MASYARAKAT Indonesia itu suka salah kaprah terhadap nama-nama makanan yang berasal dari budaya-budaya yang berbeda, terutama karena kecenderungan menggeneralisasi. Generalisasi umumnya disebabkan oleh kemalasan memahami detail.
Seperti kasus Roti Canai vs Roti Maryam, misalnya—kedua jenis roti pipih yang berbeda asal budaya dan cara masaknya tapi dianggap sama. Begitu pula dengan Dimsum; masyarakat Indonesia menganggap Dimsum adalah hanya camilan berbentuk daging ayam giling berbumbu yang dibungkus kulit tepung yang dikukus. Padahal shumai (nama untuk jenis Dimsum itu) hanya salah satu dari lebih dari 950 jenis Dimsum. Dalam bahasa Kanton, dim sum berarti “makanan kecil”, dan nama itu mencakup segala jenis camilan khas Tiongkok, baik dikukus, digoreng, disetup, dibakar maupun dipanggang, termasuk onde-onde, kue ku (angku), bakcang, bakpia, bakpau, lumpia, ceker ayam, bakwan/bala-bala, kue lapis tepung beras, dan hoklopan (terang bulan/martabak manis).
Kasus lainnya adalah kebab. Di budaya asalnya, Timur Tengah, kebab secara etimologis berasal dari kata bahasa Arab kabāb yang artinya “daging bakar/panggang”. Dalam konteks budaya asalnya, kebab mengacu pada daging giling yang dibakar atau dipanggang, tapi ada pula kebab yang berwujud bola daging giling (meatball atau bakso) atau daging potong dadu yang disetup (stew). Kuliner khas Indonesia, sate, termasuk kategori kebab. Begitu tiba di Indonesia, kebab digeneralisasi sebagai “daging giling bakar yang dibungkus roti pipih”; yang tidak dibungkus roti pipih dianggap bukan kebab.
Kesalahkaprahan semacam ini juga berlaku untuk
kuliner lokal Nusantara. Seperti, misalnya, tempe mendoan. Di budaya asalnya,
Banyumas, mendoan mengacu pada tempe tipis yang dibungkus adonan tepung yang
mengandung ketumbar dan daun bawang lalu digoreng setengah matang. Istilah
setempat untuk “setengah matang” adalah mendho.
Jadi, mendoan atau mendhoan
seharusnya mengacu pada “gorengan setengah matang” atau “basah”, bukan “gorengan
garing” atau “kering” yang disukai masyarakat di luar Banyumas, utamanya
Jakarta dan Surabaya. Orang Banyumas akan terbengong-bengong mendapati camilan
khas daerahnya disajikan kering di daerah lain tapi tetap pakai nama “tempe
mendoan”.©2025
Pondok Cabe,
Tangerang Selatan, 9 Juli 2025
No comments:
Post a Comment