SAYA baru-baru ini mendapat
permintaan bantuan dari Arsip WSA (WSA
Archives) untuk mewawancarai para anggota senior Subud Indonesia dan
menuliskan pengalaman mereka terkait Kongres Dunia 1971 di Cilandak. Proyek itu
sudah berjalan sejak hampir enam bulan lalu, dan manajer proyeknya, Raquel
Alcobia, dibantu Arsiparis WSA, Daniela Moneta, berupaya menghimpun kisah-kisah
para anggota dari seluruh dunia. Mereka mengatakan bahwa para anggota asing itu
sangat kolaboratif, sedangkan dari Indonesia tidak ada respons sama sekali.
Email dan WhatsApp sudah
dikirim ke banyak anggota Indonesia, termasuk keluarga Bapak, untuk meminta
kesediaan mereka diwawancarai (ketika Raquel sedang berada di Indonesia) dan
dituliskan pengalaman mereka oleh tim Sejarah Subud. Namun, hingga tenggat
waktu pertengahan Desember 2023 (karena mengejar registrasi Kongres Dunia
Kalimantan 2024, pada 15 Januari 2024, dimana buku kompilasi kisah-kisah itu
akan dibagikan sebagai cinderamata), tidak ada satu pun email dan pesan
WhatsApp kepada anggota Indonesia yang dibalas.
Raquel dan Daniela pun
bertanya ke saya: Apakah karena budaya atau pendidikan atau apa, yang menghalangi
orang Indonesia berkomunikasi secara terbuka?
Saya tidak tahu jawaban
pastinya, dan Raquel serta Daniela memahami ketidaktahuan saya, karena menurut
mereka saya dibesarkan dalam dua budaya. Mereka memilih untuk meminta bantuan
saya karena saya melewati masa kecil di Eropa, yang artinya saya menjiwai dua
budaya, Timur dan Barat, sehingga tidak mengherankan bila saya bisa
berkomunikasi secara terbuka, dengan pikiran yang terbuka, dan tulus,
sebagaimana yang mereka amati pada postingan-postingan saya di grup Facebook “Subud Around the World” dan “For Subud Members Only”.
Untuk kelancaran pelaksanaan
proyek Sejarah Subud di Indonesia, saya menggandeng para anggota Pemuda (Youth) Subud Komisariat Wilayah (Komwil)
III DKI Jakarta dan IV Jawa Barat. Untuk itu, dibuatkan grup WhatsApp (WAG) dan
saya minta tiap anggota WAG untuk berbagi update
apa pun terkait pekerjaan ini, ada masalah apa dan bagaimana solusinya. Sama
saja dengan yang tua-tua, yang muda-muda pun public shy, tidak pernah membagi update apa pun di WAG, dan bila ada masalah atau tidak mengerti,
masing-masing menghubungi saya melalui jalur pribadi alias japri, dan bukannya
di WAG.
Saya pun membagi penasaran
saya kepada dua saudara Subud yang secara akademik bergelut dengan ilmu
komunikasi. Saya meminta pendapat keduanya, menurut pengamatan masing-masing,
mengapa ada hambatan-hambatan komunikasi seperti di atas? Paling tidak, saya
bisa menjelaskan ke Raquel dan Daniela, apa halangan berkomunikasi (dan
berkoordinasi) masyarakat Indonesia, sehingga lain kali mereka tahu apa yang
harus dilakukan jika “berurusan” dengan orang Indonesia.
Saudara Subud #1, seorang anggota Cabang Jakarta Selatan yang
kini bermukim di Amerika Serikat, mengajar Ilmu Komunikasi di Universitas
Florida dan baru diangkat menjadi pembantu pelatih untuk Grup Subud Gainesville
pada November 2023 lalu, melalui WhatsApp pada 10 Januari 2024 menjawab
pertanyaan saya, sebagai berikut:
“Hi, Mas [Arifin], terima
kasih atas pertanyaannya yang mendetail. Dari disertasi saya, inilah salah satu
temuan kunci dari masyarakat Indonesia: Ada kesan yang dalam bahasa Belanda
disebut mental “Inlander” (pribumi atau warga asli), [yang] tidak menerima
negara dan bangsanya sendiri. Ini terkait dengan rasa rendah diri akibat
penjajahan selama berabad-abad. Ini merupakan trauma antargenerasi. Jadi,
solusi yang diusulkan para responden adalah bahwa Indonesia harus memutuskan
untuk menjadi lebih percaya diri, dan untuk berkomunikasi dengan lebih baik,
dan lebih berani.
Keberanian berbicara dan
berkomunikasi sangat dibutuhkan di Indonesia. Apalagi di kalangan yang
berpengalaman sekalipun, ada satu lapisan budaya, yaitu pakewuh, atau sungkan. Nah, kebayang
kan, yang percaya diri dan terdidik aja suka masih sungkan (karena takut
dianggap sombong), tapi bayangkan yang rendah diri terus sungkan pula. Habis
deh, mingkem semua!
Jadi, masyarakat Indonesia
perlu lebih banyak lagi yang seperti Anda sebenarnya, lebih berani
berkomunikasi dan tidak takut salah. Orang Indonesia suka kecil nyali karena
takut salah, takut gagal, takut dibilang ini dan itu, padahal hajar saja,
langsung tabrak lari. Toh Pak Subuh juga begitu. Bapak tidak perlu izin siapa
pun. Bapak blak-blakan saja. Pak Subuh juga mau pengikutnya untuk punya sikap
yang sama sebenarnya. Dan kita bisa. Kita hanya perlu berani, dan sedikit gila.”
“Speak your mind even if your voice shakes.”
~Maggie Kuhn
Saudara Subud #2, seorang perempuan anggota Cabang Jakarta
Selatan juga, yang berprofesi dosen di Fakultas Ilmu Komunikasi di sebuah
universitas swasta di Jakarta, yang pada Februari 2024 mendatang akan
dikukuhkan sebagai guru besar, melalui WhatsApp pada 10 Januari 2024 menjawab
pertanyaan saya, sebagai berikut:
“Menurut saya, ada beberapa
hal yang memengaruhi ‘keengganan’ orang-orang Subud Indonesia (yang tua dan
muda) dalam berkomunikasi. Antara lain, budaya di internal Subud yang cenderung
masih ‘feodal’ dan menganggap penting senioritas.
Hal ini yang membuat para
sesepuh ‘merasa’ mereka lebih tinggi dan penting sehingga kalau mau minta
pendapat mereka, kita harus unggah-ungguh
lebih dulu.
Sementara mereka yang muda,
merasa kurang nyaman dan khawatir kalau pendapat mereka tidak sesuai dengan
orang lain yang mungkin lebih senior dan khawatir disalahkan jika apa yang
mereka sampaikan berbeda dengan yang lain. Hal ini juga tidak terlepas dari
tidak biasanya berbeda pendapat di kalangan Subud.
Semua cenderung harus ‘seragam’,
sehingga jika berbeda menjadi ‘aneh’. Sementara, hampir semua orang tidak mau
dibilang ‘aneh’.
Hal ini yang membuat
terjadinya communication apprehension
(CA; ketakutan komunikasi) di kalangan anak-anak muda Subud. Untuk itu, mereka
merasa lebih baik menghindar atau cuek sekalian.
Ini Mas, pendapat saya yaa.”
Dengan dua pendapat pakar
ini, saya jadi memutuskan untuk bersabar menjalani peran menjembatani
kesenjangan budaya yang menyebabkan komunikasi dan koordinasi sulit berkembang
di Subud.©2024
Pondok
Cabe, Tangerang Selatan, 13 Januari 2024