“Kamu adalah seperti yang kamu pikirkan tentang dirimu
walaupun Tuhan tidak menghendakinya.” (Anto Dwiastoro, Surabaya, 6 Januari
2017)
“Disinformasi (hoax)
dimungkinkan oleh dua hal: niat dan media.” (Anto Dwiastoro, dalam
makalahnya yang dipresentasikan dalam seminar psikologi komunikasi di Surabaya
pada tahun 2001—teringat kembali pada 9 Januari 2017 di Surabaya)
“Salah atau benar dirasakan saja isinya. Tidak perlu
diungkapkan, karena nanti malah berkembang menjadi ajang di mana ego-ego mempertengkarkan
kebenaran semu.” (Anto Dwiastoro, Surabaya, 10 Januari 2017)
“Berusaha menjadi nomor satu
hanya memberimu kepuasan sesaat dan lelah berbulan-bulan. Jadilah nol, maka Tuhan akan memuaskanmu
selamanya.” (Anto Dwiastoro, Surabaya, 11 Januari 2017)
“Bila kalian lelah berdebat di Internet, cobalah berhadapan
dalam kehidupan nyata.” (Barack Obama, Pidato Perpisahan di Chicago, Amerika
Serikat, 11 Januari 2017)
“Berhati-hatilah dalam sikap dan perilakumu terhadap orang
lain. Sebab, bila kamu berkelakuan buruk terhadapnya dan ia ikhlas terhadapmu,
maka Tuhan yang akan membalas perbuatanmu.” (Anto Dwiastoro, 17 Januari 2017)
“Berjuang tanpa berserah diri adalah perjalanan tanpa arah.
Berserah diri tanpa berjuang tiada guna.” (Anto Dwiastoro, 19 Januari 2017)
“Yang membuatmu sakit bukanlah penyakit, melainkan afirmasi (kesetujuan)mu
bahwa kamu sakit.” (Anto Dwiastoro, 25 Januari 2017)
“Tidak ada cara atau kiat mencapai kesuksesan dalam bisnis
yang bisa ditiru oleh satu orang dari orang lainnya, kecuali semangatnya.”
(Anto Dwiastoro, 26 Januari 2017)
“Jangan takut persaingan dalam hal apa pun. Sebab kamu akan
menjadi lebih berkualitas dalam hal apa pun.” (Anto Dwiastoro, 30 Januari 2017)
“Bukan kandungan makanannya yang berisiko bagi kesehatanmu,
melainkan pikiranmu yang takut berlebihan terhadap kandungan makanan itu.”
(Anto Dwiastoro, 9 Februari 2017)
“Kalau ingin kebaikan,
carilah di agama. Kalau ingin kenyataan,
temukanlah di Latihan Kejiwaan.” (Anto Dwiastoro, 11 Februari 2017)
“Marah tanpa benci. Mencintai tanpa cemburu. Membalas tanpa
dendam.” (Anto Dwiastoro, 25 Februari 2017)
“Seorang juara sejati tidak menghabiskan waktunya dengan
melecehkan atau meremehkan lawannya. Ia mengerahkan segenap waktunya untuk
meningkatkan kualitas kemampuannya.” (Anto Dwiastoro, Hotel Santika
Pandegiling—Surabaya, 3 Maret 2017)
“Jalanilah hidup seperti kereta api; walau jalannya
belok-belok, dia tetap di relnya.” (Anto Dwiastoro, 20 Maret 2017)
“Life begins at forty. Forty minutes past four in the
morning.” (Anto Dwiastoro, 24 Maret 2017)
“Tidak usah mengukur jarak yang akan kamu tempuh, tapi hitunglah
langkah yang sudah kamu ambil.” (Anto Dwiastoro, 26 Maret 2017)
“Mending dibenci 1.000 orang daripada dijauhi Tuhan.” (Anto
Dwiastoro, 29 Maret 2017)
“Seringnya kita dikalahkan oleh diri sendiri. Menyalahkan
orang lain—itu ciri-cirinya.” (Anto Dwiastoro, 30 Maret 2017)
“Mengorbankan perasaan yang disertai keikhlasan membuka
pintu-pintu kebaikan.” (Anto Dwiastoro, 30 Maret 2017)
“Pilih mau marah atau tetap ramah, terserah. Hidupmu kamu yang
tentukan, bukan orang lain.” (Anto Dwiastoro, 2 April 2017)
“Meminta maaf menunjukkan kamu berjiwa besar. Yang tidak mau
memaafkan jiwanya kerdil.” (Anto Dwiastoro, 2 April 2017)
“Hambatan terberat untuk jadi diri sendiri adalah penilaian. Penilaian orang lain maupun
diri sendiri.” (Anto Dwiastoro, 9 April 2017)
“Pada akhirnya, tidak ada yang sepenting yang tidak kita
pikirkan.” (Anto Dwiastoro, 11 April 2017)
“Hadapi kenyataan dengan kenyataan. Bukan dengan angan,
apalagi ajaran.” (Anto Dwiastoro, 11 April 2017)
“Tahu isi itu penting. Isi tahu tidak penting.” (Anto
Dwiastoro, 11 April 2017)
“Mereka yang merasa gagal dalam hidup sesungguhnya gagal
memahami Hidup.” (Anto Dwiastoro, 17 April 2017)
“Di mata Tuhan, lawan kata ‘gagal’ bukanlah ‘sukses’, tapi
‘teruslah berusaha’.” (Anto Dwiastoro, 17 April 2017)
“Kekalahan terbesar
dialami oleh dia yang lupa untuk apa dia memperoleh kemenangan.” (Anto Dwiastoro, 20 April 2017)
“Bila kamu mulai memahami dirimu tanpa berusaha mengubahnya, maka
kamu akan bertransformasi.” (Jiddu Krishnamurti)
“Temukanlah dirimu, niscaya engkau akan menemukan Tuhan.”
(Anto Dwiastoro, 26 April 2017)
“Tidak tahu apa-apa
adalah pencapaian paling agung.” (Anto Dwiastoro, 27 April 2017)
“Jika iman membuatmu lebih agamis, buat apa beragama supaya
kamu lebih beriman?” (Anto Dwiastoro, 29 April 2017)
“Kita sering gagal
membedakan antara ilmu (‘ilm) dan
kearifan (hikma). Kearifan tidak bisa
diajarkan. Ketika seseorang yang arif berusaha untuk ‘mengajarkan’ kearifan itu
kepada orang lain, seringkali terdengar seperti omongan gila. Ilmu dapat
dipelajari; ilmu bisa disampaikan dari satu orang kepada orang lainnya. Ilmu—atau,
lebih tepat lagi, informasi—merupakan obsesi dunia modern, dan dikomunikasikan
secara relatif mudah di sekolah-sekolah, perguruan tinggi, dan tempat-tempat
belajar lainnya. Kearifan tidak bisa dikomunikasikan. Orang bisa menemukan
kearifan, berusaha untuk memahaminya; orang bahkan bisa menjadi arif. Kearifan
diperoleh melalui pengalaman dan datangnya langsung dari Sang Pencipta. Tetapi
kearifan sesungguhnya tidak dapat diajarkan atau dikomunikasikan kepada orang
lain; kearifan tidak bisa disampaikan dengan cara yang sama seperti informasi.
Adalah obsesi kita dengan ilmu/informasi serta mengabaikan kearifan yang
merupakan penyebab penyakit sekuler yang diderita sistem pendidikan, dan
keyakinan kita.” (Anonim)
“The worst problem is not global warming. It is the lack of
education.” (National Geographic Channel | Further)
“Writing is an exploration. You start from nothing and learn
as you go.” (Edgar Lawrence Doctorow)
“Pribadi yang menjadi dirinya sendiri tidak mudah tergoyahkan
oleh kepentingan di luar dirinya.” (Anto Dwiastoro, 7 Mei 2017)
“Ternyata, jauh lebih susah mencari pertanyaan daripada
menemukan jawaban.” (Anto Dwiastoro, 9 Mei 2017)
“Segala sesuatu akan berlalu. Kecuali kamu memikirkannya
terus.” (Anto Dwiastoro, 10 Mei 2017)
“Dalam bisnis dan politik, cuma ada dua pilihan peran: Jadi pionir atau jadi pion.” (Anto Dwiastoro, 11 Mei 2017)
“Jangan lupa bahagia? Aku justru bahagia kalau lupa
segalanya.” (Anto Dwiastoro, 12 Mei 2017)
“Kiat jadi kaya-raya tanpa harus ikut workshop atau mendengarkan motivator bisnis: Ikhlas memberi-dan-memberi.” (Anto Dwiastoro, 12 Mei 2017)
“Jika hubungan dengan seseorang/sesuatu tidak jelas masa depannya, nikmati saja kekiniannya.” (Anto
Dwiastoro, 18 Mei 2017)
“Enterprise yang tertuntun Latihan Kejiwaan tujuannya adalah
untuk menyaksikan kekuasaan Tuhan, bukan menyaksikan dompet terisi penuh.”
(Anto Dwiastoro, 18 Mei 2017)
“Betapapun gencarnya usaha media mempengaruhi opini publik, kondisi akalbudi kitalah yang
menentukan keberhasilannya.” (Anto Dwiastoro, 19 Mei 2017)
“Apa pun saluran penerima informasinya, semua bermuara di
pikiran. Pikiran itu yang menentukan duniamu hancur atau tentram damai.” (Anto
Dwiastoro, 24 Mei 2017)
“Di Perkumpulan Persaudaraan Kejiwaan SUBUD itu yang penting kerukunan (kualitas), bukan kerumunan (kuantitas).” (Anto
Dwiastoro, 26 Mei 2017)
“Semua yang kita konsumsi pada akhirnya jadi sampah. Termasuk
kebenaran.” (Anto Dwiastoro, 6 Juni 2017)
“Dalam spiritualitas, teoris
lebih parah daripada teroris.” (Anto
Dwiastoro, 6 Juni 2017)
“Makin dalam spiritualitas kita, makin minim kata-kata kita.
Jadi, saya tidak percaya kehebatan spiritual seseorang jika dia masih menulis
buku.” (Anto Dwiastoro, 7 Juni 2017)
“Percaya tanpa pengetahuan cenderung menyesatkan
ketimbang mengetahui tanpa percaya.” (Anto Dwiastoro, 8 Juni 2017)
“Ramadhan itu adalah momen untuk mengendalikan nafsu-nafsumu.
Bukan untuk mengendalikan orang lain/situasi karena nafsu pribadimu yang sulit
dikendalikan.” (Anto Dwiastoro, 11 Juni 2017)
“Filosofi Wayang: Di depan layar cuma tampak bayangan/ilusi;
di balik layar tampak keindahan sejatinya yang dilihat Sang Dalang.” (Anto
Dwiastoro, 14 Juni 2017)
“Yang mesti dirukunkan frekuensinya, bukan orangnya.” (Anto
Dwiastoro, 18 Juni 2017)
“Bedanya berserah diri dan tidak: Dengan tidak berserah diri,
kita yang repot menyelesaikan masalah. Dengan berserah diri, masalah selesai
sendiri.” (Anto Dwiastoro, 19 Juni 2017)
“Cangkir pikiran kita akan terisi oleh kearifan hanya bila ia
kosong dari penilaian/prasangka.” (Anto Dwiastoro, 19 Juni 2017)
“Tinggi hati adalah
pertanda rendah diri.” (Anto
Dwiastoro 26 Juni 2017)
“Berpikirlah yang relevan. Jangan ketika berkarya yang
dipikirkan adalah hasilnya di masa depan sampai lupa pengerjaannnya di masa
kini.” (Anto Dwiastoro, 29 Juni 2017)
“Manusia tidak dapat melihat kebaikan hakikimu. Hanya Tuhan
yang bisa. Jadi, berhentilah berusaha menampilkan kebaikan di depan orang lain.
Jadilah apa adanya.” (Anto Dwiastoro, 6 Juli 2017)
“Work like you don’t need the money. Love like you’ve never
been hurt. Dance like nobody’s watching.” (Satchel)
“Sukses/gagal tidak diukur dari besarnya
pencapaian/kehilanganmu. Melainkan dari kemampuan kamu menjadi dirimu sendiri.”
(Anto Dwiastoro, 9 Juli 2017)
“Aturan teragung adalah: ‘Tiada aturan’.” (Anto Dwiastoro, 9
Juli 2017)
“Penjelasan dari orang yang sudah mengalami dan yang belum
memang terasa bedanya.” (Anto Dwiastoro, 11 Juli 2017)
“Pandai berucap
syukur kualitasnya masih jauh di bawah selalu merasa bersyukur.” (Anto Dwiastoro, 14 Juli 2017)
“Waspadai dukungan teman-temanmu, karena bila sama-sama pakai
nafsu mereka tak ubahnya setan yang menggodamu.” (Anto Dwiastoro, 19 Juli 2017)
“Berani karena benar. Berani bertanggungjawab karena salah.”
(Anto Dwiastoro, 23 Juli 2017)
“Bisnis gagal ketika kerangka berpikirnya adalah menjadi
kaya-raya, bukan bagaimana menjalankan bisnisnya.” (Anto Dwiastoro, 5 Agustus
2017)
“Ketika orang-orang mulai bilang Anda gila, Anda mungkin saja
sedang melakukan inovasi terpenting dalam hidup Anda.” (Larry Ellison,
Co-Founder dan CTO Oracle)
“Kesederhanaan
adalah keluaran dari serangkaian proses yang tidak sederhana.” (Anto Dwiastoro, 18 Agustus 2017)
“Kompleksitas
selalu kalah telak melawan simplisitas.”
(Anto Dwiastoro, 19 Agustus 2017)
“Waktu adalah uang. Jika tak bisa menyumbang uang, sumbanglah
waktu.” (Anto Dwiastoro, 21 Agustus 2017)
“Jangan pedulikan apa yang orang lain pikirkan tentang dirimu.
Tapi waspadai pikiranmu tentang orang lain.” (Anto Dwiastoro, 30 Agustus 2017)
“Tuhan selalu mengabulkan doa kita. Tapi yang menggagalkan
adalah kita sendiri.” (Anto Dwiastoro, 2 September 2017)
“Kesenangan dan penderitaan punya satu kesamaan: Mereka akan
berlalu. Menerimanya dengan ikhlas memberimu bahagia.” (Anto Dwiastoro, 3
September 2017)
“Saya tidak tahu harus memulainya dari mana. Tuhan pun tidak
bermula, tidak berakhir.” (Anto Dwiastoro, 6 September 2017)
“Sabar memendekkan
waktu. Keinginanmu tercapai bahkan sebelum kesadaranmu sampai.” (Anto
Dwiastoro, 7 September 2017)
“Satu-satunya tunjangan dari perusahaan yang jarang diambil
karyawan adalah kesempatan meningkatkan pengetahuan.”
(Anto Dwiastoro, 7 September 2017)
“Bila kau tak tahan lelahnya belajar, maka kau harus tahan
menanggung perihnya kebodohan.” (Imam Asy-Syafi’i)
“Tempat sih tidak
penting. Yang penting itu cerita yang bisa kita ramu tentang tempat itu.” (Anto
Dwiastoro, 13 September 2017—mengenai travel
writing)
“Bukan apa-apa yang kamu masukkan ke dalam masakan yang
membuatnya lezat, tapi apa-apa yang kamu masukkan ke dalam pikiranmu sebelum
masak.” (Anto Dwiastoro, 16 September 2017)
“Ketakutan yang memuncak menghasilkan aturan-aturan ketat
untuk mengendalikan orang-orang yang dianggap ancaman.” (Anto Dwiastoro, 23
September 2017)
“Kata-kata bijak hanya dapat dipahami dengan benar oleh mereka
yang cukup bijak untuk memahaminya.” (Anto Dwiastoro—Wates, Kulonprogo, DIY, 29
September 2017)
“Terjunkan diri lalu lihatlah apa yang terjadi.”
(Napoleon Bonaparte)
“Bila kamu benar-benar menyukai keadaanmu, tidak
seharusnya kamu marah bila orang lain mencemoohnya.” (Anto Dwiastoro, 8 Oktober
2017)
“Nilai uang dibuat oleh pikiran. Berarti
bila mengejar/rebutan uang sebenarnya kita sedang ditipu pikiran sendiri.”
(Anto Dwiastoro, 14 Oktober 2017)
“Ciri-ciri orang yang sepanjang hidupnya
melarat dan payah: Selalu komplain/mengritik apa saja yang dia dapat.” (Anto
Dwiastoro, 15 Oktober 2017)
“Kenyataan
tidak butuh ajaran. Dia hanya butuh akal.”
(Anto Dwiastoro, 16 Oktober 2017)
“I love Monday. It gives me plenty of time to plan a
great weekend.” (Anto Dwiastoro, 16 Oktober 2017)
“Jangan mengharamkan profesi seseorang
kalau kamu tidak bisa memberi dia yang halal.” (Anto Dwiastoro, 16 Oktober
2017)
“Kenyataan tidak dibatasi ruang dan
waktu.” (Anto Dwiastoro, 20 Oktober 2017)
“I don’t observe any religion not because I don’t believe in one. I was a muslim before I joined Subud, then went into Buddhism, then I ended up to just receiving the guidance from the Latihan. Religions contain teachings or rules (like the word it originates tells: ‘religaire’ = rules/directions), and to some of us these limit us to be as real as possible in our actions. Lets say, going to a place far away you are obliged by your religion to go by ship, yet your inner guidance tells you to take a plane because it’s faster. No matter what you follow, the teachings or receivings, they direct you to do what you have to do what is right. Both are categorized as ‘religion’, something that directs you.” (Anto Dwiastoro, 20 Oktober 2017—komentar terhadap postingan Ruslan Moore di grup Facebook For Subud Members Only)
“I don’t observe any religion not because I don’t believe in one. I was a muslim before I joined Subud, then went into Buddhism, then I ended up to just receiving the guidance from the Latihan. Religions contain teachings or rules (like the word it originates tells: ‘religaire’ = rules/directions), and to some of us these limit us to be as real as possible in our actions. Lets say, going to a place far away you are obliged by your religion to go by ship, yet your inner guidance tells you to take a plane because it’s faster. No matter what you follow, the teachings or receivings, they direct you to do what you have to do what is right. Both are categorized as ‘religion’, something that directs you.” (Anto Dwiastoro, 20 Oktober 2017—komentar terhadap postingan Ruslan Moore di grup Facebook For Subud Members Only)
“Berkomunikasi dua arah dengan
tuntunanNya seru sekali. Tidak ada kalah-menang, hati senang, pikiran tenang.”
(Anto Dwiastoro, 21 Oktober 2017)
“Sabar-ikhlas-tawakal dan berani.
Dua entitas yang membuatmu hebat
bila kamu mampu melakukannya sekaligus.” (Anto Dwiastoro, 24 Oktober 2017)
“Branding is the overall undertaking of
the business, not a tiny part of it. Companies should hire a branding
consulting firm rather than an ordinary ad agency offering branding services.”
(Anto Dwiastoro, 29 Oktober 2017)
“Apakah kamu jabatanmu? Gajimu? Pekerjaanmu? Orientasi seksmu? Hobimu?
Agamamu? Coba renungkan lagi.” (Anto
Dwiastoro, 29 Oktober 2017)
“Branding yang
konsisten mempermudah orang ingat dirimu atau produkmu. Sesimpel itu.” (Anto
Dwiastoro, 4 November 2017)
“Branding adalah
upaya kontinu untuk memperkenalkan diri. Brand
tercipta di benak orang yang kepadanya kamu memperkenalkan diri.” (Anto
Dwiastoro, 4 November 2017)
“Branding adalah tentang menawarkan apa yang konsumen
percayai, bukan apa yang dipercaya penyedia produk/jasa.” (Anto Dwiastoro, 7
Oktober 2017)
“Spiritualitas bukan jalan menjadi orang baik, tapi adalah jalan
untuk menjadi diri sendiri.” (Anto Dwiastoro, 8 November 2017)
“Kriteria ‘baik’ itu berbeda di tiap budaya. Tapi platformnya
sama: Tidak merugikan orang lain.” (Anto Dwiastoro, 11 November 2017)
“Jalan Spiritual itu seperti naik rollercoaster: Saat merasa asik ketika naik dan berada di atas,
tiba-tiba dihunjam ke bawah.” (Anto Dwiastoro, 11 November 2017)
“Momen paling menakutkan selalu adalah saat sebelum kamu
memulainya.” (Stephen King)
“Saya tidak khawatir ditiru. Itu artinya saya memang
terdepan.” (Anto Dwiastoro, 14 November 2017)
“Mengikhlaskan masa lalu. Bersabar dengan masa kini. Bertawakal
terhadap masa depan.” (Anto Dwiastoro, 14 November 2017)
“Mencintai atau membenci sesuatu atau seseorang itu
sangat gampang. Yang susah adalah konsisten
mengekspresikan salah satunya.” (Anto Dwiastoro, 14 November 2017)
“Pikiran itu suka di zona nyaman. Diberi tahu seperti bagaimana
juga tidak akan berubah. Baru berubah setelah kepalanya terbentur masalah.”
(Anto Dwiastoro, 15 November 2017)
“Memikirkan bagaimana Tuhan bekerja mengatur hidup kita malah
mengusik pekerjaanNya. Rileks saja.” (Anto Dwiastoro, 17 November 2017)
“Ada tiga kemungkinan mengapa kita menerima kenyataan
baik/buruk: 1) Kita lagi dipuji; 2) Kita lagi diuji; 3) Tuhan lagi melempar
dadu.” (Anto Dwiastoro, 17 November 2017)
“Kenyataan tidak
selalu sejalan dengan ajaran.” (Anto
Dwiastoro, 18 November 2017)
“Pernyataan ‘Tidak kalah dari produk luar negeri’ dan ‘Karya
anak bangsa’ adalah komunikasi merek yang salah langkah.” (Anto Dwiastoro, 20
November 2017)
“Yang orisinal itu pinter.
Yang meniru itu printer.” (Anto
Dwiastoro, 20 November 2017)
“Energi yang kamu pancarkan dari dirimu itulah yang akan jadi
kenyataan hidupmu.” (Anto Dwiastoro, 20 November 2017)
“Di penghujung hari, terus berusaha adalah pencapaian
tertinggi.” (Anto Dwiastoro, 20 November 2017)
“Karena persepsi adalah produk akal pikir, makanya suka
mengembara ke ranah khayalan yang memang amat disukai akal pikir.” (Anto
Dwiastoro, 26 November 2017)
“Otak kita punya kemampuan untuk terinspirasi oleh motivasi,
tapi tidak untuk mempraktikkan apa yang dimotivasikan.” (Anto Dwiastoro, 27
November 2017)
“Perasaan cinta yang dalam terhadap orang yang marahnya
meletup-letup merupakan ‘pemadam kebakaran’ terbaik.” (Anto Dwiastoro, 28
November 2017)
“Di titik terendah sekalipun, yang sabar-ikhlas-tawakal-berani
adalah pemenang.” (Anto Dwiastoro, 28 November 2017)
“Kegagalan bukan berarti kamu tidak berkualitas. Justru
Tuhan sedang meningkatkan kualitasmu.” (Anto Dwiastoro, 28 November 2017)
“Kemarahan yang tidak terbendung merupakan ekspresi jiwa
yang labil dari orang yang kehilangan identitas.” (Anto Dwiastoro, 28 November
2017)
“Hidup memberi pilihan-pilihan, bahkan ke orang yang
sulit menentukan pilihan.” (Anto Dwiastoro, 29 November 2017)
“Sekali kamu mengidentifikasi diri dengan jabatan/pekerjaan,
seumur hidup kamu menderita.” (Anto Dwiastoro, 30 November 2017)
“Bagaimana menurunkan derajat akademis seseorang dari S3 ke
TK? Bahas tentang agamanya, langsung kritisisme seseorang merosot ke titik
terendah.” (Anto Dwiastoro, 3 Desember 2017)
“Kaum ‘pemikir bebas’ pun tak jarang terkungkung oleh pikiran
mereka sendiri. Tidak benar-benar bebas.” (Anto Dwiastoro, 4 Desember 2017)
“Saya tidak pernah marah bila profesi saya dipandang rendah oleh orang lain. Karena saya
selalu memandang Dia Yang Maha Tinggi.”
(Anto Dwiastoro, 4 Desember 2017)
“Kebenaran kecil memiliki kata-kata yang besar. Kebenaran
besar memiliki keheningan yang besar.” (Rabindranath Tagore)
“Tantangan terbesar dalam mempelajari hal baru adalah
kecenderungan pikiran untuk tetap bersandar pada yang sudah usang.” (Anto
Dwiastoro, 6 Desember 2017)
“Passion itu
seyogianya ditanamkan dalam Kerja (misalnya menulis dan lain-lain.), bukan
dalam Pekerjaan (Penulis dan lain-lain).” (Anto Dwiastoro, 7 Desember 2017)
“Ketakutan pada orang lain atau sesuatu disebabkan oleh
ketidakmengertian tentang orang atau sesuatu itu.” (Anto Dwiastoro, 9 Desember
2017)
“Jangan berteman dengan orang-orang yang percaya dirinya
tinggi dan berintegritas bila kamu ingin disanjung.” (Anto Dwiastoro, 9
Desember 2017)
“Kebaikan tidak ada teorinya. Keberadaannya ditopang oleh
praktik.” (Anto Dwiastoro, 10 Desember 2017)
“Berak, kemudian
menonton berita di tivi, lalu
menenteng tas. Itu kegiatan rutin
kita tiap hari kerja. Selamat pagi, selamat beraktivitas.” (Anto Dwiastoro, 12 Desember 2017)
“Kegagalan dialami oleh mereka yang takut mengimpikan
keberhasilan.” (Anto Dwiastoro, 15 Desember 2017)
“99% orang gampang terinspirasi.
Hanya 1% yang mau berperspirasi
sesudahnya.” (Anto Dwiastoro, 18 Desember 2017)
“Amarah dan makanan pedas punya dampak yang sama kalau dibawa
tidur: Mimpi buruk/tidur tidak nyenyak.” (Anto Dwiastoro, 23 Desember 2017)
“Sumber derita manusia bukan kurang uang tapi pikiran yang
selalu mengatakan kurang uang adalah penderitaan.” (Anto Dwiastoro, 24 Desember
2017)
“Tiap manusia berubah pada satu titik dalam hidupnya.
Sebaiknya jangan berprasangka buruk dahulu pada perilaku seseorang saat ini.” (Anto Dwiastoro, 26 Desember
2017)
“Ajaran telah digeser oleh argumen. Kebenaran tersisih oleh
pembenaran.” (Anto Dwiastoro, 26 Desember 2017)
“Pikiran yang berkembang tanpa dibarengi keinsafan malah makin
rumit cara berpikirnya. Sampai hal-hal simpel pun dipandang rumit.” (Anto
Dwiastoro, 29 Desember 2017)
“Jadilah pengarang yang berkarya dengan tuntunan pribadi. Jangan
jadi penulis yang didikte.” (Anto Dwiastoro, 29 Desember 2017)