem.

6. Menunjukkan rasa humor mereka secara antusias dan melihat sisi humoris dari situasi-situasi yang mungkin dianggap tidak lucu bagi orang lain. Terkadang humor mereka aneh, tidak pada tempatnya, menyinggung perasaan orang lain.

7. Luar biasa sadar akan dorongan-dorongan hati mereka dan sering bersikap terbuka dengan hal-hal yang tidak masuk akal di dalam diri mereka. Suka blak-blakan menunjukkan karakteristik lawan jenis (ekpresi yang lebih bebas dari minat wanita terhadap pria, yang lebih besar dari kebebasan normal bagi wanita).

8. Memperlihatkan kepekaan emosional yang tinggi. Dapat menjadi sangat peka terhadap keindahan, dan mudah tersentuh oleh pengalaman-pengalaman estetika.

9. Sering dianggap sebagai aneh; mampu menerima keadaan lingkungan atau situasi yang berantakan/kacau-balau; sering tidak berminat dengan detil, digambarkan sebagai individualistis; atau tidak takut dianggap sebagai ’berbeda’.

10. Suka memberikan kritik-kritik yang konstruktif, dan tidak bersedia menerima pernyataan/keputusan yang otoriter tanpa pengujian yang kritis dari sisi mereka.

11. Mewujudkan ide-ide menjadi karya bukan untuk tujuan mendapat nilai di sekolah atau upah; mereka berkarya sebagai ekspresi kesenangan dan kesukaan mereka belaka.



Sumber: A. Taylor, ”The Nature of Creative Process,” dalam P. Smith (ed.), Creativity (New York: Hastings House, 1959).

Tuesday, December 2, 2014

Kata-kata Mutiara Tentang Kreativitas

Otak kreatif yang sejati di bidang apa pun tidak lebih dari ini: makhluk manusia yang lahir abnormal, yang memiliki kepekaan luar biasa. Bagi dirinya, sentuhan dianggap pukulan, suara dianggap kebisingan, kegagalan dianggap tragedi, kegembiraan dianggap ekstase, sahabat dianggap kekasih, kekasih dianggap dewa, dan kegagalan dianggap kematian. Tambahkan pada organisme yang amat rapuh ini kebutuhan yang sangat mendesak untuk berkreasi, berkreasi, berkreasi – sehingga tanpa menciptakan musik atau puisi atau buku atau bangunan atau sesuatu yang bermakna, ia tidak bisa bernapas. Ia harus berkreasi, mesti menumpahkan kreasi. Ia tidak benar-benar hidup kecuali ia berkreasi. (Pearl S. Buck)

Kondisi untuk kreativitas adalah dengan menjadi orang yang bertanya-tanya; berkonsentrasi; mampu menerima konflik dan ketegangan; dilahirkan setiap hari; bisa merasakan diri pribadinya. (Erich Fromm)

Bila hujan yang turun dari awan menjadi awal mula kehidupan bagi tumbuhan, maka demikian pula arus kreativitas menjadi sumber kehidupan bagi manusia. Mari kita rasakan denyut semangat kreatif di dalam diri manusia, yang mempertahankan hidupnya, karena hal itu merupakan satu-satunya cara bagi seseorang untuk menyatu dengan sungai keabadian. Bila kebenaran ini menenggelamkan manusia ke dalam kesukacitaan seperti sinar matahari, ia akan merasa amat bahagia. Semangat kreativitas ibarat sungai yang mengalir di dalam diri manusia dan mengairi tanah jiwanya yang kering, menyegarkannya dan membangkitkan tenaga baru – suatu penciptaan aksi. Tampaknya waktu dan keabadian membaur di dalam diri manusia. Mari kita bangkitkan di dalam diri kita keadaan yang menghasilkan sukses dan hasrat untuk keselarasan ini. (Augustinas Rakauskas, Spirit of Entrepreneurship)

Top 10 Aturan Kreatif:
1. Cara terbaik untuk mendapatkan ide-ide hebat adalah dengan menemukan banyak ide dan membuang yang jelek-jelek.
2. Ciptakan ide-ide yang 15 menit lebih maju dari zamannya… bukan yang maju bertahun-tahun cahaya ke depan.
3. Selalu cari jawaban benar kedua.
4. Jika pada yang pertama Anda tidak berhasil, istirahatlah dulu.
5. Tuliskan ide-ide Anda sebelum Anda melupakannya.
6. Jika semua orang mengatakan bahwa Anda salah, maka Anda telah maju selangkah. Jika semua orang menertawakan Anda, maka Anda telah maju dua langkah.
7. Jawaban atas masalah Anda ‘telah tersedia’. Anda perlu mengajukan pertanyaan yang tepat untuk mengungkap jawabannya.
8. Jika Anda mengajukan pertanyaan yang bodoh, Anda akan memperoleh jawaban yang pintar.
9. Jangan sekali-kali menyelesaikan masalah dari perspektif orisinilnya.
10. Bayangkan masalah Anda telah tuntas sebelum dituntaskan. (Charles Chic Thompson)


Kata-kata Bijak Buddha Gautama

Namo Buddhaya...

“Cinta lebih bernilai daripada emas. Cintailah siapa pun dan janganlah kamu hanya mencari kekayaan. Tidak ada kebahagiaan di dalam kekayaan—hanya cinta.”
“Janganlah menghakimi orang lain karena mereka tidak berperilaku sesuai pikiranmu. Ada alasan yang lebih dalam bagi perilaku mereka dan terkadang yang dibutuhkan cukup tangan yang menuntun dengan lembut.”
“Jangan sekali-kali meragukan dirimu. Jangan ragu sedikit pun bahwa kamu suatu hari dapat membuat perubahan yang positif dalam hidup seseorang.”

“Dengarkan dengan kedua telinga. Meski ini terdengar aneh, seringkali kamu berpikir bahwa kamu sudah mendengarkan orang lain tetapi memikirkan hal lainnya. Jangan pula menebak-nebak apa yang hendak dikatakan seseorang, karena dengan berbuat demikian kamu tidak menghormati orang itu atau apa yang ia katakan. Kamu mencoba mendahuluinya, yang berarti kamu tidak menghargai orang itu.”
“Materi ada di sekeliling kamu. Kamu bisa menyentuhnya, memegangnya dan merasakannya. Tetapi ada hal-hal lainnya yang tidak bisa kamu lihat dan sentuh—harum mawar atau suara burung bernyanyi. Semua ini sama pentingnya. Bahkan mereka lebih penting daripada materi. Kami sadar bahwa kamu tidak bisa hidup bila kekurangan materi, tetapi bila kamu menjalani hidupmu sehari-hari dengan meluangkan waktu mencium harum mawar atau mendengarkan burung-burung bernyanyi, kamu akan merasa lebih baik.”

“Jangan menilai segala sesuatu dari kulitnya. Kamu tidak akan tumbuh dan berkembang bila pikiranmu selalu tertutup. Mawar yang cantik memiliki duri. Tanaman kaktus yang berduri dan buruk rupa dapat memberi makanan dan air bagi mereka yang membutuhkannya. Binatang paling cantik di dunia biasanya justru yang paling mematikan. Kamu harus selalu memiliki pikiran yang terbuka untuk melihat hal-hal dari sudut pandang yang berbeda; kamu harus berdiri di atas meja untuk melihat segala sesuatu dari sudut yang berbeda. Bisa saja timbul amarah pada dirimu karena melihat perilaku orang lain. Mereka mungkin saja mengira tidak ada yang salah dalam perilaku mereka. Kadang ada alasan mendalam bagi perilaku mereka dan dengan memandang hal tersebut dari sudut yang berbeda kamu akan melihat hal-hal sebagaimana mereka sesungguhnya.”

“Kadang kamu merasa seolah kamu sudah tidak dapat lagi meneruskan perjalanan. Barangkali ada kendala di depanmu atau kamu merasa terlalu letih dan kaki-kakimu sudah tidak sanggup lagi melangkah. Kendala-kendala ini diletakkan di jalanmu oleh Kami agar kamu berhenti untuk beristirahat dan menimbun semua yang telah kamu pelajari. Sekali kamu telah menyerapnya dan sekali kamu telah beristirahat, kamu dapat melanjutkan perjalananmu—dan dengan melakukan hal itu kamu akan menyadari bahwa kamu sudah melangkah lebih jauh daripada ketika kamu berhenti.”

“Pandanglah langit malam dan lihatlah bintang-bintang yang berkerlap-kerlip jauh di langit sana. Pandanglah rembulan dengan sinarnya. Amati bagaimana bulan menyinari Bumi, membelah kegelapan. Kamu pun bisa menyinari kegelapan dalam hidup manusia. Kamu pun bisa bercahaya.”

“Kamu mungkin saja berpikir bahwa kamu memahami peperangan. Kamu mungkin saja berpikir bahwa kamu memahami apa arti perang. Dengan mengaku bahwa kamu memahami perang sama saja mengaku memahami kekacauan. Peperangan hanya relevan di pikiran manusia. Peperangan disebabkan oleh keserakahan dan haus akan kekuasaan. Ketimbang mencoba menganalisis peperangan dan pelaksanaan perang, adalah jauh lebih baik bila kamu memakai seluruh energimu untuk mencari tahu bagaimana melaksanakan perdamaian, dan menciptakan ketentraman.”
“Sekaranglah waktumu. Manfaatkan dengan bijak. Kamu telah memilih untuk kembali pada waktu ini dan kamu telah memilih jalan yang sekarang kamu tempuh. Dalam seluruh hidupmu kamu akan menemukan banyak rintangan. Kami akan mencoba membantumu bila kami bisa, tetapi hal ini tidak selalu memungkinkan. Alasannya sederhana. Beberapa rintangan telah ditempatkan di jalanmu oleh dirimu sendiri; beberapa oleh orang lain. Dengan ini kami akan mencoba membantumu. Rintangan-rintangan lain telah ditempatkan di jalanmu oleh Kami untuk memberimu tantangan—agar kamu tumbuh dan berkembang. Kami tidak akan membantumu dalam hal ini—kamu harus menghadapinya sendiri.”

“Jangan meremehkan dirimu sendiri. Kamu tidak bisa melihat dirimu dari perspektif orang lain—ketika kamu melihat ke cermin kamu akan melihat kesalahan-kesalahan, tetapi cermin sendiri banyak kekurangannya. Cermin tidak dapat memperlihatkan sosok di dalam dirimu. Orang lain dapat memandangmu dan melihat siapa kamu sebenarnya. Percayai penilaian orang lain. Keluarkan diri pribadimu; bebaskan sang jiwa. Dengan melakukan hal itu, kamu akan memahami banyak hal; kamu akan melihat apa yang dilihat orang lain pada dirimu. Hidupmu akan tampak lebih lengkap.”

“Kata-kata saja tidak cukup. Kamu dapat menyuarakan kata-kata bila muncul di dalam kepalamu, tetapi tanpa pikiran semua itu kosong—tidak memiliki arti. Kata-kata yang dipikirkan memiliki lebih banyak kekuatan dan perbuatan-perbuatan baik berbicara lebih keras daripada kata-kata. Melalui perbuatan, kamu akan dapat menemukan makna hakiki, kekuatan hakiki dan jalan hakiki untuk maju.”

“Berbicaralah dari hati; bila kamu tidak berbicara dari hati kata-katamu biasanya akan tidak punya arti dan terkadang kejam. Berpikir dan mendengarlah lebih banyak dengan hatimu dan kurangi dengan kepalamu; hati tidak bisa ditipu, tetapi kepala mudah dibingungkan oleh hal-hal yang kamu lihat dan dengar serta pendapat-pendapat orang lain. Kata-kata yang keluar dari hati mengandung cinta dan bersifat murni. Orang akan lebih suka mendengarkan kata-kata yang keluar dari hati ketimbang yang keluar dari kepala. Kata-kata dari hati selalu benar serta bercahaya dan penuh cinta.”

“Kamu hanya melihat apa yang ingin kamu lihat. Dengan demikian, kamu memunggungi kebenaran. Jika kamu menjaga ketenangan hati dan pikiranmu, kamu akan mudah menemukan jalan keluar dari semua permasalahan yang kamu hadapi. Tenangkan pikiranmu dan ia akan membangun jembatan di mana kamu akan dapat menyeberangi sungai permasalahanmu dengan lebih mudah. Dengan menghindari permasalahan, sebuah aliran sungai yang sempit akan menjadi sungai yang lebar dan akan semakin sulit diseberangi.”

“Kamu sering menemukan banyaknya persimpangan di jalanmu. Bila kamu memandanginya, semua persimpangan tampak sama dan kamu tidak mempunyai petunjuk jalan mana yang harus kamu ambil. Dengarkan suara batinmu dan kamu akan mampu menempuh jalan yang kamu pilih dengan yakin. Ada jalan-jalan yang panjang dan ada jalan-jalan yang pendek, tetapi bila kamu bermaksud mencapai suatu sasaran kamu akan mencapainya apa pun jalan yang kamu ambil. Dengarkan suara batinmu dan ia akan membimbingmu melewati banyak tikungan di jalanmu dan membantumu memilih simpang mana yang akan kamu ambil. Suara batinmu adalah bagian dari dirimu yang mengetahui jawaban-jawabannya dan tahu arah mana yang akan kamu ambil. Dengarkan baik-baik.”


(Dari berbagai sumber)

Tujuh Filosofi Sunan Drajad (a.k.a. Syarifuddin a.k.a. Raden Qosim)

1) MEMANGUN RESEP TEYASING SASOMO (selalu membuat senang hati orang lain)

2) JRONING SUKO KUDU ELING LAN WASPODO (dalam suasana riang kita harus tetap ingat dan waspada)

3) LAKSITANING SUBROTO TAN NYIPTO MARANG PRINGGO BAYANING LAMPAH (dalam perjalanan mencapai cita-cita tidak peduli segala rintangan)

4) MEPER HARDANING PANCADRIYA (harus menekan gelora nafsu)

5) HENENG-HENING-HENUNG (dalam keadaan diam kita akan memperoleh keheningan dan dalam keadaan hening kita akan mencapai cita-cita luhur)

6) MULYO GUNO PANCA WAKTU (kebahagiaan lahir batin hanya bisa dicapai dengan salat 5 waktu (atau 'berserah diri kepada Kehendak Tuhan sepanjang waktu' --Anto)

7) MENEHONO TEKEN MARANG WONG KANG WUTO, MENEHONO MANGAN MARANG WONG KANG LUWE, MENEHONO BUSONO MARANG WONG KANG WUDO, MENEHONO NGIYEP MARANG WONG KANG KODANAN (berilah ilmu agar orang pandai, sejahterakan hidup orang miskin, ajari kesusilaan pada orang yang tidak punya malu, beri perlindungan pada orang yang menderita)

Jodoh

Waktu masih pacaran dulu, saya dan istri menjalin long-distance relationship, terpisah jarak 980 km -- saya di Jakarta dan dia di Surabaya. Kami memang mengawalinya dari persahabat-penaan. Walaupun berjauhan, toh hubungan kami berjalan mulus selama tiga tahun dan delapan bulan, sampai akhirnya kami melangkah ke pelaminan. Ketika kami beretrospeksi, ternyata banyak peristiwa yang membuktikan adanya hubungan batin di antara kami.

Apa yang ada dalam pikiran dan perasaannya, otomatis saya menangkapnya, tanpa rekayasa maupun pengetahuan, dan begitu pula sebaliknya. Suatu kali, saya sangat terkesan mendengar lagu baru Richard Marx, Now and Forever, yang diputar berulang kali di radio pada tahun 1994, karena liriknya menggambarkan hubungan kami. Begitu terkesannya sampai jauh di dalam lubuk hati saya merasa bahwa pacar saya (yang kemudian jadi istri saya) juga menyukainya, sehingga saya membeli kasetnya dan mengirimnya ke dia tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, biar surprise. Dia senang sekali dan bertanya, "Kok tahu kalau aku kesengsem sama lagu itu?" Saya malah bertanya balik, "Kenapa kok suka Now and Forever?" Jawabannya membuat saya terperangah: "Karena liriknya ngegambarin tentang kita!" Cocok dengan latar belakang keterkesanan saya terhadap lagu tersebut. Yang membuat saya semakin terperangah adalah bahwa ternyata dia juga sudah berencana mau membeli dan mengirim saya kasetnya pada hari saya membeli kaset Richard Marx itu (saya selalu mencantumkan tanggal pembelian), namun tidak jadi karena suara batinnya memberitahu bahwa saya sudah membelinya.

Kecenderungan hubungan batin ini masih terus berlangsung hingga kini, ketika usia perkawinan kami telah menginjak usia ke-11. Sejak saya kembali bekerja di Jakarta, mulai 25 Juni 2005, saya tinggal berjauhan dari istri saya yang untuk sementara tetap di Surabaya. Selain SMS dan telepon SLJJ, 'telekomunikasi batin' juga mewarnai hubungan suami-istri jarak jauh ini. Hubungan batin dua arah ini mulai gencar sejak kami sama-sama aktif berlatih kejiwaan Subud. Sebelum saya berspiritualitas, kebanyakan hanya istri saya yang bisa merasakan diri saya. Kini kami sama-sama bisa saling merasakan, yang terjadi begitu saja. Apa yang tidak dia sukai dari sikap dan perilaku saya, misalnya, tanpa dia harus menegur saya, saya sendiri akan tiba-tiba merasa bahwa sikap dan perilaku saya tidak menyenangkannya.

Kata orang, gejala begini namanya jodoh! Bila dengan pasangan sendiri bisa begitu, coba bayangkan bagaimana rasanya bila kita bisa berjodoh dengan kehendak Sang Pencipta? Ini bukan hal yang tidak mungkin, lho. Tidak usah jauh-jauh membayangkan kaum ahlullah (orang yang selalu intim (uns) dengan Allah), seperti para nabi alaihisalam dan orang-orang suci di masa lalu, yang memang dianugerahi perjodohan semacam ini. Kita pun bisa mengalami, bukan sekali dua kali tetapi selalu, kesejajaran kehendak antara pribadi kita dengan Gusti Alah. Saudara saya di jalan spiritual secara subyektif mengistilahkannya wahdat al-iradat (penyatuan kehendak; kehendak Tuhan menyambung dengan kehendak kita, bukan sebaliknya, karena daya dan kekuatan kehendak kita bersumber padaNya).

Ya, semua orang, tak terkecuali, bisa berjodoh kehendak dengan Tuhan Yang Maha Berkehendak, sehingga membangkitkan keyakinan hakiki bahwa Tuhan selalu menjawab doa kita. (Saya menggarisbawahi kata 'selalu', karena banyak sekali orang yang mengaku beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, tetapi nyatanya tidak sepenuhnya percaya bahwa Dia senantiasa sudi menjawab doa hambaNya.) Kok bisa? Kaum ahlullah mengungkapkan, "Man lam yadzuq lam y'arif!" (siapa yang belum merasakan tidak akan mengenalNya). Kuncinya ada pada kepekaan rasa. Rasa kita harus selalu dilatih dalam rangka mencapai perjodohan kehendak dengan Tuhan. Bagaimana melatih kepekaan rasa? Rasa diri (inner feeling, yaitu rasa yang hidup bila kita melihat, mendengar dan mengecap keindahan) kita harus dilembutkan. Bagaimana caranya? Dengan banyak memperhatikan kebutuhan sesama kita yang kekurangan, melebihi kepentingan kita sendiri, serta berserah diri dengan sabar dan tulus ikhlas. Tidak usah takut miskin walau harus menyalurkan sebagian besar kepemilikan kita kepada orang miskin. Selama kita tulus dan ikhlas, hakikat dari 'banyak menerima dengan banyak memberi' bukan isapan jempol!!!

Berempati pada sesama manusia dengan ikhlas, tanpa pamrih, dapat menjinakkan nafsu-nafsu keinginan kita. Syekh 'Abdul Qadir al-Jailani dalam kitab Al-Fath ar Rabbani wa al-Faydl ar-Rahmani -- Renungan Sufi (Yogyakarta: Pustaka Furqan, 2006) berkata, "Jika engkau pendekkan anganmu, maka kebaikan akan mendatangimu. Karena itu, pegang teguhlah ini jika memang engkau menginginkan keberuntungan." Banyak dari kita yang sesungguhnya terusik ketenangan hidupnya karena membiarkan diri ditaklukkan nafsu-nafsu keinginan pribadi. Kalau keinginannya tidak terpenuhi dia akan kecewa, tetapi kalau terpenuhi dia tidak pernah puas. Memang begitulah sifat nafsu; selalu merongrong, selalu membuat kita terburu-buru ingin mendapatkan sesuatu yang kita inginkan, padahal belum tentu baik bagi kita. Syekh 'Abdul Qadir al-Jailani selanjutnya berkata, "Orang yang terburu-buru tidak akan mendapatkan apa pun yang diinginkannya. Buru-buru termasuk sifat Setan dan mempertimbangkan segala sesuatu dengan hati-hati dan pelan tetapi pasti adalah sifat Maha Pengasih." Dan nafsu suka membuat kita ketakutan akan segala sesuatu selain Allah. Seyogianya kita serahkan segala perkara kepada Tuhan semata; biar Dia yang mengelola nafsu-nafsu keinginan kita.

Nah, tatkala kita sudah sepenuhnya menyerahkan manajemen nafsu kita kepada Tuhan, pada saat itulah mulai mulus jalinan perjodohan kehendakNya dengan kita. Ada sebuah kata mutiara yang berbunyi, "Tuhan selalu menjawab doa kita, dan kadang jawabanNya adalah 'tidak'!" Ya atau tidak adalah jawaban kan?! Pengalaman saya bertutur, bila Tuhan menjawab 'tidak', bukan berhenti sampai di situ. Dia pun akan menyiram kita dengan kucuran hikmah makrifat (pengetahuan berdasarkan pengalaman langsung) yang -- saya yakin -- bakal bikin kita tidak mau lagi (baca: mengabaikan) apa pun yang pernah kita inginkan dan kita pohonkan kepada Tuhan agar dikabulkan. Kita akan mengalami fenomena ekstase 'mabuk cinta' [kepada Allah] yang oleh kaum Sufi diistilahkan 'memandang Wajah Allah'!

Mudah-mudahan lanturan saya ini berjodoh dengan kebutuhan mental-spiritual Anda.©

Monday, April 7, 2014

Cengkeraman Virus Akalbudi


SEBAGAI konsultan branding, saya mendapat informasi perkembangan terbaru di industri komunikasi bahwa “merek” (brand) sudah tidak lagi relevan dengan kekinian. Yang menjadi fokus analisis para praktisi branding maupun pemasar adalah memetika. Ketika hal ini mengemuka sekitar tahun 2012 lalu, saya pikir apakah mungkin Indonesia akan segera merangkul fenomena memetika dalam komunikasi pemasaran dan korporat, sebagaimana Amerika Serikat dan Eropa lewat merek-merek mereka yang sudah mendunia. Ternyata tahun 2014 hal itu menjadi kenyataan: Memetika marak lewat kampanye calon presiden (capres) Republik Indonesia!            

Walaupun istilah “meme” sendiri jarang mengemuka, aksi-aksi penyebaran meme marak di masyarakat Indonesia saat ini. Istilah “meme” pertama kali diciptakan dan dikemukakan oleh ahli biologi evolusioner dari Universitas Oxford dan seorang Darwinian asal Inggris, Richard Dawkins, dalam bukunya The Selfish Gene (1976).

Apa sebenarnya meme itu? Bagi yang belum ngeh dengan istilah itu, tinggal periksa diri saja: Apakah Anda dengan mudah menerima berita-berita seputar kedua capres tanpa dicek benar tidaknya? Kalau iya, berarti Anda sudah dicengkeram meme! Meme adalah “virus akalbudi”; virus yang menular dari otak ke otak, menjangkiti pikiran kita, lalu membuat kita menyebarkannya. Virus akalbudi adalah segala gagasan, pemikiran, konsep, dan ideologi yang berebut tempat di kepala kita, lalu membuat kita menularkannya. Kepalsuan bisa dianggap sebagai kebenaran umum, dan sebaliknya. Begitulah meme itu bekerja!

Buku Virus Akalbudi karya Richard Reeves Brodie, sang kreator asli Microsoft Word, ini saya baca pada tahun 2006, walaupun pertama kali terbit versi bahasa Inggrisnya tahun 1996. Versi terjemahan Bahasa Indonesianya diterbitkan oleh Kepustakaan Populer Gramedia. Buku ini merupakan buku pertama yang membahas meme—virus akalbudi yang membentuk segala pemikiran dan peradaban manusia. Highly recommended bagi praktisi periklanan, branding maupun mereka yang ingin membentengi diri dari political branding yang menyesatkan!©2014

 

Jl. Kalibata Selatan II, Pasar Minggu, Jakarta Selatan 8 April 2014 

Friday, February 7, 2014

Tiada Hutan, Tiada Masa Depan!

Saya bersama Yakobus, warga Kampung Aurina II, Distrik Airu, Kabupaten Jayapura, Papua, di tengah hutan hujan Mamberamo. Perhatikan perlengkapan berburu di tangan Yakobus yang masih primitif.
DESEMBER 2008, saya mendapat pengalaman yang kelak saya disadarkan akan keunikannya. Pada awal bulan itu, saya mendapat penugasan ke daerah di KalimantanTimur yang dekat dengan perbatasan RI-Malaysia, untuk syuting profil video sebuah perusahaan kontraktor pertambangan. Tiga hari saya bersama tim berada di pedalaman, di tengah hutan yang di beberapa titiknya muncul penambangan batubara terbuka (open pit coal mining) dan perkebunan sawit.

Baru pertama kali itu saya benar-benar menyaksikan dengan mata kepala sendiri yang namanya hutan hujan (rainforest). Dan di tengah hutan itu saya merayakan ulang tahun saya yang ke-41 keesokan harinya. Klien saya secara khusus menggelar pesta untuk saya pada malam harinya, setelah sorenya mereka memberi saya kado spesial: Peledakan sebuah bukit yang mengandung batubara. Ketika saya membagi pengalaman ini di akun Facebook saya, banyak teman yang menyatakan iri—merayakan ulang tahun di tengah hutan merupakan sesuatu yang ternyata diimpikan banyak orang!

Tetapi saya saat itu tidak menyadari di mana letak keistimewaannya. Saya bukan pecinta lingkungan dan tidak menaruh perhatian yang serius pada kelestarian lingkungan hidup pada saat itu. Bila saat itu saya memiliki kepedulian terhadap lingkungan, tentu penambangan terbuka dan peledakan bukit yang saya ceritakan di atas akan membuat hati saya pilu.

Pada bulan Desember 2009, saya mendapat undangan dari Bupati Jayapura, Papua, untuk bersama beliau dan jajarannya serta wartawan dari berbagai media lokal dan nasional mengunjungi distrik paling terpencil dari Kabupaten Jayapura, yaitu Distrik Airu, yang hanya dapat dicapai dengan berperahu motor selama delapan hingga sepuluh jam menyusuri Sungai Nawa. Sungai Nawa merupakan daerah aliran sungai dari sungai terlebar dan terbesar dalam volume air di Indonesia, yaitu Mamberamo.

Perjalanan panjang dengan perahu bermotor yang panjang namun sempit—selebar badan saya—itu melewati kawasan lembah Mamberamo yang merupakan rumah bagi hutan hujan yang sangat luas dan keanekaragaman hayati yang luar biasa. Di tempat itulah pertama kali saya menyaksikan secara langsung burung kakaktua dan elang botak, rusa bertanduk (antler) dan babi hutan di habitat aslinya, dan bukan di kebun binatang.

Pengalaman di Mamberamo ini membuka pintu kesadaran saya akan pentingnya hutan, dan bahwa masa depan sebuah bangsa ditentukan oleh kelestarian hutannya. Kesadaran itu membuat saya mengerti mengapa perayaan ulang tahun saya di tengah hutan Kalimantan Timur menimbulkan iri dari teman-teman saya; ternyata karena hutan itu memang istimewa. Selain sudah tergolong langka di dunia, hutan hujan itu menyediakan apa saja yang dibutuhkan manusia untuk hidup. Hutan hujan bahkan dijuluki “pabrik farmasi terbesar di dunia”, karena lebih dari seperempat obat-obatan alami ditemukan di situ.

Rasanya tidak berlebihan bila saya menyebut hutan itu masa depan kita. Tiada hutan, tiada masa depan! Saya memperoleh wawasan yang kian mendalam dan luas tentang manfaat hutan bagi kehidupan manusia setelah dua tahun belakangan ini terlibat sebagai penulis buku tentang perusahaan-perusahaan peraih PROPER (Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup) Emas dari Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia.

Hutan itu sarat daun hijau yang memproduksi klorofil atau zat hijau daun. Klorofil itu mengandung nutrisi-nutrisi yang membantu meningkatkan jumlah dan kualitas sel darah merah dalam tubuh, sehingga meningkatkan sirkulasi dan produksi energi yang lebih banyak. Selain itu, kandungan magnesium dalam klorofil membantu mengangkut oksigen ke semua sel dan jaringan dalam tubuh kita, dan juga merangsang sel-sel darah merah, yang meningkatkan pasokan oksigen. Entah apa jadinya kelangsungan hidup makhluk di bumi ini bila hutan hujan terpangkas habis.

Membayangkan bumi ini berkurang koleksi hutan hujannya sungguh mencemaskan saya. Terbayang masa depan, paling tidak, bangsa Indonesia tenggelam dalam wabah penyakit mematikan yang ditimbulkan oleh kekurangan klorofil. Harapan saya mulai beroleh dayanya kembali setelah menyaksikan—lewat pekerjaan saya menulis buku tentang perusahaan-perusahaan peraih PROPER Emasantara lain, upaya-upaya dunia korporasi dalam perlindungan keanekaragaman hayati. Berbagai upaya yang ditempuh Greenpeace South East Asia (GPSEA) juga mengembalikan nyawa harapan saya.

Program Protect Paradise dari GPSEA, yang bermisi perlindungan dan pelestarian hutan dan lahan gambut di Indonesia, memiliki potensi untuk membuat keanekaragaman hayati di negeri ini tumbuh secara alami dan berkelanjutan. Dengan demikian, akan tumbuh harapan bangsa Indonesia akan masa depan yang lebih cerah dengan insan-insan yang memiliki kualitas kesehatan yang optimal, yang mampu berkontribusi bagi pembangunan berkelanjutan dalam bidang ekonomi, sosial dan lingkungan hidup negeri ini!©


Kalibata, Jakarta Selatan, 7 Februari 2014 

Thursday, February 6, 2014

Mengorbankan Perasaan Sebagai Korban

“Jangan tinggal di masa lalu, jangan bermimpi tentang masa depan, pusatkan pikiran pada masa kini.”

—Buddha Gautama



SUATU pagi, di masa yang sudah lama berlalu, ibu saya tergopoh-gopoh dari dalam rumah mendatangi saya yang sedang duduk-duduk santai di teras. Saat itu, saya masih duduk di bangku kelas tiga sekolah menengah pertama (SMP), sekitar tahun 1982-1983. Ibu saya, yang barusan membersihkan kamar tidur saya, datang dengan membawa serta penggaris segitiga plastik yang padanya tertempel label kertas bikinan saya sendiri, dengan tulisan hasil mesin ketik berbunyi “Colonel Anto Dwiastoro, 101st Airborne Division, U.S. Army”. Ibu saya sekalian mengeluhkan tingkah saya yang suka berkhayal seperti itu kepada ayah saya yang saat itu berada bersama saya di teras. 

Label kertas itu ciptaan saya yang berkhayal menjadi komandan tentara Amerika, dan itu amat mengkhawatirkan ibu saya, yang rupanya tidak mau kalau anaknya tumbuh sebagai tukang khayal. Serta-merta, ibu saya mencabut label itu dan menyobeknya. Tindakan beliau membuat saya amat marah dan membela diri, bahwa berkhayal tidaklah separah yang beliau bayangkan.

Pada waktu itu, saya merasa syok dan sangat tertekan, tetapi diam-diam saya tetap melestarikan kebiasaan saya berkhayal. Saya bertekad tidak mau merasa jadi korban (victim) dari kekurangmengertian orang tua saya terhadap yang namanya “berimajinasi”. Berkat saya keukeuh tidak mau mematuhi larangan berkhayal yang dikeluarkan ibu saya, 12 tahun sejak peristiwa itu saya sukses sebagai pekerja iklan yang syarat utamanya adalah kemampuan berimajinasi!

Tidak sedikit orang yang mengikatkan diri mereka pada peristiwa (yang dianggap) traumatis di masa lalu walaupun sudah melangkah di masa kini. Mereka membiarkan diri terpuruk jadi korban dari keadaan yang mereka hadapi di masa lalu, sehingga tidak atau kurang berani melangkah maju di masa kini. Ajaran atau nasihat keliru di masa lalu telah tertanam sedemikian dalam di benak mereka, dan itu yang mengendalikan diri mereka di masa kini. Ajaran/nasihat itu telah berkembang menjadi meme, atau “virus akalbudi” yang bereplikasi dengan sendirinya, yang hanya dapat dilawan oleh kehendak dari si “korban”.

Perasaan sebagai korban keadaan itu disebut viktimisme—dari kata bahasa Inggris victim yang berarti “korban”. Hambatan yang dialami sebagian orang dalam tumbuh-kembangnya secara fisik, mental dan spiritual kebanyakan memang disebabkan oleh faktor viktimisme. Seseorang yang merasa sebagai korban dari keadaan yang dihadapinya di masa lalu cenderung membuatnya selalu menyalahkan orang lain atau keadaan tertentu jika dirinya mengalami hambatan dalam prosesnya untuk maju.

Viktimisme menghancurkan masa depan kita. Setiap kali kita berpikiran bahwa masalahnya ada di luar sana, pikiran itulah masalahnya. Setiap kali Anda membungkus kehidupan emosional Anda dengan kelemahan orang lain atau situasi, Anda telah menyerahkan kebebasan emosional Anda kepada orang atau situasi itu dan mengizinkannya untuk mengacaukan hidup Anda. Masa lalu Anda telah menyandera masa kini Anda!

Meski syok dan merasa jengkel pada masa itu, saya tidak menyalahkan ibu saya yang melarang saya berkhayal. Justru larangan beliau menjadi daya yang mendorong saya untuk berusaha keras membuktikan bahwa kekhawatiran beliau tidak beralasan. Dan saya berhasil!

Apa pun yang pernah Anda alami di masa lalu tidak seharusnya Anda terikat padanya. “Masa lalu adalah guru kehidupan,” kata sejarawan dan filsuf Romawi kuno, Cicero. Petiklah pelajaran berharga darinya, dan bukannya takut melangkah di masa kini lantaran dihantui masa lalu. Sukses memang butuh pengorbanan; mulailah dengan mengorbankan perasaan sebagai korban yang menghinggapi Anda, yang menghambat langkah Anda untuk maju.©


Kalibata, Jakarta Selatan, 6 Februari 2014 

Monday, January 20, 2014

Interdependensi

“Seluruh gagasan tentang kasih sayang didasarkan pada kesadaran yang tajam mengenai saling ketergantungan antara semua makhluk hidup, yang merupakan bagian dari satu sama lain, dan semua yang terlibat dalam hubungan satu sama lain.”

—Thomas Merton, penulis dan mistikus Amerika berdarah Inggris



SAYA punya kebiasaan menggunduli rambut saya hingga kepala saya plontos setiap satu setengah bulan sekali. Mengapa satu setengah bulan? Tidak lain dan tidak bukan lantaran selama rentang waktu itulah rambut saya tumbuh dan membuat kepala saya tak ubahnya rumput liar yang tak terurus. Saya pernah dan sering berharap kepala saya tetap plontos untuk selamanya, agar tak usah pergi ke tukang pangkas rambut setiap setengah bulan sekali, dan tidak perlu bersusah-payah merawat rambut saya.

Nah, hari Minggu, 19 Januari 2014, yang lalu, saya kembali mendatangi tukang pangkas rambut langganan saya untuk menggunduli kepala saya. Tukang pangkas rambut langganan saya ini seorang pria yang ramah, yang selalu mengajak pelanggannya mengobrol tentang berbagai persoalan aktual sambil sesekali melempar pandang ke pesawat televisi di sudut kedai cukur itu yang dipasangi televisi kabel, sehingga selagi dicukur pelanggan dapat menikmati hiburan yang disajikan di televisi.

Hari Minggu itu, obrolan saya dan si tukang pangkas rambut seputar banjir yang sedang melanda Jakarta. Ia menyatakan pendapatnya bahwa penggundulan hutan merupakan salah satu penyebab banjir dan tanah longsor. Menanggapinya, saya berseloroh bahwa kepala saya bila digunduli tidak akan menyebabkan banjir keringat, malah menyejukkan kepala saya. Saya juga berkata, “Saya berharap kepala saya plontos untuk selamanya, nggak perlu tumbuh lagi rambut di atasnya.”

Mengomentari perkataan saya, si tukang pangkas rambut itu, sambil mencukur sisa-sisa rambut di kepala saya, berujar, “Ah, jangan selamanyalah. Nanti tukang pangkas kehilangan rezeki.” Saya sempat tertegun mendengar kata-katanya, dan terbawa ke suasana permenungan. Betapa semua makhluk memiliki interdependensi atau saling ketergantungan untuk bisa sintas (survive) dalam perjalanan hidupnya. Bukan cuma manusia dengan sesamanya, tetapi juga manusia dengan lingkungannya; juga satu jenis hewan dengan jenis hewan lainnya, dan antara hewan dengan habitat atau alamnya. 

Interdependensi merupakan suatu hubungan di mana satu orang saling terhubung pada orang(-orang) lainnya. Konsep ini berbeda dari hubungan yang bersifat dependen, di mana beberapa orang bersifat dependen sedangkan beberapa lainnya tidak. Dalam hubungan yang interdependen, para peserta dapat menggantungkan diri mereka satu sama lain secara emosional, ekonomi, ekologi dan/atau moral dan bertanggung jawab satu sama lain. Sebagian orang mendukung kebebasan atau kemerdekaan (independence) sebagai kebaikan yang utama; sebagian lainnya melakukan hal yang sama dengan mengabdikannya untuk keluarga, komunitas atau masyarakat. Interdependensi dapat menjadi landasan yang sama di antara kedua aspirasi ini.

Itu teorinya. Secara praktik, pada dasarnya, manusia tidak bisa melepaskan diri dari interdependensi. Tidak ada manusia yang bisa hidup seorang diri tanpa dukungan emosional dan ekonomi dari orang lain atau dari lingkungan hidupnya. Penyair berkebangsaan Inggris, John Donne (1572-1631), menulis dalam salah satu puisinya bahwa “Tiada manusia yang merupakan pulau, berdiri sendirian. Setiap orang merupakan potongan dari daratan, bagian dari yang utama.”

Kita semua saling membutuhkan, bahkan untuk hal-hal yang dipandang sepele, seperti saya dan tukang pangkas rambut di atas. Ketika pada bulan Desember 2009 saya memenuhi undangan bupati Jayapura, Habel Melkias Suwae, untuk bersama beliau dan jajarannya mengunjungi satu-satunya distrik di Kabupaten Jayapura, Papua, yang paling terpencil dan terletak di tepi Sungai Mamberamo, saya belajar sesuatu tentang pentingnya interdependensi manusia dengan lingkungan hidupnya. Tetua kampung yang saya kunjungi bercerita tentang filosofi masyarakat Mamberamo dan sungainya, “Ambillah seperlunya dari alam. Jangan asal ambil tanpa memikirkan keseimbangannya. Kalau kita tidak mempedulikan orang lain atau alam, orang lain dan alam pun tidak akan mempedulikan kita. Kita saling bergantung satu sama lain—itu yang membuat alam seimbang dan berkelanjutan!”

Interdependensi tampaknya merupakan hukum alam atau kodrat Ilahi. Kesalingtergantungan ini, bila dibangun dan dilestarikan, akan menampakkan kehadiran sejati Tuhan—bahwa makhluk, hidup atau mati, merupakan bagian terpadu dari diriNya. Dalam kehidupan manusia, kebencian atau ketiadaan kasih sayanglah yang merusak keberadaan interdependensi, yang perlahan akan membunuh manusia yang menafikannya. Pendek kata, demi kesintasan kita yang berkelanjutan, kita amat tergantung pada kesalingtergantungan.©


Kalibata, Jakarta Selatan, 20 Januari 2014